Mohon tunggu...
Imelda Febriani
Imelda Febriani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember

Mahasiswa Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Putin dan Marxisme-Leninisme: Apakah Masih Terikat?

12 Maret 2023   23:32 Diperbarui: 12 Maret 2023   23:39 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tidak dapat dipungkiri bahwa pernyataan "ada hantu berkeliaran di Eropa, hantu Komunisme" memanglah nyata. Hal ini terbukti benar bahwa di abad ke-20 komunisme memang menghantui seluruh manusia. Karena, hampir sepertiga negara di seluruh dunia menganut ideologinya. Itulah mengapa, selama hampir sebagian besar dari abad 20 ini, komunisme merupakan kekuatan politik serta ideologi yang paling kuat di dunia.

Akan tetapi, ternyata kepopularitasan marxisme ini tidak berlangsung permanen. Pada akhir abad ke 20, hantu komunisme ini tampak mulai pudar dan semakin kehilangan penganutnya. 

Peristiwa pertama yang menajadi pukulan pertama bagi ideologi ini adalah peristiwa Gerakan 30 September yang ditandai dengan jatuhnya partai komunis di Indonesia. 

Akan tetapi meskipun begitu, pada 1975 komunisme mendapatkan kemenangannya di Vietnam. Akan tetapi, ternyata kemenanangan tersebut adalah kemenangan terakhir yang dicapai. Namun tidak lama setelah itu, beberapa partai komunis yang ada di Eropa Barat yang dimulai oleh Italia mulai membuang 'leninisme' yang merupakan intisari dari komunisme dan menggantikannya dengan Euro-Komunisme. 

Banyak negara yang mulai meninggalkan marxisme ini dan menjadi terlihat sebagai kekuatan masa lampau yang telah usang. Seperti di Asia, Afrika, sukuisme, regionalisme dan fundamentalisme agama pun ikut menyingkirkan marxisme-komunisme ini. Ternyata kejatuhaan komunisme ini berlaangsung begitu cepat. Hanya dalam beberapa bulan di tahun 1989 rezim-rezim komunis di Eropa mulai runtuh satu persatu. Awalnya hanya Polandia, kemudian diikuti oleh Bulgaria, Jerman Timur, Cekoslovakia, hingga Romania. 

Pakta Warsawa pun bubar hanya dalam sekejap. Kemudian yang paling parah adalah ketika Partai Komunis di Uni Soviet terpaksa melepaskan monopoli kekuasaannya selama 73 tahun dalam masa kekuasaannya. Hingga akhirnya, Uni Soviet yang merupakan negara adikuasa kedua pun pecah menjadi 14 republik independen di akhir tahun 1991. 14 republik tersebut antara lain Armenia, Azerbajian, Belarus, Estonia, Geogia, Kazakhstan, Kirgistan, Lativia, Lituana, Moldova, Rusia, Tajikistan, Turkmenistan, dan Uzbekistan. 

Yang tersisa hingga kini dan masih menganut rezim komunisme itu adalah Cina, Korea Utara, Vietnam, Laos, serta Kuba hingga rezim-rezim komunis lainnya yang berhasil berpegang pada kekuasaan. Akan tetapu negara-negara ini pun harus mengalami dilema terhadap pilihan akan bentuk perekonomiaannya. Apakah harus kembali pada ekonomi pasar dan melepaskan sosialisme itu sendiri?

Berbicara soal marxisme memang tidak akan jauh dari kata komunisme. Hal ini dikarenakan pemahaman yang sudah mendarah daging semenjak kata komunisme itu sendiri disebarluaskan. 

Padahal, sebenarnya marxisme itu tidak sama dengan komunisme. Marxisme merupakan ideologi perjuangan kaum buruh yang menuntut equality dalam masyarakat. Sedangkan komunisme merupakan gerakan politik oleh partai-partai komunis yang diciptakan oleh V.I Lenin sejak revolusi oktober 1917. 

Komunisme ini sering juga disebut sebagai marxisme-leninisme. Mengapa demikian? Karena Lenin pada saat itu menafsirkan dan mengembangkan pemikiran marx menjadi sebuah ideologi yang disebut komunisme yaitu sebuah cita-cita utopis yang mana hak milik pribadi dihapuskan dan diganti dengan milik bersama.

