Mohon tunggu...
Imla Qolbi
Imla Qolbi Mohon Tunggu... Freelancer - Rakyat biasa

Membaca adalah caraku melihat dunia. Menulis adalah caraku mengabadikan peristiwa. Rumah lain di dunia maya ada di https://www.imlaqolbi.my.id/

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Melihat Pasal Penghinaan Presiden dari Sudut Pandang yang Berbeda

13 Desember 2022   06:48 Diperbarui: 13 Desember 2022   06:53 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Geger tentang pengesahan RKUHP (Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) menjadi KUHP pada sidang paripurna DPR RI 6 Desember 2022 lalu membuat saya penasaran tentang apa sebenarnya yang menjadikan RKUHP ini ramai dibicarakan. Setelah diwarnai dengan drama walkout salah seorang politisi PKS pada sidang paripurna lalu, KUHP yang baru kini telah resmi dan sah menjadi landasan penegakan hukum pidana di Indonesia.

Begitu panjang perjalanan RKUHP menjadi KUHP nyatanya tidak menyusutkan perhatian masyarakat pada beberapa pasal yang dianggap kontroversial, salah satunya adalah pasal penghinaan presiden. Melihat kembali tayangan perbedaan pendapat antara salah satu anggota DPR dan seorang pakar hukum tata negara UGM, Zainal Arifin Mochtar, di salah satu stasiun Televisi swasta, saya tergelitik untuk menulis apa yang membuat pasal penghinaan presiden ini santer ditentang sekaligus ngotot tetap ada di KUHP.

Pasal Penghinaan Presiden Menurut Ahli Hukum Tata Negara

Pasal yang paling ramai menjadi perdebatan publik dalam KUHP yang telah disahkan ini adalah tentang pasal penghinaan presiden dan wakil presiden. Hal ini tertuang dalam pasal 218, di mana dalam pasal ini disebutkan bahwa setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat martabat diri presiden dan/atau wakil presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Menurut sebagian besar masyarakat pasal ini berpotensi mengancam kebebasan berpendapat di muka umum yang merupakan pilar negara demokrasi. Oleh karena itu disebut pula bahwa pengesahan RKUHP merupakan bukti kemunduran nilai demokrasi di Indonesia.

Bukan tanpa alasan, karena pasal ini dapat membatasi masyarakat untuk memberikan kritik terhadap penguasa. Padahal presiden adalah seseorang yang dipilih langsung oleh rakyat. Maka sudah seharusnya presiden memang harus siap dikritik langsung oleh rakyat atas kinerjanya. 

Selain itu, tolok ukur terkait merendahkan harkat dan martabat terhadap presiden dan wakil presiden ini dinilai kurang jelas. Kapan suatu pernyataan tersebut dinilai kritik dan kapan pernyataan tersebut dinilai penghinaan. Sedangkan tolok ukur antara kritik dan penghinaan ini sifatnya subjektifitas.

KUHP juga berlaku jangka panjang. Oke kalau dinilai presiden saat ini tidak akan menyalahgunakan pasal tersebut, presidennya tidak baperan ketika mendapat kritik. Tetapi siapa yang bisa menjamin pemimpin negara di masa mendatang? Inilah yang membuat pasal ini dinilai berbahaya.

Pasal Penghinaan Presiden Menurut Ahli Hukum Pidana

Dalam perumusan RKUHP tentu saja tidak dilakukan serta merta tanpa ada kajian yang mendalam. Pasal penghinaan presiden ini dinilai boleh ada dalam RKUHP. Menurut Prof. Faisal Santiago, Ketua Prodi Doktor Hukum Universitas Borobudur, seperti dikutip dari Antara News memandang bahwa pasal ini diperlukan untuk menjaga muruah atau kehormatan presiden dan wakil presiden.

Sebagai gantinya, pasal penghinaan presiden dibuat sifatnya menjadi delik aduan. Dengan kata lain, orang yang bersangkutan harus melaporkan sendiri, dalam hal ini adalah presiden atau wakil presiden. Jika tidak ada pengaduan, maka tidak akan ada pula sanksi pidana. Selain itu, KUHP juga memberikan pagar tentang apa itu kritik dan apa itu yang masuk kategori penghinaan (menurut sebagian orang, pagar ini dinilai kurang jelas).

Sejatinya, tujuan dari setiap pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemerintah adalah baik. Namun, begitu banyaknya pejabat-pejabat yang menyalahgunakan wewenang maupun kekuasaannya membuat rakyat mempunyai seribu tanda tanya. Setiap gerak gerik pemangku kebijakan akan selalu diawasi oleh rakyat. Oleh karena itu, sudah seharusnya para penguasa siap dengan segala kritik yang diterima.

Nampaknya, pasal penghinaan presiden ini masih akan melanjutkan perjalanan kontroversinya. Walau sudah disahkan, masih ada cara-cara untuk menggugat pasal tersebut. Kita nantikan saja, bagaimana kisah selanjutnya dari pasal kontroversial ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun