Dalam Islam segala sesuatu pasti ada aturan atau etika, begitupun dalam mencari harta Islam tidak membiarkan seseorang bekerja sesuka hati untuk mencapai tujuan dan keinginannya dengan menghalalkan segala macam cara seperti melakukan penipuan, kecurangan, riba, menyuap dan perbuatan batil lainnya.
Tetapi dalam islam diberikan suatu batasan antara yang boleh dan yang tidak boleh, yang benar dan yang salah serta yang halal dan yang haram. Batasan inilah yang disebut dengan etika, perilaku atau etika dalam mencari nafkah juga tidak luput dari adanya nilai moral atau nilai dalam mancari nafkah. Penting bagi para pencari harta untuk bisa mengintegrasikan dimensi moral dalam ruang lingkup pekerjaan atau bisnis.
Dalam sebuah hadits riyawat Ibnu Majah di jelaskan etika dalam mencari harta sebagai berikut
اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ فَإِنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوتَ حَتَّى تَسْتَوْفِىَ رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ خُذُوا مَا حَلَّ وَدَعُوا مَا حَرُمَ » (رَوَاهُ ابْنُ مَاجَه)
- Artinya: Dari Jabir bin Abdullah r.a. berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Wahai manusia, bertaqwalah kepada Allah dan berbuatlah baik dalam mencari harta karena sesungguhnya jiwa manusia tidak akan puas / mati hingga terpenuhi rezekinya walaupun ia telah mampu mengendalikannya (mengekangnya), maka bertaqwalah kepada Allah SWT dan berbuat baiklah dalam mencari harta, ambillah yang halal dan tinggalkan yang haram” (HR Ibnu Majah).
Dalam hadits di atas Rasulullah memerintahkan kepada kita untuk bertaqwa kepada Allah dan berbuat baik dalam mencari harta. Mengapa Rasulullah memerintahkan hal tersebut? Sebagaimana yang kita ketahui sifat manusia yang tidak pernah puas walaupun kebutuhannya sudah terpenuhi selalu ada rasa kurang dan kurang.
Oleh karena itu kita harus bisa mengendalikan diri dengan cara selalu bersyukur kepada Allah atas harta yang kita miliki bisa saja kita melakukan hal yang dilarang oleh Allah jika kita tidak bisa mengendalikan diri kita. Sedangkan Allah memerintahkan kita agar mencari harta dengan cara yang halal.
Mencari rezeki/ harta juga harus diniati sebagai bekal ibadah agar diberi kecukupan oleh Allah dan agar tidak merasa kekurangan baik di dunia maupun di akhirat. Hal ini senada dengan firman Allah bahwa seorang muslim hendaknya mencari kebahagiaan akhirat, dan tidak melupakan kenikmatan dunia, karenanya diperintahkan untuk berbuat baik kepada orang lain.
Rasulullah saw sangat menekankan agar umatnya mencari harta yang halal. Sebab akan ada dua pertanyaan yang terarah berkaitan tentang harta yang kita miliki, tentang asal harta kita dan bagaimana membelanjakannya. Dalam hadits Abu Barzah Al Aslami RA, beliau bersabda,” tidak akan bergeser tapak kaki seorang hamba pada hari kiamat, sampai ia ditanya tentang empat perkara yaitu: tentang umurnya untuk apa ia habisakan, tentang jasadnya untuk apa ia gunakan, tentang hartanya darimana ia mendapatkannya dan kemanakah ia meletakkannya dan tentang ilmunya, apakah yang telah ia amalkan.” ( HR At Tirmidzi dan Ad Darimi).
Rasulullah saw telah menjelaskan kepada kita dalam banyak hadist, tentang pentingnya mencari harta dengan cara yang halal. Dalam sebuah hadist dari Abdullah bin Mas’ud RA, Rasulullah saw bersabda,” tidak ada satu pun amalan yang mendekatkan kalian ke surga, melainkan telah aku perintahkan kalian kepadanya.
Dan tidak ada satupun amalan yang mendekatkan kalian ke neraka, melainkan aku telah melarang kalian darinya. Janganlah kalian menganggap rezeki kalian terhambat. Sesungguhnya malaikat Jibril telah mewahyukan ke dalam hati sanubariku, bahwa tidak ada seorang pun meninggalkan dunia ini melainkan setelah sempurna rezekinya.
Bertaqwalah kamu kepada Allah wahai sekalian manusia. Carilah rezeki dengan cara yang baik. Jika ada yang merasa rezekinya terhambat maka janganlah ia mencari rezeki dengan berbuat maksiat, karena karunia Allah tidaklah didapat dengan perbuatan maksiat. ( HR Al Hakim). Rasulullah saw dan para sahabat telah mencontohkan prinsip betapa ketatnya mereka dalam memperhatikan harta ini. Mereka selalu memastikan denngan sungguh-sungguh, apakah harta yang mereka peroleh itu halal dan baik ataukah haram.
Seseorang yang akan mencari harta baik sebagai pegawai, pedagang atau profesi lainnya hendaklah memperhatikan dua perkara penting yaitu :
Pertama : Ilmu. Berilmu sebelum berakata dan berbuat ini adalah prinsip yang telah disepakati. Seperti contoh dalam hal jual beli seseorang hendaknya telah memahami apa saja yang wajib ia ketahui berkaitan dengan pekerjaan yang ia lakukan. Umar bin Al Khattab pernah melarang para pedagang yang tidak mengetahui hukum hukum jual beli untuk memasuki pasar. Minimal ia harus mengerti hal-hal penting yang wajib diketahui.
Kedua: taqwa. Taqwa adalah sebaik-baiknya bekal. Pegawai, pedagang atau apapun profesinya harus memiliki bekal taqwa. Rasulullah saw telah mengingatkan dan mengancam para pedagang dengan sabda beliau,” para pedagang itu kebanyakan orang-orang fajir.” Pedagang yang fajir yaitu pedagang yang tidak mengindahkan rambu-rambu syariat. Sehingga ia jatuh ke dalam larangan-larangan seperti sumpah palsu untuk melariskan dagangan, menipu, curang dan lain-lain. Jadi jika menjadi pegawai atau pedagang harus jujur dan amanah karena itu merupakan buah dari ketaqwaan.
Itulah dua perkara penting yang harus kita miliki, yaitu ilmu dan ketaqwaan. Apapun pekerjaan kita entah itu pegawai atau pedagang jadilah pegawai atau pedagang yang berilmu dan bertaqwa karena ilmu dan taqwa merupakan kunci mencari harta yang halal dan baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H