Pada tahun 1921, Lenin kemudian melembagakan kebijakan ekonomi baru, ia memperkenalkan sistem kapitalisme negara yang menandai awal industrialisasi dan pemulihan setelah Perang Saudara Rusia. Setahun kemudian, Republik Federal Sosialis Rusia dianeksasi ke wilayah lain yang sebelumnya merupakan bagian dari Kekaisaran Rusia. Sejak saat itu, Uni Soviet terbentuk dengan Lenin sebagai tokoh utama dan pemimpin yang berperan penting dalam negara. Lenin pun menjadi Perdana Menteri Uni Soviet dari tahun 1922 sampai kematiannya.  

Memang marxisme-leninisme pernah mencapai kejayaannya pada saat itu, akan tetapi kejayaan itu tidak berlangsung lama karena setelah itu, marxisme-leninisme menemui masa surutnya yang ditandai dengan pecahnya Uni Soviet menjadi 14 negara di tahun 1991, lalu disusul oleh Yugoslavia. Politik internal menjadi salah satu pemicu kedua negara komunis ini bubar.

Pecahnya Uni Soviet ini kemudian menjadi kasus yang menarik untuk di bahas, terutama ketika membicarakan Rusia yang lebih populer daripada negara-negara pecahan Uni Soviet lainnya itu. Lalu apakah paham marxisme-leninisme ini masih eksis hingga kini di Rusia? Untuk menjawab pertanyaan itu, kita perlu membandingkan sedikit bagaimana kebijakan di Rusia kini dengan Uni Soviet pada masa lalu ketika dipimpin oleh Lenin.

Uni Soviet ketika dipimpin oleh Lenin merupakan negara yang menganut ideologi komunismenya yang berasal dari pengembangan marxisme oleh lenin yaitu marxisme-leninisme. Akan tetapi, kini Rusia tidak lagi mengikuti rezim pemerintahan masa lalu itu. Putin membawa transformasi besar-besaran pada masa pemerintahannya. 

Menurutnya, dengan adanya perombakan menjadi strategi bagi Rusia untuk kembali mendapatkan kejayaannya. Karena dengan berubahnya ideologi politik dan ekonomi menjadi semakin demokratis merupakan kunci untuk membawa kembali kejayaan Rusia yang sempat hilang akibat pevahnya Uni Soviet. Bentuk sistem pemerintahan Rusia saat ini pun adalah Demokrasi Terpimpin, dan memberlakukan kepemimpinan otoriter. 

Berbeda dengan kala pemerintahan Lenin yang komunisme dimana sistem ini meyakini bahwa dengan adanya ketidakberpihakan dalam perekonomian akan menghilangkan kapitalisme dan kepemilikan pribadi. 

Sehingga kelas-kelas sosial itu dapat dihapus, dan semua setara dimata pemerintahan. Paham ini membenci kapitalisme, sehingga semua bentuk perekonomian akan diatur oleh pemerintah pusat dan dibagi secara merata oleh pemerintah untuk warga negaranya. Sedangkan pada demokrasi adalah, sistem ini condong ke arah kapitalisme, dimana masyarakat bebas untuk berinovasi, memiliki alat produksi sendiri dan menopang diri mereka sendiri untuk naik atau turun kelas sosial. 

Pada masa keterpurukan ekonomi Rusia saat itu akibat ambruknya Uni Soviet, sistem demokrasi terpimpin inilah yang kemudian menjadi kunci keberhasilan revitalisasi Rusia.  Setelah membandingkan keduanya, ternyata Putin tidak lagi terikat dengan paham marxisme-leninisme. Justru dialah yang membawa perubahan di negara itu, perombakan dan tranformasi besar-besaran pada Rusia. 

Ekonomi dan kekuatan politik Rusia kembali berjaya pada masa pemerintahan Putin. Hanya saja, gaya kepemimpinan Putin lah yang mirip dengan Lenin. Yaitu kediktatorannya yang menjadikan keduanya memang terlihat sedikit mirip.

REFERENSI:

Magnis-Suseno, F. (2019). Pemikiran Karl Marx : Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme. Jakarta: Gramedia.

Nada Hanif Rifai, d. (2022). GAYA KEPEMIMPINAN PRESIDEN VLADIMIR PUTIN SEBAGAI PRESIDEN RUSIA . 6-8. https://www.researchgate.net/publication/361484509_GAYA_KEPEMIMPINAN_PRESIDEN_VLADIMIR_PUTIN_SEBAGAI_PRESIDEN_RUSIA 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun