Mohon tunggu...
Imi Suryaputera™
Imi Suryaputera™ Mohon Tunggu... Administrasi - Jurnalis, Penulis, Blogger

Pria, orang kampung biasa, Pendidikan S-3 (Sekolah Serba Sedikit)\r\n

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

ATM; Piranti Pembayar Swalayan

2 Mei 2012   21:40 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:49 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap kali menemukan atau membaca kepanjangan ATM (Automatic Teller Machine) dalam bahasa Indonesia, saya jadi senyum-senyum sendiri dan merasa risih.

Senyum-senyumnya saya karena merasa geli membayangkan sosok kotak mesin untuk bertransaksi lewat bank itu yang biasanya ditempatkan didalam bangunan, sedangkan bangunan dimana perangkat itu berada jelas-jelas lebih tinggi.
Kata 'Anjungan' untuk menyesuaikan vocal A pada akronim, terasa sekali sangat dipaksakan.
Seingat saya dulu, kata 'Anjungan' ini biasa dipakai untuk bangunan yang agak tinggi pada bagian kapal. Kemudian dipakai pula untuk menyebut bangunan berupa rumah, misalnya; Anjungan berupa rumah-rumah adat yang berada di komplek TMII (Taman Mini Indonesia Indah), atau diperuntukkan bangunan sebagai tempat pengeboran minyak lepas pantai (Rig).

Anjungan Tunai Mandiri, inilah selengkapnya terjemahan untuk padanan akronim ATM dalam bahasa Inggris. Bila ATM diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, mestinya kira-kira begini; Piranti Pembayar Swalayan, atau Mesin Kasir Swalayan. Disini sama sekali tak ada mengacu kepada kata-kata; bangunan/anjungan, tunai, dan mandiri.
Kata 'tunai' tak identik dengan kata 'teller', namun lebih dekat kepada kata 'cash' yang jika dijadikan pelaku akan berubah menjandi kata 'cashier'.
Adapun kata 'mandiri', berarti melakukannya sendiri, atau dilakukan sendiri, atau kurang lebih srtinya dengan melayani diri sendiri (self service). Agak berbeda dengan 'Automatic', yang bila diterjemahkan bisa berarti terjadi dengan sendirinya.

Para ahli bahasa tampaknya sengaja menciptakan istilah yang salah kaprah, lebih parahnya lagi tetap memelihara kesalahan tersebut.
Sama halnya jika kita menyebut kata 'bank'. Bunyi yang keluar dari mulut kita adalah 'bang' dengan bunyi yang sama saat kita memanggil kakak lelaki, ataupun pria yang lebih tua dari kita dengan panggilan 'bang'. Atau kata lain untuk menyebut 'azan', panggilan untuk shalat. Padahal kata 'bank' dari sananya sebutannya agak sedikit berbeda, BAENG.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun