Suatu sore dua orang yang bersahabat, Udin dan Mamat bertemu di sebuah warung minum sambil menunggu datangnya senja. Udin ini seorang pemuda lajang yang belum pernah nikah atau kawin sekalipun, istilahnya perjaka ting ting. Meski demikian Udin sering membaca buku tentang percintaan, perkawinan dan masalah rumah tangga. Sedangkan Mamat ini sudah terkenal seantero kampung bahkan sampai ke beberapa kampung tetangga; sebagai tukang kawin dan ganti-ganti pasangan.
Sambil menikmati kopi hangat dan gorengan tahu dan tempe, mereka mengobrol. Udin pun membuka percakapan tentang masalah perkawinan.
Udin : "untuk langgengnya sebuah perkawinan itu menurut yang aku baca kuncinya adalah; tolong, terima kasih dan maaf."
Mamat : "wah hebat, baru aku dengar sekarang 3 kunci itu."
Udin : "yah, begitulah menurut yang kuketahui."
Mamat : "tapi setahu kamu apakah penulis buku yang sudah kamu baca itu sudah pernah menikah ?"
Udin : "disitulah masalahnya, ternyata penulis buku tersebut belum pernah menikah sekali pun, sama sama seperti aku, hahaha........"
Mamat : "sama juga bohong namanya. Bagaimana dia bisa tahu sedangkan dia sendiri belum punya pengalaman menikah dan membina sebuah keluarga."
Udin : "tapi setidaknya dia mendapatkan dari pengalaman orang-orang lain secara teori."
Mamat : "teori belum tentu bisa dilakukan secara praktik. Seseorang itu lebih baik berbuat daripada sekedar cuma bisa bicara."
Udin : "betul juga sih, kamu jelas lebih berpengalaman daripada si penulis buku itu."
Mamat : "kalau soal begituan sih aku kalah pengalaman dari Rhoma Irama, Eyang Subur, Luthfi Hasan Ishak, Syekh Puji, dan Pemilik Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo."
Pembicaraan mereka pun terhenti karena terdengar suara azan maghrib dari sebuah surau yang tak jauh dari warung tempat mereka minum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H