Mohon tunggu...
Imelda Febriani
Imelda Febriani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember

Mahasiswa Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Larangan Keras AS untuk Huawei: AS Khawatir?

20 Maret 2023   01:01 Diperbarui: 20 Maret 2023   01:07 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Perang pasar ekonomi mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kita. Apalagi konflik antara Amerika Serikat dan Tiongkok. Sudah sejak lama sebenarnya negeri Paman Sam dan negeri Tirai Bambu ini memiliki kesengitan dan persaingan terhadap pasar ekonominya. Salah satunya adalah pasar teknologi. Terhitung sejak 2014, Amerika Serikat memang telah begitu galak terhadap produksi teknologi China. Salah satu kasusnya dalam beberapa tahun terakhir yang masih tetap eksis adalah 'pemblokiran Huawei oleh AS'.

Sudah hampir 3 tahun Huawei tidak bisa menampakkan dirinya di Amerika Serikat. Segala macam bisnisnya, produksi teknologi-teknologinya juga ditutup dan dilarang di negara ini. Negeri yang terkenal dengan super-powernya ini bahkan menyusun Rancangan Undang-Undang untuk melarang masuknya produk gadget yang di produksi oleh Huawei dan ZTE masuk ke dalam pasar negaranya. Lalu apa motif & penyebabnya? Apakah Amerika Serikat khawatir bahwa China kemudian akan menyaingi dan mengalahkan pangsa pasar dari Apple?   Apalagi, digadang-gadang bahwa brand yang sudah membawa teknologi 5G nya ini. Apalagi dengan inovasi yang maju dan terus berkembang untuk memudahkan pekerjaan manusia, tentu akan menarik perhatian banyak orang. 

Namun, berdasarkan pengakuan AS bahwa mereka menemukan ancaman keamanan nasional apabila mengizinkan brand teknologi ini masuk ke negaranya. Apalagi kecanggihan teknologi sekarang membuat negara harus semakin waspada akan mata-mata atau intelijen yang berusaha menyusup negaranya. Sehingga, ini yang menyebabkan Amerika Serikat menilai bahwa penetrasi Huawei harus dibatasi atau bahkan perlu di blokir. Hal ini karena Huawei memiliki hubungan yang dekat dan baik dengan organisasi intelijen China bahkan militernya dibanding dengan hubungan-hubungannya dengan negara-negara lain. 

AS lantas khawatir bahwa pembatas antara bisnis independen dengan negara memudar akibat sifat pemerintahan China yang otoriter itu. Apalagi hukumnya yang menyebutkan bahwa semua perusahaan yang berbasis di China wajib mendukung dan memberikan bantuan apapun kepada pemerintah. Bantuan apapun dalam hal ini tentu merujuk pada hal yang termasuk memberikan informasi tentang individu, pelanggan, dan perusahaan. 

Hukum tersebut diatur secara sah dalam Undang-Undang Intelijen Nasional yang disahkan pada taahun 2017 oleh China yang menyebutkan bahwa perusahaan China wajib mendukung, memberikan bantuan, dan bekerja sama dalam pekerjaan intelijen nasional China, di manapun mereka beroperasi. Undang-undang inilah yang tentu akan membawa negara ini semakin kuat dan mengambil alih jaringan. 

Dalam The Washington Times pada 2019 lalu, penasihat keamanan nasional Trump yaitu John R. Bolton mengatakan bahwa menurut Trump, menyelesaikan masalah ekonomi ini sangat penting bagi China untuk bermain dengan aturan yang sama seperti orang lain. Bukan hanya untuk meningkatkan keseimbangan ekonomi, tetapi juga untuk mencegah ketidakseimbangan kekuatan politik atau militernya di masa yang akan datang. 

Kemudian Amerika Serikat semakin bertindak keras pada masa pemerintahan Donald Trump. Ia menutup akses terhadap brand ini untuk masuk ke negaranya. Pelarangan atau pemblokiran ini pun masih tetap terjadi hingga saat ini. Tindakan keras Trump itu sebagai bagian dari perang dagang yang lebih besar antara kedua negara tersebut. Akibat terjadinya pemblokiran tersebut, Huawei tidak dapat menyertakan perangkat lunak dan layanan Google dalam ponsel androidnya, hal yang terjadi selanjutnya adalah bahwa sangat disayangkan pada 2021 pendapatan Huawei terus menurun hingga mencapai 29 %. Padahal, brand telepon genggam ini pernah menjadi nomor 1 di dunia karena mampu menyediakan ponsel dengan model kelas bawah hingga kelas unggul.

Akan tetapi, apabila kita tidak melulu hanya berasumsi negatif terhadap negara ini, mungkin kita akan menemukan bahwa ternyata bukan hanya Amerika Serikat saja yang melakukan pemblokiran terhadap produk teknologi Huawei dan ZTE ini. Beberapa negara lain juga ternyata ikut melakukan hal yang sama. Terdapat 21 negara, antara lain Jepang, Australia, Selandia Baru, Belgia, Brazil, Prancis, Inggris, Denmark, Austria, Rumania, Kanada, Finlandia, Jerman, Greenland, India, Italia, Norwegia, Polandia, Spanyol dan Swedia. Akan tetapi kebanyakan dari negara-negara tersebut beralasan yang sama dengan Amerika Serikat.

Bahkan tak sedikit juga yang menyebarkan tuduhan-tuduhan terhadap Huawei mengenai keamanan nasional yang akan terancam apabila mengizinkan Huawei masuk ke dalam pasar negaranya. Seperti Swedia yang menuduh bahwa China melakukan spionase dunia maya melalui Huawei. Atau Selandia baru yang terang-terangan memblokir Huawei saat peluncuran teknologi 5G nya di bulan november dengan alasan ancaman keamanan nasional. Atau Brazil dan Italia yang mengeluarkan Huawei dari tender yang dibentuk bagi perusahaan yang ingin meluncurkan teknologi 5G nya karena tawaran Amerika Serikat untuk membangun infrastruktur 5G dengan syarat Huawei harus dikeluarkan. 

Terlepas dari itu semua, timbul pertanyaan apakah memang benar Amerika Serikat memblokir brand ternama ini hanya karena ancaman keamanan nasional saja? Mengapa Amerika Serikat harus repot-repot memengaruhi negara-negara lain bahkan membuat kesepakatan agar negara-negara tersebut ikut melarang distribusi Huawei di negaranya? Atau apakah Amerika Serikat memang mulai merasa terancam bukan lagi soal mata-mata, spionase, atau hal-hal lain sebagainya. Akan tetapi negara ini memang mulai merasa posisi nya akan tergeser oleh China melalui persaingan Apple dan Huawei. Sehingga isu keamanan nasional ini hanya sebagai alibi yang sedikit logis bagi AS untuk memberikan alasan dan mempengaruhi negara-negara lain di sekitarnya dengan kesepakatan-kesepakatan tertentu?

Dalam Wawancara dengan BBC, Yu sebagai Direktur Utama Huawei optimis mengatakan bahwa Huawei akan menjadi produsen ponsel terbesar di dunia, entah itu masuk pasar AS atau tidak. Karena Huawei sangat kompetitif, inovatif dan maju. Tahun ke tahun, perusahaan ini tetap menunjukkaan peningkatan yang signifikan. Hal ini dapat dibuktikan dengan data perusahaan analisis pasar Counterpoint Research, yang menyebutkan bahwa Huawei kini menjadi perusahaan smartphone terbesar kedua di dunia setelah Samsung. Padahal, sebelumnya yang menempati posisi kedua adalah teknologi raksasa  Apple dari Amerika. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun