Mohon tunggu...
Melvi
Melvi Mohon Tunggu... Lainnya - Mencoba untuk belajar menulis, berkarya dan memberi makna

Selalu tertarik dan berbahagia dengan hal yang berkaitan dengan buku, literasi, kreativitas dan jalan-jalan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengapa Media Massa Harus Diikat dengan Hukum dan Etika?

19 Desember 2021   22:38 Diperbarui: 19 Desember 2021   22:48 2050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa Media Massa Harus Diikat dengan Hukum dan Etika?

Oleh: Melvi (Mahasiswa Jurusan Komunikasi Universitas Siber Asia)

Pada dasarnya, hukum dan etika berlaku bagi semua manusia dan semua pihak. Hukum dan etika berlaku untuk semua tindakan manusia yang memengaruhi orang lain. Apalagi media massa. Sebagai media komunikasi dan informasi, media massa dapat diakses oleh masyarakat secara luas dan memiliki pengaruh besar dalam kehidupan saat ini. Dengan perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat, informasi yang tersaji ke masyarakat bak tsunami yang tak dapat dibendung.

McQuail (2011) menyampaikan enam perspektif peranan media massa.  

1. Media massa sebagai window on event and experience, yaitu jendela yang memungkinkan khalayak melihat apa yang sedang terjadi di luar sana dan sarana belajar untuk mengetahui berbagai peristiwa.

2. Media massa sebagai a mirror of event in society and the world, implying a faithful reflection, yaitu cermin berbagai peristiwa yang ada di masyarakat dan dunia, yang merefleksikan apa adanya sebuah peristiwa.

3. Media massa sebagai filter atau gatekeeper yang menyeleksi berbagai hal untuk diberi perhatian atau tidak. Dalam hal ini, media senantiasa memilih isu, informasi atau bentuk yang lain berdasar standar para pengelolanya. Khalayak "dipilihkan" oleh media tentang apa-apa yang layak diketahui dan perlu perhatikan.

4. Media massa sebagai guide, penunjuk jalan atau interpreter, yang menerjemahkan dan menunjukkan arah atas berbagai ketidakpastian, atau alternatif yang beragam.

5. Media massa sebagai forum untuk mempresentasikan berbagai informasi dan ide-ide kepada khalayak, sehingga memungkinkan terjadinya tanggapan dan umpan balik.

6. Media massa sebagai interlocutor, yang tidak hanya sekadar tempat berlalu lalangnya informasi, tetapi juga partner komunikasi yang memungkinkan terjadinya komunikasi interaktif.

Peranan media massa yang sangat penting dan mempengaruhi masyarakat menjadikan media ibarat pedang bermata dua, yaitu memiliki fungsi secara positif dan negatif. 

Untuk itu, dalam menjalankan fungsi dan peranannya, media massa perlu diikat oleh hukum dan etika. Hukum dan etika menjadi hal penting untuk menjaga media massa dan para pelaku media massa berada dalam jalur yang benar dan semestinya. 

Hukum dan etika harus mengikat media massa untuk memberikan standarisasi serta menjadi koridor akan isi pesan, media dalam bentuk lembaga sekaligus efek terpaan media massa.

Etika media mempelajari bagaimana pekerja media, seperti jurnalis, harus mengambil tindakan dalam berbagai situasi. Terutama situasi di mana mereka perlu membedakan apakah berita yang dibuat merupakan fakta di lapangan atau memuat kepentingan tertentu. 

Etika dalam praktik media massa itu berlaku karena praktik pemberitaan sudah pasti memiliki pengaruh terhadap seseorang atau kelompok tertentu. Untuk jurnalis, etika media massa dikemas dalam suatu kode etik jurnalistik.

Kode etik jurnalistik merupakan rambu-rambu etika bagi para jurnalis dan pengelola media massa dalam menjalankan fungsi dan peranannya. 

Seperti yang diungkapkan Wibowo (2009), kode etik jurnalistik merupakan suatu pagar moral yang membentuk tanggung jawab etis dan integritas profesi jurnalis. Seorang jurnalis perlu menjunjung tinggi etos kebenaran bersamaan dengan kebebasan dan tanggung jawab etikanya. 

Di Indonesia, kode etik jurnalistik disusun oleh jurnalis dan untuk jurnalis. Dalam koridor hukum, media massa (pers) diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 1999, yang dikenal sebagai Undang-undang Pers. Undang-undang ini mengatur tentang prinsip, ketentuan dan hak-hak penyelenggaraan pers di Indonesia.  

Di tahun 2020, Dewan Pers menerima 700-800 laporan pelanggaran kode etik jurnalistik yang sebagian besar dilakukan oleh media daring (media online). 

Dan di tahun 2019, Dewan Pers juga menyampaikan bahwa kode etik yang sering dilanggar adalah mengenai berita yang tidak akurat, tidak berimbang dan tidak konfirmasi. 

Pelanggaran ini tentu menjadi hal yang sangat serius dan bisa berdampak fatal. Ketika media massa menyajikan berita atau informasi yang tidak akurat, tidak berimbang dan tidak terkonfirmasi, berita atau informasi yang disajikan kepada masyarakat bisa menjadi berita hoax yang dapat menyebabkan kegaduhan dan merugikan banyak pihak.

Salah satu contoh pelanggaran Kode Etik Jurnalistik adalah sengketa berita di detikcom yang melibatkan Gubernur Banten, Wahidin Halim yang berujung pengaduan Wahidin Halim ke Dewan Pers pada 10 Juni 2021. Berita investigasi yang dimuat di detikX pada tanggal 7 Juni 2021 yang berjudul "Asal Cair Demi Gubernur Wahidin" dan berita berjudul "Ponpes Hantu Penerima Duit Hibah" (Kemudian judul berubah menjadi: "Menelusuri Ponpes Penerima Dana Hibah Banten"), dinyatakan oleh Dewan Pers sebagai berita yang tidak akurat dan telah merugikan Gubernur Wahidin Halim. Tidak terima dengan pemberitaan tersebut, Wahidin Halim melalui pengacaranya Andi Syafrani SH, LLM, kemudian mengadukan detikcom kepada Dewan Pers. 

Setelah melalui proses persidangan, Dewan Pers memutuskan bahwa detikcom melanggar Pasal 1 dan 3 Kode Etik Jurnalistik karena tidak akurat, tidak uji informasi, dan tidak berimbang secara proporsional. Dewan Pers juga memerintahkan detikcom untuk meminta maaf kepada Wahidin Halim dan pembaca dan manayangkan hak jawab Wahidin Halim di detikcom.

Banyaknya laporan pelanggaran dan besarnya dampak sebuah pemberitaan atau informasi menjadi dasar bahwa hukum dan etika harus mengikat media massa. Hukum dan etika menjadi  filter sekaligus mengembalikan fungsi media massa dalam memberikan informasi yang akurat, hiburan dan tayangan yang berkualitas kepada khalayak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun