Aku merengut. Kelima orang di depanku justru meributkan ketidakhadiran mama. Bukannya menanyakan tentang aku, yang ada sibuk menyuruh mama kemari. Ah, sial! Sial!
Aku baru mau membuka mulut ketika tiba- tiba terdengar keriuhan dari pintu kaca yang menghubungkan antara gedung sekolah dan halaman depan. Sontak aku menoleh dan detik selanjutnya aku menggeram gusar saat menyadari penyebab keriuhan tersebut.
“Halo sayang, maaf ya mama terlambat.” Mama muncul dengan beberapa orang mengikutinya. Mereka sibuk merekam semua gerak- gerik yang mama lakukan.
Aku bungkam. Tak berniat berkata sedikitpun. Kilat cahaya mulai masuk menerpa retinaku, aku menunduk. Inilah yang paling kubenci jika mama sampai datang ke sekolah. Terusiknya kehidupan pribadiku.
“Saya yakin nilai Aruna pasti bagus. Dia anaknya rajin.” Aku memutar bola mata. Mama yang berbicara di depan kamera membuatku jengah. Aish, kenapa pula akhirnya mama datang sih?
“Oh, Ibu Carmen sudah datang,” Bu Tantri keluar dari dalam kelas. Ia tersenyum menyambut mama. Tak lupa mamapun memperkenalkan beliau di depan kamera.
“Ini Bu Tantri wali kelasnya Aruna. Beliau ini baik hati sekali. Terima kasih yah Bu, selama ini sudah direpotkan dengan anak saya.”
Drama! Basa- basi, huh! Aku berdecak sebal. Kulirik kanan kiri, kerumunan mulai tampak dan aku mulai tak nyaman.
Ah, inilah alasan yang membuatku enggan mama datang ke sekolah. Mamaku artis. Ia begitu populer dan terkenal. Segala kegiatan hariannya menjadi santapan infotainment. Menjadi hal yang paling seru diperbincangkan oleh masyarakat. Mama sendiri tak pernah berkeberatan jika kehidupan pribadinya mulai terekspos. Dia senang karena semakin terkenal. Tapi tidak denganku,
Aku tersiksa.
Sangat- sangat tersiksa.