“Ini apa- apaan sih, An?” Kening Marcell mengerut bingung. Matanya menatap spanduk yang sudah terpasang rapi. Tanganku bergerak memperbesar layar kamera yang kupegang, mendapatkan wajah Marcell sepenuhnya. Sesekali berpindah ke Mariana.
Cih, senyum malu- malu itu! Amit- amit dah,
“Itu perasaanku, Cell sama kamu. Aku bawa kamu ke sini buat bilang aku sayang sama kamu.”
Nih cewek emang nggak ada malunya. Bertahun- tahun bersahabat dengannya aku tau persis sikapnya. Berani, percaya diri dan blak- blakan.
“Terus?”
Aku melongo. Kok terus? Ini Marcell yang dodol apa gue sih yang salah dengar. Tempatku memang agak tersembunyi dari pandangan mereka tapi juga tidak terlalu jauh. Sepinya ruangan jelas membuatku mendengar apapun yang mereka katakan.
“Terus kamu jadi pacar aku,”
Aku mendengus geli. Mariana tak terpengaruh. Benar- benar percaya diri yang sangat tinggi!
“Tapi aku nggak suka kamu.”
Whatt! Aku melotot saking terkejutnya. Mariana juga. Ia terbelalak tak percaya. “Ta—tapi…,”
Bibirnya bergetar. Kalau sudah begini aku tak sabar muncul dari persembunyianku. Tak peduli rekaman yang harus kubuat. Mariana itu sahabat karibku, melihatnya menangis tentu mendidihkan isi kepalaku.