Kalaupun terdapat warga yang menggantungkan kehidupannya dari keberadaan tambang batubara, mereka adalah yang ikut berkerja di perusahaan-perusahaan tambang, itupun kebanyakan dari mereka adalah para pendatang dari luar daerah yang karena domisi dan pekerjaan; mereka menjadi diakui sebagai warga Tanah Bumbu.
Hanya sebagian kecil yang benar-benar warga setempat yang terlibat dan menggantungkan hidupnya pada batubara. Sebagian kecil itu adalah mereka yang memiliki lahan yang menyimpan deposit batubara didalamnya. Lahan mereka itu dibeli oleh perusahaan maupun pengusaha, atau ada pula yang menerima semacam fee dari tiap metrik ton batubara yang dikeruk dan diambil.
Warga setempat yang memiliki pekerjaan sebagai petani, nelayan, pedagang, maupun buruh kasar, tetap pada pekerjaan mereka. Yang menjadi kaya, dan terus bertambah kaya adalah para pemodal yang mampu melakukan kegiatan pertambangan. Karena kegiatan di bidang ini memerlukan modal yang tidak sedikit; dari ratusan juta hingga milyaran rupiah.
Suatu daerah atau wilayah yang memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang besar, belum tentu warganya menikmati langsung dan berkehidupan makmur serta sejahtera. Tanah Bumbu salah satu contoh nyata, contoh lainnya bisa kita sebut; Papua, dan entah daerah atau wilayah mana lagi di seantero republik ini. Kesalahannya dimana, dan siapa yang tepat dipersalahkan ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H