Mohon tunggu...
Johan K
Johan K Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis Biasa

Hong Kong

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengapa Dia Lebih Baik dari Suamiku?

14 November 2011   03:18 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:42 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bagi Ana (bukan nama sebenarnya), masa pacaran memang masa yang paling indah. Rasanya tidak ada sesuatu yang jelek untuk menghalangi mereka menikah. Segalanya berjalan lancar hingga mereka memasuki rumah tangga. Apa yang dialaminya ternyata berbeda dengan impian masa pacaran. "Dia tidak selembut dulu. Perhatianpun sudah mulai berkurang, apalagi sejak kami mempunyai anak. Sehari-hari waktunya hanya dihabiskan utuk pekerjaan yang ditekuninya. Aku bukan lagi segalanya. Kalau dibilang sibuk, akupun lebih sibuk. Bukan hanya mengurus rumah tangga, tapi akupun juga bekerja. Yang lebih menyakitkan lagi adalah perlakuannya terhadap anak kami yang seringkali membuat hatiku sakit. Dia tidak ikut melahirkan, makanya tidak bisa mengasihi anak dengan baik. Dia bisa baik dengan wanita atau anak orang lain, tapi bukan dengan kami, anak dan istrinya sendiri." demikian protes sang istri. Dalam keadaan seperti ini, Ana bertemu dengan beberapa rekan kerja laki-laki di kantornya. Perlakuan simpati dari rekan kerjanya membuat perasaan kewanitaannya dihargai. Ana jadi sedih ketika mulai membandingkan suaminya dengan rekan kerjanya di kantor. Pernah suatu hari Ana membawa anaknya ke tempat kerja, betapa surprise perlakukan rekan-rekannya di kantor dalam memperlakukan anaknya. Betapa bahagianya anak-anak dan istri-istri mereka. Alangkah indahnya kalau suamiku seperti itu, pikir Ana. Apa yang Ana rasakan mungkin juga menjadi pergumulan banyak istri, bahkan juga banyak suami yang membandingkan wanita lain dengan istrinya saat ini. Namun benarkah laki-laki yang baik terhadap dirinya dan anaknya juga pasti menjamin bahwa dia juga baik dengan istri dan anak sendiri. Belum tentu ! Demikian pula banyak istri-istri yang baik terhadap suami dan anak orang lain, belum tentu baik terhadap suami dan anak sendiri. Jadi jangan bermimpi mengganti pasangan sebagai jawaban untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Lalu? Tidak ada rumah tangga yang tidak punya masalah. Hal yang membuat jadi runcing adalah jika setiap orang hanya melihat kelemahan pasangan yang tidak lagi bisa memenuhi kebutuhannya dan menjadikan hal itu masalah. Akhirnya muncul kecenderungan menilai segala sesuatu berdasarkan “norma” yang sudah kita tanamkan dalam benak kita. Sikap dan pandangan kita akan berubah jika mulai belajar melihat kelebihan dan berusaha memenuhi kebutuhan pasangan kita. Bukankah itu panggilan ilahi yang menempatkan kita sebagai penolong, bukan perongrong yang menuntut pasangan untuk memenuhi hak dan kebutuhan kita? Apa yang dipersatukan oleh Allah tidak boleh diceraikan oleh manusia. Kebahagian sesungguhnya terjadi bukan karena kita mendapatkan apa yang kita butuhkan, tetapi karena kita menjadi berarti saat kita dapat memenuhi kebutuhan pasangan kita. Salam bahagia Johan Kusmanto Artikel Lainnya Mengapa Masalahku Semakin Banyak? www.imcmedia.org

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun