Mohon tunggu...
Siti Masriyah Ambara
Siti Masriyah Ambara Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemimpi dengan banyak keterbatasan

Perempuan pekerja lepas yang mencintai Indonesia dengan segala dinamikanya.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Lampu LED, Bentuk Egoisme Pengendara

2 Februari 2017   09:01 Diperbarui: 2 Februari 2017   09:15 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya tidak tahu sejak kapan sebenarnya penggunaan lampu LED (Light Emitting Diode) ini mulai marak, yang jelas saat ini jumlah penggunanya semakin meningkat pesat. Peningkatan jumlah penggunanya sangat terasa ketika berkendara di malam hari dan harus berpapasan dengan rentetan kendaraan, mobil dan motor, yang bersenjatakan lampu jenis ini. Cahaya putih terang dan terasa panas dimata ini sungguh menyiksa saya. Sorotan lampu putih terang dyang hampir tanpa henti membuat mata saya lelah karena berkali-kali harus melalui paparan cahaya yang intensitasnya jauh berbeda. Terus terang saya heran, apa kegunaan lampu ini dibelantara kota Jakarta yang bermandikan cahaya bahkan di malam hari. Lain soal jika lampu ini digunakan ketika berkendara di pedesaan yang memang minim pencahayaan. 

Inilah salah satu bentuk keegoisan pengendara yang tidak menyadari bahwa lampu ini sesungguhnya dapat merusak retina mata orang yang terpapar. Hal ini diperkuat oleh laporan yang dimuat di ThinkSpain.com bahwa sel retina yang telah rusak oleh paparan sinar LED yang berkelanjutan, maka retina tersebut tidak bisa tumbuh kembali. Cahaya LED berisiko tinggi terhadap mata karena terbuat dari "Rainbow Longitude Waves" atau gelombang pelangi yang bagian birunya adalah bagian yang berbahaya bagi retina mata. 

Alasan yang banyak saya dengar adalah pengguna lampu kendaraan jenis ini karena mereka merasa kurang terang, padahal ada aturan tersendiri mengenai besaran daya lampu kendaraan yang diperbolehkan dan aman untuk mata yakni  umumnya adalah 55 watt untuk mobil dan 35watt untuk motor. Saya tidak tahu apakah aturan ini dipahami atau seperti biasa, aturan dibuat untuk dilanggar.

Sebagai pengendara, yang harus memahami segenap aturan yang berlaku, pilihan penggunaan lampu kendaraan adalah satu hal yang dipertimbangkan agar sesuai dengan aturan yang berlaku. Karena memang sudah aturan khusus terkait modifikasi sistem lampu kendaraan, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2012 pasal 23, yang mengacu pada Undang-undang nomor 22 tahun 2009 pasal 48 ayat 3, tentang sistem lampu dan alat pemantul cahaya. Dalam aturan tersebut, disebutkan warna lampu yang diperbolehkan.

Setidaknya ada sebelas ketentuan warna lampu kendaraaan, berikut lengkapnya :

  1.  Lampu utama dekat berwarna putih atau kuning muda.
  2.  Lampu utama jauh berwarna putih atau kuning muda.
  3. Lampu penunjuk arah berwarna kuning tua, dengan sinar kelap-kelip.
  4. Lampu rem berwarna merah.
  5. Lampu posisi depan berwarna putih atau kuning muda.
  6. Lampu posisi belakang berwarna merah.
  7. Lampu mundur dengan warna putih atau kuning muda, kecuali untuk kepeda motor.
  8. Lampu penerangan tanda nomor kendaraan bermotor di bagian belakang berwarna putih.
  9. Lampu isyarat peringatan bahaya berwarna kuning tua, dengan sinar kelap-kelip.
  10. Lampu tanda batas dimensi kendaraan bermotor, berwarna putih atau kuning muda, untuk kendaraan bermotor yang lebarnya lebih dari 2.100 mm untuk bagian depan, dan berwarna merah untuk bagian belakang.
  11.  Alat pemantul cahaya berwarna merah, yang ditempatkan pada sisi kiri dan kanan bagian belakang kendaraan bermotor.

Pelanggaran terhadap ketentuan di atas akan dikenakan sanksi sesuai pasal 286 yang berbunyi "setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor beroda empat atau lebih di jalan, yang tidak memenuhi persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat 3 juncto pasal 48 ayat 3, dipidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500.000".

Namun, lagi-lagi memang kita tidak bisa mengandalkan penegak hukum untuk menerapkan aturan ini. Kesadaran kita sebagai pengguna jalan raya untuk tidak melakukan hal-hal yang merugikan orang lain adalah hal utama yang diperlukan. Memahami dan menjalankan aturan penggunaan lampu yang sudah dibuat adalah bentuk kedewasaan kita sebagai pengguna fasilitas publik. Egoisme berkendara adalah awal dari kecelakaan fatal yang mungkin akan menimpa kita satu hari. Mulailah berpikir dengan empati, tempatkan diri kita sebagai pengguna jalan yang harus mengalami kerusakan mata akibat ulah kita menggunakan lampu kendaraan tidak sesuai aturan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun