Minggu lalu, ditengah liburan kami ke Bandung, kami menyisihkan waktu untuk mengunjungi satu panti asuhan #KampusPeduli. Panti tersebut dihuni oleh 10 anak, 6 cowok dan 4 cewek. Untuk cowok dan cewek, tempat tinggalnya dipisah. Saya tahu #KampusPeduli dari sebuah postingan artikel blog . Artikel itu secara jelas mengupas kehidupan seorang anak cewek yang bernama Itoh beserta neneknya. Itoh baru berumur tidak lebih dari 15 tahun, ditinggal orangtuanya, saya lupa keberadaan ayahnya, tapi seingat saya, Itoh ditinggal pergi ibunya. Kehidupan yang sulit, nenek Itoh yang sakit- sakitan, tak kuasa bisa bekerja lebih untuk mencari mata pencaharian. Karena itulah, Itoh mengambil peran orang dewasa, mengorbankan masa kecilnya, masa bermainnya, harus bekerja mencari sisa sayur yang para petani sudah tidak mau lagi, kemudian menjualnya kembali. Membaca kisah hidup Itoh, sampai akhirnya bisa menjadi salah satu anak panti #KampusPeduli membuat saya terbuka mata hati. Saya kemudian mencari tahu keberadaan #KampusPeduli yang merupakan gagasan sosial dan pekerjaan mulia oleh anak- anak kampus ITB dari Bandung yang kemudian menjadi gabungan anak kampus dari kampus- kampus yang ada di Bandung.
Dengan Deja, seorang pemuda yang patut diacungi jempol, yang patut diteladani, yang patut dicontoh. Sebagai pengurus utama #KampusPeduli yang tidak ada profitnya, tugas dia tentu tidaklah mudah. Panti #KampusPeduli bahkan bukan seperti sebuah yayasan atau panti asuhan lain pada umumnya. Tidak ada donatur tetap, mereka bahkan bekerja keras dan berjuang sekuat tenaga untuk bisa mendapatkan dana dari teman- teman / masyarakat. Salah satunya melalui sosial media seperti facebook. Baru 1 tahun belakangan ini, saya tahu adanya #KampusPeduli. Dan hanya berkomunikasi dengan Deja. Tidak banyak hal yang saya lakukan untuk membantu mereka. Dan hari itu, saya untuk pertama kalinya, bisa bermain ke panti #KampusPeduli. Akhirnya bisa melihat dari dekat Itoh dan kawan- kawan.
Karena ada kesibukannya, Deja tidak bisa ada ditempat pada saat kami berkunjung kesana. Oleh Kang Mamun, kami diberi banyak penjelasan tentang anak- anak , kegiatan sampai prestasi disekolah. Rata- rata anak berasal dari Garut, dengan latar belakang yang hampir sama dengan Itoh. Mereka sudah kerja dan banting tulang dari kecil. Kehidupan mereka semua berubah, dulu tidak kenal lingkungan sekolah, sekarang sudah bisa bersekolah, dulu ada yang tidak kenal huruf, sekarang sudah kenal huruf. Dulu, etika dan tingkah lakunya kasar, sekarang sudah bisa disiplin. Bahkan ada yang sudah paham bagaimana mengoperasikan komputer dan berkutak- katik didalamnya.
Oleh Kang Mamun dan kawan- kawan, mereka diberi kesempatan untuk sekolah di sekolah reguler sama seperti anak lainnya, mereka diberi bimbingan agama, bimbingan pendidikan dan etika hidup, dispilin diri hingga motivasi hidup. Banyak hal positif yang dipancarkan oleh #KampusPeduli, oleh para pengurus yang peduli akan sesama.
Panti #KampusPeduli berupa rumah kontrakan, untuk cowok, dikontrakan dilantai 2 rumah orang, terdiri dari 3 kamar, satu ruangan serba guna, satu dapur dan satu kamar mandi. Tempatnya sederhana, tertata rapi dan teratur. Sedangkan cewek dikontrakan dirumah yang terpisah. Kang Mamun tinggal bersama anak- anak, sebagai pembimbing dan pengawas. Selain sekolah dan belajar, mereka juga ada kegiatan lain setiap hari minggu. Anak- anak diajak bermain, diajak mengunjungi panti sosial lainnya dan sebagainya.
Salah satu penampakan kamar panti #KampusPeduli
Ada satu anak panti bercita- cita bisa sekolah sampai S2 dan kuliah di Jepang. Menggapai mimpi dan berusaha mengejarnya dari sekarang membuat mereka jauh dari keberadaan keluarga, menahan batin akan kerinduan sebuah keluarga, hangatnya sebuah keluarga. Anak- anak berusia belasan tahun sudah harus dan terpaksa menjalani hidup sendiri dan jauh dari keluarga.
Dapur
Banyak sekali tantangan yang dihadapi oleh para pengurus. Kang Mamun harus menjual satu monitor untuk bisa membeli beras buat anak- anak di panti. Minimnya sumber dana yang ada, minimnya donatur yang membantu panti itu membuat para pengurus harus berpikir keras. Belum lagi, biaya kontrakan rumah buat anak- anak sudah harus dibayar. Mereka membutuhkan 3 juta untuk perpanjang kontrakan.
Anak - anak itu membutuhkan beras, alat kebersihan tubuh, buku dan lainnya atau kasar mereka membutuhkan bantuan dana supaya bisa tetap sekolah. Mereka membutuhkan bantuan siapapun dan dimanapun. Karena itu, jika Anda mempunyai dana lebih, sudi kiranya untuk menyalurkan bantuan kepada mereka. Mungkin Anda bisa cari tahu terlebih dahulu melalui Kang Mamun.( nomor kontaknya boleh ditanyakan ke saya ).
Mereka menunggu uluran tangan kalian....
Semoga, apa yang diperjuangkan Deja, Kang Mamun dan kawan -kawan lainnya di #KampusPeduli membuahkan hasil yang manis. Anak- anak didikannya, semua menjadi orang yang sukses, menjadi orang peduli pada sesama juga, mencapai cita- citanya, dan bermanfaat bagi keluarga, lingkungan sekitar , bangsa dan negara. Berikut juga, amal yang dilakukan Deja, Kang Mamun dkk, dibalas oleh Tuhan. Amin.
With Love,
--semoga semua mahluk hidup berbahagia--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H