Sejatinya dokter adalah sosok yang selalu siap sedia untuk yang namanya kepentingan pasien. Dan hampir semua dokter mendedikasikan dirinya untuk pasien, terlepas dari motivasinya untuk mendapatkan harta. Tapi itu jelas terbukti dari jam terbang dokter di kota Medan yang saya lihat, khususnya untuk dokter spesialis. Dalam sehari, dokter bisa berpindah dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain, dari pagi sampai menjelang tengah malam. Belum lagi kalau dia buka praktek di rumah, saya sendiri merasa salut saat membayangkan para dokter tersebut selalu sibuk dengan pasien, pasien dan jam-jam praktek di rumah sakit. Lalu apa masalahnya buat saya?
           Dua hari ini saya berkesempatan mendampingi oppung saya ke sebuah rumah sakit berkelas dan masih baru di kota Medan. Kita sengaja ambil jalur umum, supaya agak cepat dan puas konsultasinya. Wajar dong, kita yang sakit bertanya ini dan itu terkatit penyakit kita, dan amat sangat wajar juga kalau dokter tersebut menanyakan riwayat kesehatan kita. Dan disinilah letak kesalahan pertama, walau tidak semua dokter tapi bisa dipastikan tujuh dari sepuluh dokter akan berubah sangat dingin kalau pasien yang ditanganinya dari jalur BPJS. Terlihat mempersingkat waktu konsultasi, kita seolah tidak punya celah untuk bertanya. Setelah bertanya keluhan sebentar lalu tulis resep dokter, saat mulut mulai terbuka untuk mengajukam pertanyaan si dokter sambil menulis resep pura-pura tidak lihat si pasien malah menyuruh perawatnya memanggil pasien berikutnya. Dokter macam apa yang saya datangi? Bukan obat saja yang  saya mau. Beberapa dari dokter spesialis yang kita kunjungi lewat jalur BPJS menawarkan obat yang lebih bagus dari obat generic versi BPJS. Lalu saya ingat suami teman saya pernah cerita bahwa menjual obat menjadi kerja sampingan dokter sekarang, semakin banyak obat yang keluar semakin besar yang mereka dapat. Ahh.. benar-benar ngeri.
     Kembali ke awal, setelah sampai di rumah sakit dan registrasi. Kita dijanjikan sama adminnya menunggu karena dokter sedang ada operasi. Jadwal yang saya lihat di website rumah sakit yang iseng saya search sebelum datang ke rumah sakit ini adalah jam 10.00 – 12. 00. Kita menunggu kira-kira lebih dari satu jam. Dokter yang ditunggu akhirnya datang dengan tergopoh-gopoh dan lewat dari jadwal yang sudah ditentukan. Para pasien dari jalur umum termasuk kita mulai siap-siap ngantri. Apesnya, tak satupun perawat yang datang membantu dia. Ternyata setelah diselidiki, ini dikarenakan jadwal pak dokter yang gak pernah sesuai dengan jadwal di website. Akibatnya perawat jadi ikutan gak standby. Menurut mereka dia adalah dokter satu-satunya yang standby di pagi hari. Nah loh, semestinya lagi seorang dokter harus bisa memilih antara hanya melayani operasi sehingga tidak mengabaikan pasien di poli atau di poli saja tanpa harus membebani diri dengan jadwal operasi yang suka molor dari perkiraan. Jangan ambil keduanya pak dokter, serakah itu namanya.
    Ini lah letak kesalah kedua, bahwa banyak dari dokter yang tidak konsisten dengan jadwalnya. Baiklah karena dia punya tanggung jawab harus operasi, tapi semestinya seorang dokter spesialis sudah harus bisa memperkirakan waktu antara operasi dan jadwal lainnya. Saya sungguh prihatin, melihat tampang dokter yang keluar dari ruangan dan memanggil perawat yang akan menolongnya.
   Tak sampai di situ, kepuasan yang kita harapkan dari si dokter harus ditelan bulat-bulat. Karena cenderung hanya menanyakan keluhan lalu suruh photo tanpa menanyakan riwayat. Dan dia terlihat capek, inilah yang menjadi masalah. Dokter yang capek bukan tidak mungkin melakukan kesalahan saat melakukan pemeriksaan kepada pasien. Tidak heran, kalau masyarakat kita banyak yang berobat ke luar. Karena kejadian di atas sangat tidak pernah terjadi. Walau bagaimana dalam hal ini rumah sakit juga harus ikut andil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H