Namun, Jo menolak karena ia percaya akan hidup dan menentukan jalannya sendiri. Hal ini tentu terdengar asing bagi si Bibi yang lebih percaya bahwa seorang perempuan tidak bisa menentukan jalannya sendiri, tidak semuanya.Â
Penolakan Jo akan nasihat sang Bibi merupakan contoh dari feminisme Marxis dan Sosialis.Â
Bentuk feminis ini memberikan penekanan bahwa perempuan tidak harus berada di lingkup rumah tangga seperti menjadi seorang istri, merawat anak-anak, tetapi juga mendapatkan kesempatan untuk bekerja di tempat kerja (Tong dalam Dwi & Medina, 2020).Â
Selain itu, situasi yang sama dialami oleh Amy March dalam percakapannya dengan Theodore Laurie Laurence di Eropa. Amy hampir menyerah akan mimpinya menjadi seorang seniman dan memanfaatkan peran yang sudah ada dari masyarakat, yaitu menjadi seorang istri.Â
"Polish up on my other talents and become an ornament to society..." - Amy MarchÂ
Amy menjelaskan bahwa pernikahan hanyalah sebuah penawaran posisi dalam ekonomi. Saat seorang memilih untuk menikah, maka mereka harus mendedikasikan seluruh hidupnya untuk keluarganya.Â
Walaupun seorang wanita memiliki uang, uang tersebut adalah milik suami mereka. Lalu, jika mereka memiliki anak, anak tersebut akan menjadi milik mereka. Segala hal yang berasal dari perempuan akan menjadi properti laki-laki semata.Â
Kondisi ini selaras dengan ide dari para kritikus feminis. Literatur dan budaya menggambarkan perempuan yang lemah, tidak mampu, dan hanya memiliki kemampuan seputar urusan rumah tangga. tujuan hidup mereka adalah menjadi partner laki-laki (Ryan, 2012).
 Idealisme Jo March sebagai Wujud FeminismeÂ
Little Women (2019) bisa dikatakan lebih banyak fokus terhadap perspektif Jo terhadap dunia sekitarnya. Dalam hidupnya, Jo merasa seorang perempuan tidak harus bergantung dengan laki-laki.Â