Mohon tunggu...
Imi Suryaputera™
Imi Suryaputera™ Mohon Tunggu... Administrasi - Jurnalis, Penulis, Blogger

Pria, orang kampung biasa, Pendidikan S-3 (Sekolah Serba Sedikit)\r\n

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tonggakku Kehidupanku

14 Februari 2012   12:28 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:39 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari beberapa warga desa tetangga yang kebetulan melintas dan mampir di desa Nu’ding, diperoleh kabar para Polisi yang sedang razia kayu itu telah mengamankan kayu-kayu milik warga berikut pemiliknya. Mereka bahkan menyita kayu-kayu yang akan dipakai warga untuk membangun rumah.
“Sungguh keterlaluan para Aparat itu. Masa kayu untuk mengganti tiang dan dinding rumah pun disita,” cetus seorang warga.
“Untung pemiliknya tak ikut diangkut,” timpal seorang warga lainnya.
Nu’ding pun mendengar dari seorang temannya yang tinggal di kota, beberapa galangan tempat berjualan kayu berikut pemiliknya juga diamankan pihak Kepolisian.
Mengetahui kenyataan seperti ini, pikiran Nu’ding jadi ikut pusing. Ini artinya ia bakal tak bisa bekerja untuk waktu yang tak dapat ditentukan.
"Yah......beginilah jadi orang kecil. Mencari nafkah untuk urusan perut saja susah," bathin Nu'ding mengeluh.
Memang semenjak Kapolres Kota dijabat oleh AKBP Agus Prihadi, aparat kepolisian gencar melakukan razia kayu yang mereka katakan ilegal.
Padahal seingat Nu’ding, Kapolres sebelumnya masih mau mengerti terhadap pekerjaan warga. Menurut yang ia dengar dan ketahui, juragannya H. Sahide ia lihat sering kedatangan tamu dari kepolisian ke rumahnya. Oknum Polisi itu kabarnya datang mengambil jatah karena H. Sahide bisnis kayu. Nu’ding pun pernah melihat beberapa orang berpakaian biasa menemui H. Sahide. Mereka membawa kamera dan peralatan yang Nu’ding tak tahu kegunaannya. Menurut beberapa tetangganya, mereka itu adalah Wartawan. Entah untuk apa para Wartawan itu menemui H. Sahide, Nu’ding tak mengetahuinya. Yang jelas ia tak pernah dengar atau membaca koran yang memberitakan H. Sahide jualan kayu.

Puncak Gunung Jambangan masih tetap menjulang menantang langit. Pucuk-pucuk pohon pinus bergoyang bak menari ditiup angin sore. Senja temaram seburam lampu listrik yang berasal dari mesin diesel. Pikiran Nu’ding galau. Ia menatap hampa Gunung Jambangan dari kejauhan. Nu’ding belum mendapat jawaban apakah hari esok masih menyisakan harapan bagi diri dan keluarganya untuk meraih masa depan.
“Allahu Akbar, Allahu Akbar” panggilan Illahi menyeru umatNya agar segera meninggalkan sejenak urusan dunia. Nu’ding pun beranjak dari tempat duduknya, melangkah menuju ke arah suara panggilan Illahi itu. Dalam doanya sehabis shalat, Nu'ding meminta selalu diberikan kesehatan, kekuatan, keselamatan dan rejeki untuk bisa menghidupi keluarganya, serta ingin memberikan masa depan kepada anaknya.

(kisah ini hanya fiktif, hasil rekaan. Jika terdapat kesamaan nama Tokoh Pelaku, tempat, dan karakter, itu cuma kebetulan)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun