Mohon tunggu...
Imi Suryaputera™
Imi Suryaputera™ Mohon Tunggu... Administrasi - Jurnalis, Penulis, Blogger

Pria, orang kampung biasa, Pendidikan S-3 (Sekolah Serba Sedikit)\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kaya Hasil Tambang, Warga Tak Menikmati

8 Mei 2013   17:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:53 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keluar dari pusat pemerintahan kecamatan itu, pun aroma pertambangan masih belum hilang. Di kanan kiri jalan tampak peralatan berat yang sedang diparkir maupun yang diperbaiki di workshop-workshop (bengkel).
Kalaulah perjalanan dilakukan dengan menggunakan perahu motor menyusuri sungai Satui yang bermuara ke laut jawa, maka di kanan kiri bantaran sungai yang cukup lebar ini, akan ditemui puluhan pelabuhan khusus (Pelsus) untuk pemuatan batubara. Pemandangan tongkang-tongkang dan kapal tarik (tugboat) yang sedang bersandar muat di pelabuhan, maupun yang sedang keluar sungai bermuatan atau sedang kosong memasuki sungai; merupakan pemandangan sehari-hari.

Keluar dari wilayah Kecamatan Satui ke arah Batulicin, puluhan kilometer di kanan kiri jalan umum akan tampak tanaman kelapa sawit milik beberapa perusahaan. Meski tampak dari luar perkebunan kelapa sawit, namun didalam, diantara batang-batang pohon itu terdapat pula lokasi pertambangan batubara.

Aroma pertambangan sudah hilang manakala memasuki wilayah Kecamatan Sungai Loban dan Kusan Hilir. Di kedua wilayah kecamatan ini aroma berganti dengan perkebunan dan perikanan. Di wilayah Kecamatan Sungai Loban lebih banyak dihuni oleh para transmigran dari pulau jawa, bali, dan nusa tenggara. Mereka dikirim oleh pemerintahan Orde Baru di awal-awal era tahun 1980-an. Para transmigran tersebut sebagian besar menjadi petani, peladang dan pekebun.
Adapun di wilayah Kecamatan Kusan Hilir, yang sebagian wilayahnya berada di pesisir laut jawa, sudah pasti warga yang kebanyakan merupakan keturunan suku Bugis; menjadi nelayan. Aroma ikan kering yang sedang dijemur pun tak ayal akan memasuki rongga hidung jika kaca jendela mobil dibiarkan terbuka.

Meski dihuni oleh sebagian besar etnis keturunan Bugis, ternyata tak semuanya mereka menjadi nelayan. Warga yang bermukim agak jauh dari pesisir pantai banyak pula yang menjadi petani yang bercocok tanam padi.

Perjalanan diteruskan memasuki wilayah Kecamatan Batulicin, dimana menjadi pusat pemerintahan atau ibukota Kabupaten Tanah Bumbu, meski tak terdapat kegiatan pertambangan, namun disinilah terdapat beberapa pelabuhan tempat pemuatan batubara dan bijih besi yang akan dikirim keluar daerah maupun mancanegara.
Kota Batulicin yang barusan memperingati Hari Jadi Kabupaten Tanah Bumbu Ke-10, terletak di pesisir sebuah selat yang memisahkan antara daratan pulau Kalimantan dengan Pulau Laut dimana terletak Kotabaru, ibukota kabupaten tetangga.

Batubara dan bijih besi yang dikapalkan melalui beberapa pelabuhan di Batulicin, berasal dari wilayah kecamatan lain yang masih termasuk Kabupaten Tanah Bumbu; Kecamatan Kusan Hulu dan Mantewe.

Wilayah kaya batubara, warga banyak miskin.

Satui dan Batulicin; Tanah Bumbu, sudah sangat dikenal namanya di kalangan para pebisnis batubara. Selain banyak pengusaha ataupun perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan, disini terdapat sebuah perusahaan, pemain besar di bidang dan bisnis pertambangan batubara; PT. Arutmin Indonesia yang sebagian sahamnya konon dimiliki oleh Aburizal Bakrie (ARB) melalui Bumi Resources. Jutaan metrik ton batubara setiap tahunnya dikeruk dari perut bumi Tanah Bumbu, dikirm keluar daerah terutama ke pulau jawa untuk keperluan industri dan pembangkit listrik, sebagian ada pula yang dikirim ke mancanegara. Ini sudah berlangsung lebih dari 2 dekade lalu sejak PT. Arutmin Indonesia memulai eksplotasi, kemudian disusul dan dikuti oleh para pengusaha-pengusaha atau perusahaan lainnya.

Batubara Tanah Bumbu digunakan untuk pembangkit listrik; PLTU, menerangi kota-kota di pulau jawa. Sementara itu di Tanah Bumbu sendiri, pemadaman listrik oleh PLN seperti resep minum obat; pagi, sore, dan malam hari bergiliran padam.

Itu perkara listrik. Ironis bahkan tragis, daerah lumbung batubara yang digunakan untuk kebutuhan PLTU penghasil tenaga listrik, justru listriknya tidak keruan. Entahlah salahnya dimana, dan siapa yang tepat dipersalahkan.

Selain itu, tak sedikit orang luar berpikir dan menyangka warga Tanah Bumbu hidup dalam kemakmuran karena dianugerahi batubara melimpah dan kelimpahan rejeki dari batubara tersebut.
Sama sekali tidak benar. Banyak memang yang sudah menjadi kaya raya dari batubara, tapi mereka yang memang benar-benar terlibat langsung dengan kegiatan penambangan emas hitam itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun