Pendahuluan
Raden Ngabehi Ranggawarsita, salah satu pujangga besar di era Kasunanan Surakarta, menulis berbagai karya yang sarat makna, terutama dalam memahami kondisi sosial-politik dan moral masyarakat Jawa di zamannya. Tiga era yang diangkat dalam karyanyaāKalasuba, Katatidha, dan Kalabendhuāmelambangkan perubahan zaman yang penuh tantangan bagi kehidupan manusia. Kalasuba menggambarkan masa keemasan, Katatidha mencerminkan era ketidakpastian, sementara Kalabendhu melukiskan era kerusakan moral dan kehancuran.
Dari ketiga era ini, khususnya dalam Serat Kalatidha, Ranggawarsita memperkenalkan konsep jaman edan atau "zaman gila." Dalam konteks ini, jaman edan mencerminkan masa di mana manusia sulit membedakan antara benar dan salah, sementara tuntutan dan tekanan sosial membuat mereka terjebak dalam tindakan tak bermoral. Fenomena ini, jika kita tarik ke masa kini, sangat relevan dengan masalah korupsi yang merajalela di Indonesia. Dalam kondisi di mana integritas dan etika terabaikan, kita dihadapkan pada pilihan: ikut dalam arus "kegilaan" atau berpegang teguh pada prinsip moral.
Isi dan Pembahasan
Raden Ngabehi Ranggawarsita (1802ā1873), seorang pujangga besar Jawa dari Kesultanan Surakarta, adalah salah satu tokoh penting yang karyanya memberikan kontribusi besar terhadap pemahaman kita tentang perjalanan zaman, baik dari aspek spiritual, sosial, maupun politik. Pemikiran dan ramalan Ranggawarsita tentang siklus zaman dikenal melalui Serat Kalatidha dan sejumlah karya lainnya yang menyoroti tiga fase penting dalam peradaban manusia: Kalasuba, Katatidha, dan Kalabendhu. Setiap fase ini, dalam pandangan Ranggawarsita, tidak hanya berbicara tentang fenomena yang terjadi pada masa itu, tetapi juga memiliki relevansi luar biasa terhadap situasi kontemporer, termasuk fenomena korupsi di Indonesia.
1. Siapa Ranggawarsita dan Apa Itu Tiga Era?
Ranggawarsita bukan hanya sekadar penyair, melainkan juga seorang visioner yang mampu meramalkan perubahan zaman dengan ketepatan yang mengejutkan. Dalam Serat Kalatidha dan karya lainnya, ia menciptakan konsep tiga era sebagai kerangka besar untuk memahami siklus peradaban manusia. Dalam kerangka ini, setiap era menggambarkan kondisi sosial, spiritual, dan moral masyarakat:
Kalasuba: Era keemasan, di mana kebenaran, keadilan, kemakmuran, dan kebahagiaan merata. Ranggawarsita menggambarkan masa ini sebagai ideal dari hubungan antara raja (pemimpin) dan rakyat yang harmonis.
Katatidha: Zaman ketidakpastian, di mana masyarakat mulai kehilangan kepercayaan pada pemimpin, dan kebingungan menjadi ciri utama. Pada masa ini, kekuasaan mulai mengalami erosi moral, dan keraguan akan masa depan tumbuh di masyarakat.
Kalabendhu: Masa kehancuran total, ditandai dengan kerusakan sosial dan moral yang sangat dalam. Pada fase ini, korupsi, ketidakadilan, dan krisis nilai mencapai puncaknya, menghancurkan fondasi sosial masyarakat.
Melalui kerangka ini, Ranggawarsita memberikan gambaran siklus sejarah yang tak terhindarkanādi mana setiap peradaban melewati fase kejayaan, kemunduran, dan kehancuran. Konsep ini relevan dengan fenomena sosial-politik modern, termasuk korupsi yang mengakar di Indonesia.