Berlatar belakang dari rasa keprihatinan terhadap kondisi Bahasa Indonesia, Yamin Mentri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan pada saat itu, membentuk Kongres Bahasa Indonesia ke-2 pada tahun 1954 yang diadakan di Medan. Hal yang dibahas pada Kongres tersebut salah satunya adalah tentang ejaan Bahasa Indonesia. Kongres tersebut diharapkan dapat membuat ejaan Bahasa Indonesia yang tepat dan kukuh. Juga ejaan yang bisa dipakai dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun ciri-ciri ejaan ini:
- Melakukan penyederhanaan ny menjadi j. Contohnya "menyapu" ditulis menjadi "mejapu".
- Tanda koma ain "'" kembali digunakan. Contohnya untuk kata "Bapa'".
- Kata "mengapa" ditulis menjadi "menapa".
Namun ejaan inipun tidak diresmikan, namun ejaan ini berperan sebagai cikal bakal ejaan EyD.
D. Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia)
(Pada tahun 1959)
Berawal dari kemerdekaan Malaysia pada tahun 1957, Indonesia dan Malaysia membicaraan ejaan bersama pada tahun 1959. Selain Malaysia pembahasan ejaan ini juga melibatkan negara-negara tetangga lain seperti Singapure dan Brunai Darusalam. Namun karena berada pada pihak lain Indonesia memihak ke Moskow-Peking-Pyongyang, sementara Malaysia ke Inggris, pembicaraan ini ditangguhkan.
Alasan lain adalah beberapa kata dianggap tidak sesuai dan cenderung sulit dibaca dan dianggap aneh. Contonya "cabai" yang ditulis "cabay" dan "menyapa" ditulis "menapa".
E. Ejaan Baru (Ejaan LBK)
(Pada tahun 1967)
LBK sendiri adalah Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, pendahulu Pusat Bahasa. Ejaan ini adalah terusan dari ejaan Melindo. Perbedaan nya hanya dalam kaidah-kaidahnya saja. Contohnya ejaan melindo "pelajar" ditulis "peladjar".
Ejaan inipun banyak mendapatkan penolakan dari publik karena dianggap menjiplak ejaan Malaysia. Serta kebutuhan penggantian ejaan Bahasa Indonesia yang belum mendesak. Akhirnya ejaan inipun tidak diresmikan.