Mohon tunggu...
Imas Siti Liawati
Imas Siti Liawati Mohon Tunggu... profesional -

Kunjungi karya saya lainnya di www.licasimira.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

HPku Harus Baru, Pak  

1 Maret 2016   05:15 Diperbarui: 1 Maret 2016   07:07 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Gambar diambil dari www.dreamstime.com"][/caption]“Bapak punya uang kan?”

Darno mengernyit lalu menoleh. Tampak Nuri, anak sulungnya tengah menatapnya takut- takut. Kelihatan gadis remaja itu memaksakan diri untuk bertanya.

“Kenapa? Kamu butuh uang buat beli buku?”

Nuri menggeleng. “Lalu?” Tanya Darno lagi.

“Nuri pengen beli HP baru, Pak. Smartphone.”

“Sematpon,” Darno mengulang kata yang Nuri ucapkan, “Memang kenapa HPmu sekarang? Sudah rusak?”

“Nggak rusak, Pak. Tapi jadul. Jaman dulu.”

“Tapi masih bisa pake telepon sama sms toh?”

Nuri mengangguk. “Masih. Tapi nggak bisa internetan, Pak. Nggak bisa BBMan, Line sama buka facebook.”

Dahi Darno mengerut, “Emang itu yang kamu sebutin penting, Nduk? Harus?”

Nuri mengangguk lagi. “Semua kawanku udah punya, Pak. Masa aku sendiri yang belum punya. Nggak update aku, Pak.”

Darno menghela napas panjang. Kepalanya pusing mendengar banyak istilah yang disebutkan Nuri. Istilah zaman sekarang pastinya, karena di zamannya anak seusia Nuri hanya tau sekolah. Belajar. Mana ada hp.

“Berapa harganya?”

“Macam- macam, Pak.” Jawab Nuri, “Yang mahal ya sampe jutaan tapi kalau murah lima ratus ribu juga ada?”

“Lima ratus ribu?” Darno menggeleng. Uang sebanyak itu bisa untuk kebutuhan belanja istrinya sebulan. Itupu  terkadang masih kurang. Anaknya bukan cuma Nuri, masih ada dua lagi. Dan semuanya juga butuh biaya. Dia yang sudah mati- matian bekerja saja masih kurang untuk menutupi kebutuhan sehari- hari dan kini anaknya membutuhkan uang sebanyak itu dengan alasan hp nya jadul.  Ya Tuhan,

“Nduk,” Darno menghirup napas dalam- dalam sebelum akhirnya memberi penjelasan agar Nuri mengerti, “Kamu tahu kan bapakmu bukan orang kaya. Cuma kuli. Sudah bersyukur kita hidup di rusun begini, nggak terlantar di kolong jembatan. Tapi kita juga harus hidup prihatin. Biaya semakin mahal, lah kalau kamu tak kasih duit beli HP baru nanti kita makan apa. HP mu nggak bisa dimakan kan?”

Bibir Nuri mencebik. Darno melihatnya, ia menggelengkan kepala. “Seumur kamu itu yang penting sekolah yang bener biar jadi orang. Nanti kalau kamu jadi orang, banyak duit HP se-truk juga bisa kebeli.”

“Sudah! Sana belajar. Nggak usah mikirin HP. Pakai yang ada.”

Masih dengan wajah bertekuk Nuri bangkit. Darno menggeleng. Tingkah anak sekarang apa memang seperti ini? Karena minggu lalu Rahman, teman sesama kuli bangunan juga mengeluhkan sikap anaknya yang sering meminta uang untuk jalan- jalan bersama teman- temannya, lalu Haidir juga dibuat pusing karena putranya marah karena tak kunjung dibelikan motor.

Dunia memang sudah aneh.

***

“Pak, Bapak! Pak!” Darno menghentikan kegiatan mengaduk semen. Punggungnya ditegakkan dan menemukan istrinya tengah berlari- lari menghampirinya dengan wajah sembab.

“Pak, pak Nu—Nuri, Pak.”

Raut cemas dan panik istrinya seketika menular. Pikiran buruk berkelebat di benak Darno. “Nu—nuri kenapa, Bu? Ada apa dengannya? Nu—nuri baik- baik aja kan?”

“Nu-nuri di kan- kantor po-lisi, Pak.”

Darno terbelalak, “Kantor polisi?”

“Iya, Pak. Nuri ketahuan maling HP.”

“Masya allah, Nuri!” Darno menggeleng tak percaya. Anaknya nekat. Padahal ia mengira pembicaraan minggu lalu sudah berakhir. Nuri tak merengek meminta HP. Anak itu terlihat baik- baik saja.

Tapi siapa sangka?

“Ayo, Pak kita ke kantor polisi sekarang.” Ajak istrinya seraya menarik tangan Darno. Darno menahan gerakan tersebut membuat istrinya mengernyit bingung.

“Sabar, Bu.” Katanya kemudian, “Aku tak cari pinjeman dulu. Nanti di sana pasti dimintai duit tebusan.  Aku nggak punya duit kalau sekarang.”

Dan istrinya hanya bisa menunduk lemah. Iya, mereka tak punya duit sekarang!

****

Lampung, Maret 2016

[ISL]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun