Mohon tunggu...
Imen_Kichex El-Bornie
Imen_Kichex El-Bornie Mohon Tunggu... -

Dikutuk sebagai direktur di Indonesian Culture Academy (INCA) Ciputat. Dan penggiat di Komunitas Hening.\r\n(email: imen8371@yahoo.co.id)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bambang Itu Maling Tapi Gagal

10 Juli 2012   09:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:06 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di suatu desa hidup seorang pemuda bernama Bambang Soesilo. Usianya 24 tahun. Semua warga tahu dengannya. Seorang pengangguran yang malas dan bodohnya gak ketulungan lagi. Sepanjang siang kerjaannya tidur. Setiap malam nongkrong di jembatan, nyekek botol, mabuk. Kalau tidak, ya, duduk manis di meja judi.

Bambang sendiri yakin suatu saat hidupnya akan sukses, sesukses presiden NKRI, yang namanya kebetulan hampir sama. Bambang sering berkilah pada teman-temannya, "Sayang, orang tuaku lupa menambahkan kata 'Yudhoyono' di belakang namaku. Kalo gak, nasibku pasti beda-beda tipis sama presiden kita itu."

"Mungkin karena namamu terbalik, makanya nasibmu juga kebalikan presiden kita itu," jawab temannya sambil tertawa.

Pagi itu, tepat sehari sebelum hari ulang tahunnya, Bambang pulang dengan langkah sempoyongan. Mabuk berat. Sementara itu, suara orang ngaji yang telah direkam dalam sebuah kaset, mulai diputar di masjid-masjid. Pertanda waktu subuh akan segera tiba. Biasanya, Bambang cuek saja mendengar suara-suara itu. Tapi kini telingannya mendadak merasa terganggu. "Ini orang berisik banget sih! Gak tau orang lagi pusing apa? Udah tau aku kalah judi, masih aja berisik," celoteh Bambang kesal.

Sesampainya di rumah, Bambang langsung rebahan di atas kasur. Matanya terpejam. Namun tak bisa tidur. Efek minuman masih menjalar di aliran darahnya, memuncak membikin pusing kepala. Ditambah lagi harus memutar pikiran bagaimana menghadapi esok. Hari ulang tahunnya. Dia telah berjanji akan mentraktir teman-temannya untuk minum sepuasnya. Hahaha, aneh! Ini sejarah baru! Baru kali ini Bambang memikirkan masa depan.

Matahari mulai tersenyum di ufuk timur. Sinarnya hangat dan lembut membelai apa saja yang dilewatinya. Bambang belum juga bisa tidur. Dia bertekad harus mendapatkan uang hari ini juga. Maka dia pun menyusun rencana.

Sore harinya, kira-kira pukul 16.00, Bambang keluar rumah. Dia mengenakan pakaian serba hitam dan panjang: celana panjang dan baju kaos lengan panjang. Tak lupa sebuah topi yang juga berwarna hitam. Tujuannya adalah desa tetangga.

Hampir dua jam Bambang mengamat-amati desa itu. Begitu azan magrib berkumandang, dia pun segera beraksi. Sepeda motor butut milik Udin, yang diparkir di depan rumah, yang menjadi sasarannya. Ini pengalamannya yang pertama. Rencananya dia akan mengambil motor itu. Lalu sesegera mungkin melarikannya ke seorang penadah yang telah lama dikenalnya. Lalu pulang dengan membawa uang untuk beli minuman buat pesta ulang tahunnya.

Rupanya kesialan belum mau pergi darinya. Saat Bambang sedang sibuk mengutak-atik kunci motor, saat itu juga Udin, yang berniat berangkat ke masjid untuk shalat magrib berjamaah, datang memergokinya. Spontan Udin berteriak 'maling'. Dengan spontan pula warga berkumpul ke arah suara. Termasuk juga warga yang ada di masjid yang letaknya tak jauh dari TKP. Tinju dan kaki mendarat keras di sekujur tubuh Bambang. Untunglah, Pak Baihaqi, sang Imam masjid, yang tak tega melihat Bambang menjadi bulan-bulanan warga, akhirnya melerai dan berusaha menenangkan warga. "Sudah. Sudah. Cukup! Sekarang kita serahkan ke polisi saja. Lagi pula, waktu magrib sebentar lagi habis. Mari, kita berjamaah!" katanya penuh kharisma.

Sebenarnya banyak warga yang masih bernafsu untuk terus memukuli. Tapi mereka segan dengan Pak Baihaqi. Mereka lantas mengganti pukulan dan tendangan dengan kata-kata makian dan sumpah serapah. Bambang sendiri merasa lebih baik di caci-maki dari pada dipukuli. Namun demikian, dari sekian banyak kalimat caci dan maki, ada satu yang mengganggunya. Salah seorang warga ada yang berteriak, "Berani-beraninya maling di sini. Sudah bosan hidup ya?"

"Aku maling, ya, karena pengen terus hidup," jawab Bambang dalam hati.

Polisi pun datang. Warga membubarkan diri. Sebagian pulang ke rumahnya masing-masing. Sebagian lainnya kembali ke masjid untuk melaksanakan shalat berjamaah. Bambang merayakan hari ulang tahunnya di tahanan polisi.

Kasus Bambang di bawa ke persidangan setelah tiga minggu dia ditahan. Biasanya untuk sidang kasus 'tangkap-tangan' akan berlangsung singkat. Sebagai formalitas, polisi membacakan hak-hak Bambang sebagai pesakitan. Di antaranya adalah hak didampingi seorang pengacara. Dari teman-temannya Bambang pernah mendengar pengacara yang disiapkan oleh negara itu tak ubahnya seperti kursi yang bisa mendengar. Kerjanya hanya duduk tak bisa bicara. Karena itu, Bambang ingin memilih pengacara sendiri. Dia ingat temannya yang sedikit pandai bersilat lidah. Dia pun memberikan sebuah nama dan alamat kepada polisi.

Bambang memasuki ruang sidang dengan tenang didampingi oleh Herman, temannya, sekaligus pengacaranya. Di desanya Bambang, Herman memang terkenal sebagai orang yang pandai memainkan kata. Kerjanya membolak-balik fakta. Sehingga membuat bingung setiap yang mendengarnya. Maka kali ini, di sidang teman karibnya, Bambang Soesilo, Herman berusaha mengeluarkan jurus-jurus terbaiknya.

"Yang Mulia," buka Herman saat mendapat kesempatan membela kliennya, kemudian melanjutkan, "dengan berat hati harus saya katakan, bahwa klien saya, Saudara Bambang Soesilo, dalam hal ini tidak dapat dikatakan bersalah." Sampai di sini hadirin bersorak riuh memaki. Hakim berusaha menenangkan. Dan setelah semuanya tenang mempersilakan kembali kepada Herman untuk melanjutkan. "Klien saya, yang juga teman karib saya ini, tidak dapat disebut seorang maling. Alasannya adalah karena beliau ketahuan. Gagal. Mari kita ambil contoh lain! Kita sering dengar banyak orang yang mewanti-wanti kalau negara kita ini, NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA, sangat membutuhkan bukan hanya pemimpin tetapi juga seorang negarawan. Itu karena apa? Karena presiden sekarang, pemimpin kita, negarawan kita, dianggap gagal. Sehingga kenegarawanannya tidak diakui. Oleh karena itu, saya menyimpulkan, karena klien saya telah gagal melancarkan aksinya, maka status beliau sebagai maling dengan sendirinya juga gagal. Demikian, Yang mulia. Terima kasih!"

Hadirin kembali riuh setelah mendengar pembelaan Herman. Namun kali ini setidaknya terdapat dua ekspresi. Yang pertama adalah ekspresi marah, yakni bagi yang fokus perhatiannya kepada Bambang Soesilo sebagai terdakwa. Dan yang kedua adalah ekspresi lucu, yakni yang fokus perhatiannya kepada Soesilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden NKRI.

Semuanya tenang kembali ketika sang Hakim angkat bicara. Pembelaan pengacara Bambang tidak diterima. Bambang tetap dikenakan status maling, walaupun gagal dalam aksinya. Bambang dijatuhi hukuman lima (5) tahun penjara. Sidang selesai. Hadirin bubar.

Ciputat, 10 Juli 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun