Mohon tunggu...
Siti Masriyah Ambara
Siti Masriyah Ambara Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemimpi dengan banyak keterbatasan

Perempuan pekerja lepas yang mencintai Indonesia dengan segala dinamikanya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Di Balik Tingginya Harga Gula Semut Organik

15 Juli 2016   13:38 Diperbarui: 15 Juli 2016   14:23 1922
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tingginya harga jual gula semut yang diproduksi di Kulon Progo ini pada akhirnya memang berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan para penderes dan pengrajin gula kelapa. Jika sebelumnya hasil produksi mereka dibeli oleh tengkulak dengan harga kurang layak, setelah mendapat pendampingan dari KSU Jatirogo kondisi mereka membaik. Mereka mulai bisa memberikan pendidikan layak bagi anak-anak yang sebelumnya lebih banyak menikmati jenjang pendidikan dasar saat ini sudah mampu melanjutkan pendidikan menengah bahkan tinggi.

Kami cemas, karena…

“belum banyak anak muda di desa ini yang mau kerja jadi penderes. Kebanyakan penderes yang ada ini ya seumuran saya. Anak-anak mudanya masih seneng kerja di kota. Lebih keren katanya”, tutur Pak Ratip sambal terkekeh. Pak Ratip sendiri sudah berupaya mempromosikan profesi penderes dan pengrajin gula semut ini ke kalangan anak muda yang dikenalnya. Katanya, kenapa sih harus jauh-jauh cari uang. Lah wong, disini aja bisa kok. Kenapa harus ke kota, toh disana kerjanya jadi buruh, disuruh-suruh orang. Disini enak, katanya, jadi bos bagi diri sendiri. “Kalau mau uang ya menderes, kalau lagi malas ya ga usah, dibikin enak saja”, katanya.

Di atas Pohon | Dok. Pribadi
Di atas Pohon | Dok. Pribadi
Selain persoalan daya tarik kota yang lebih memikat, faktor tingginya resiko penderes memang masih menjadi tantangan. Mengingat tidak adanya alat keselamatan yang digunakan ketika harus memanjat pohon kelapa setinggi puluhan meter. Terlebih ketika cuaca sedang tidak bersahabat namun harus tetap memanjat demi menyelamatkan kualitas nira. Ini juga yang sedang menjadi bahan diskusi bagi para pegiat usaha gula semut. Harapannya memang, ada varietas kelapa yang bisa dimodifikasi sehingga tingginya tidak sampai puluhan meter. Kabarnya, ini sudah disampaikan pula kepada pihak Dinas Perkebunan.

Sortir Gula | Dok. Pribadi
Sortir Gula | Dok. Pribadi
Hal lain yang tidak kurang mencemaskan mereka adalah kondisi lingkungan sekitar perkebunan kelapa. “Namanya organik, harus bebas dari percampuran dengan bahan kimia. Kalau lahan kami sih bisa kami jaga, lah kalau lahan orang kan ga bisa. Pupuk kimia yang dipakai orang kan bisa meresap ke perkebunan kelapa kami,” papar Pak Ratip. Ini memang menjadi tantangan untuk mendorong pemerintah setempat menerapkan aturan ketat untuk mendukung penerapan standar organik dalam penggunaan lahan kebun dan sawah.

Namun, segenap tantangan itu memang tidak menyurutkan semangat Pak Ratip dan kawan-kawannya. Mereka tetap semangat mengelola potensi kelapa di desanya dan menularkan kecintaan pada metode pertanian alami kepada penduduk di sekitarnya. Karena memang, kembali ke alam memang harus segera dilakukan serentak, untuk menjamin kelangsungan hidup manusia.

komoditas ekspor unggulan kabupaten (sumber : dokpri)
komoditas ekspor unggulan kabupaten (sumber : dokpri)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun