Mohon tunggu...
Ima Patimasang
Ima Patimasang Mohon Tunggu... -

seorang pelajar yang menuntut ilmu di negeri kangguru. a traditional bookworm who loves to travel. salam kenal! =)

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Biarkan Rakyat Papua Ikut Memiliki Indonesia Juga

11 November 2011   10:49 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:47 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

monitorindonesia.com

Selasa kemarin adalah hari ujian Lending Decisions saya. Walau nama mata kuliahnya Lending Decisions, tapi kami tidak hanya diajarkan tentang bagaimana cara meminjamkan uang, tp kami juga belajar tentang ethical issues, dll. Termasuk didalamnya kasus krisis di Yunani.

Nah lho, apa hubungannya Yunani sama Papua? Jelas ada!! Rakyat di kedua tempat ini sama-sama memberontak kepada pemerintahannya. Menurut pendapat dosen saya, rakyat di Yunani memberontak karena pemerintahnya tidak dapat menyediakan kesejahteraan bagi rakyatnya. Not enough public facilities, no job security, big corruptions, etc. intinya, rakyat merasa kalau pemerintah tidak dapat mensejahterakan mereka; dan ini pula yang terjadi di Papua.

Tadi malam saya menonton Indonesia Lawyers Club melalui internet, yang saat itu topiknya, “Gunjang Ganjing Bumi Papua”. Tidak sembarangan lho narasumber2nya. Pak JK pun turut hadir untuk memberikan pendapatnya tentang masalah di Papua saat ini. PT. Freeport Indonesia juga turut hadir, untuk menanggapi masalah karyawan mereka yang saat ini sedang mogok dan menuntut kenaikan gaji.

Papua memiliki kekayaan alam yang sangat berlimpah. Dengan tambang emasnya yang menjadi salah satu tambag terbaik di dunia, dengan hutannya yang masih hijau, dengan Gunung Jaya nya, serta wisata alam Raja Ampatnya, dll.

Bagaimana rasanya, jika anda kaya, tapi tidak dapat menikmati kekayaan anda? Tentu tidaklah enak rasanya. Begitupun rakyat Papua. Dengan tambang emasnya yang saat ini di explorasi oleh PT. Freeport (Indonesia) yang berpusat di Amerika, rakyat Papua hanya menjadi buruh di daerahnya sendiri. Dengan gaji yang sangat rendah jika dibandingkan dengan tenaga kerja luar negeri di papua, tentulah mereka merasa di anak tirikan. Angka inflasi di Mimika (Lokasi tempat PT. Freeport Indonesia) berada pun tidak berbanding lurus dengan kenaikan gaji pegawainya. Dengan angka inflasi yang mencapai 10%, tentulah kenaikan gaji yang hanya 3% akan menjadi sangat berat bagi pekerja disana. Harga kebutuhan pokok yang selangit pun menambah panjang daftar permasalahan rakyat papua, terutama yang berada di Mimika.

Selama ini, saya tidak sadar kalau Indonesia itu ternyata memiliki 2 speed economy seperti Australia. Tetapi masalahnya, jikalau daerah sekitar tempat yang di explorasi oleh BHP Billiton maju seiring dengan angka inflasinya, justru di papua, daerah tersebut mundur seiring dengan tingginya angka inflasi di daerah tersebut. Kenapa saya bilang begitu? Karena fasilitas2 publik disana masilah sangat minim. Mungkin memang saya agak sok tau, tapi gambaran seperti itulah yang saya dapatkan saat saya membaca dan/atau menonton berita tentang papua.

Di acara Indonesia Lawyers Club, ternyata para narasumber pun mempunyai pendapat yang sama dengan dosen saya, bahkan mereka mengatakan bahwa rakyat papua memberontak karena pemerintah belum dapat memberikan rasa keadilan dan kesejahteraan bagi mereka. Dan saya sangat setuju dengan ini.  Jikalau rakyat merasa bahwa pemerintah adil, tentulah mereka tidak akan memberontak. Tingkat kemiskinan yang tinggi di papua, serta minimnya fasilitas publik yang tidak berbanding lurus dengan alokasi dana yang diberikan oleh pemerintah pusat tentu menunjukkan tingginya angka korupsi di Papua. Belum lagi rumor yang mengatakan bahwa para pejabat daerah Papua, lebih sering berada di Jakarta daripada di Papua, yang hanya di jawab ketawa oleh Pak Gubernurnya saat ini. Kalau dihitung alokasi dana per kepala, memang alokasi Rp 10 juta per kepala untuk Papua memang jauh lebih tinggi daripada alokasi dana untuk daerah Jawa yang hanya mendapat jatah Rp 1.5 juta per kepala. Tapi tentulah ini harus diliat dari banyak aspek:

(1) aspek ekonomi. Kontribusi daerah yang diberikan ke pemerintah pusat sangat lah tinggi. Kontribusi dari PT. Freeport dan perusahaan2 di Papua lainnya tentulah sangat tinggi, apalagi seiring dengan tingginya harga emas dan mineral saat ini. Tentulah wajar bagi Papua untuk mendapatkan jatah yang lebih tinggi dibandingkan daerah2 lainnya;

(2) Alam Papua yang masih sangat alami tentu membutuhkan biaya pengembangan infrasturktur yang sangat mahal. Belum lagi lokasi Papua yang jauh akan menyebabkan tingginya harga bahan2 bangunan disana. Kata Gubernurnya, untuk membangun jalan sepanjang 6000km++ dibutuhkan dana Rp 200 M. dengan alokasi dana Rp 1 M per tahun, butuh 200 tahun agar jalan tersebut dapat selesai. Ini baru jalannya. Belum jembatannya, belum fasilitas publik lainnya, belum lagi korupsinya;

(3) Papua masuk dalam daerah yang mendapatkan OTSUS (Otonomi Khusus) selain Aceh, jadi jelas Papua mendapatkan jatah lebih banyak daripada daerah-daerah lain.

Kenapa rakyat Papua ingin Merdeka? Kenapa sampai ada OPM (Organisasi Papua merdeka)?

Salah satu narasumber di Indonesia Lawyers Club menyebutkan tentang pentingnya National Character Building untuk rakyat Papua. Rakyat Papua kurang mempunyai rasa Nasionalisme, mereka kurang mempunyai rasa bahwa mereka adalah bagian dari rakyat Indonesia. Wajar memang, dengan pemerintah yang hanya memfokuskan pembangunan di daerah jawa, tentu rakyat Papua merasa dianak tirikan. Lokasinya yang memang jauh dari ibukota mungkin menjadi salah satu sebab mengapa pemerintah kurang memberi perhatian khusus. Selain itu, kurangnya pejabat negara (Contoh: Menteri) yang berasal dari Papua mungkin menyebabkan tidak ratanya pembagian alokasi proyek-proyek pembangunan Nasional. Seperti yang sudah saya tulis sebelumnya, rakyat Papua butuh keadilan dan kesejahteraan. Jika rakyat Papua merasa bahwa pemerintah telah berlaku adil terhadap mereka, tentu tidak akan ada lagi pertumpahan darah di Papua. Terlebih lagi jika mereka semua sudah hidup sejahtera, jauh diatas angka batas kemiskinan. Tahun 2000, Papua termasuk salah satu daerah dengan penduduk termiskin terbanyak di Indonesia, dengan angka yang mendekati 50%. Lebih dari 40% rakyat Papua tergolong miskin!! Sungguh ironis! Punya kekayaan alam yang berlimpah, tetapi miskin. Justru negara lain lah yang mengambil untung atas kekayaan mereka.

Pemerintah pun sepertinya tidak dapat berbuat banyak; terlihat dari angka pembagian keuntungan yang hanya 1% untuk pemerintah. Harusnya pemerintah dapat bernegosiasi untuk mendapatkan jatah yang lebih tinggi dari sekedar 1%. Tapi sudahlah, beberapa tahun yang lalu, kontrak 1% ini baru saja diperpanjang untuk 40 tahun kedepan. Nasi telah menjadi bubur, sekarang kita membutuhkan pemerintah dan pejabat2 yang pintar memutar otak untuk menggunakan jatah 1% ini untuk memajukan Papua dengan semaksimal mungkin. Para pejabat seharusnya sadar, bahwa rakyat Papua membutuhkan mereka. Jangan lah mengambil uang yang bukan hak mereka, jangan lah mengkorupsi uang yang seharusnya dialokasikan untuk rakyat Papua. Para pejabat Papua yang saat ini lebih sering di Jakarta sebaiknya lebih banyak meluangkan waktunya di Papua. Rakyatmu membutuhkanmu bapak2 dan ibu2 pejabat yang terhormat.

*dari berbagai sumber dan pendapat pribadi. kurang dan salahnya, mohon dimaafkan :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun