Mohon tunggu...
Imanuel  Tri
Imanuel Tri Mohon Tunggu... Guru - Membaca, merenungi, dan menghidupi dalam laku diri

di udara hanya angin yang tak berjejak kata. im.trisuyoto@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru, Jangan Menyuruh Siswa Membaca

2 April 2021   16:09 Diperbarui: 2 April 2021   16:10 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah bukan rahasia bahwa minat baca siswa kita ada pada tataran memprihatinkan.

Bukan hanya guru yang merasa prihatin tentang rendahnya minat baca itu. Orang tua siswa juga merasakan hal yang sama.

Rendahnya minat baca siswa itu bukan lagi sebagai kegelisahan tetapi sudah menjadi kenyataan. Hasil survei Programme for International Student Assessment (PISA) 2018 yang dirilis pada Desember 2019, kemampuan baca siswa kita berada di ambang juru kunci.

Namun, keprihatinan saja tidak cukup lo untuk mengatrol naiknya minat baca. Perlu ada tindakan riil untuk perbaikan minat baca tersebut.

Beberapa Tindakan Untuk Meningkatkan Minat Baca Siswa

Gbr.Sekolah.Com
Gbr.Sekolah.Com

1. Ajak siswa membaca, awas jangan menyuruhnya membaca 


Dalam hal membaca guru dan orang tua memiliki kesamaan yaitu ingin anak-anak gemar membaca. Lantas tindakan yang dilakukan juga sama yaitu menyuruh anak membaca!


"Kamu harus senang membaca, sebab anu!"
"Baca dulu, itu sampai selesai!"
"Ayo, bacalah biar anu!"


Nah, begitu kalimat yang sering didengar anak-anak. Dan perintah seperti itu, benar-benar menyebalkan bagi mereka.

Kalaupun anak-anak membaca, paling-paling hanya sebentar. Mereka tidak membaca dengan sungguh-sungguh. Terpaksa! Begitu kira-kira.

Jadi, anak-anak memang pada dasarnya tidak suka diperintah. Apalagi dipaksa, jangan deh, Bapak dan Ibu.

Lantas apa yang harus dilakukan orang tua dan guru? Me-nga-jak!

Ya, mengajak untuk membaca. Itu menyenangkan.

Stop, dulu. Apa bedanya dengan menyuruh membaca? Beda dong!

Kalau mengajak, berarti ikut melakukan. Saat orang tua mengajak anak membaca, berarti orang tua juga membaca.  Demikian juga, guru mengajak siswa membaca berarti guru itu sudah aktif membaca.

Mengapa harus begitu? Percayalah, anak-anak akan mudah mengikuti keteladanan daripada mentaati perintah.

Sikap perilaku anak-anak sesungguhnya lebih banyak terbentuk oleh keteladanan yang mereka lihat sehari-hari. Termasuk membaca? Iyalah, Bapak-Ibu.

Jadi, begini yuk instrospeksi diri sebentar. Bukankah banyak ibu atau bapak, menyuruh anak membaca sementara ibu dan bapaknya itu main gawai atau asik menikmati acara televisi. Coba, renungkan. Itu menyakitkan hati anak, lo.

Guru juga begitu. Jangan sering menyuruh siswa membaca sementara dirinya sendiri tak pernah membaca.

Guru tidak cukup hanya membaca buku pelajaran yang dibaca siswa. Spirit guru untuk membaca  harus jauh lebih tinggi dari siswa. Dengan memiliki spirit membaca yang kuat, spirit itu akan ter-transfer kepada para siswa.

Kalau ada guru yang hanya membaca buku pelajaran. He he he coba bandingkan dengan beban siswa.

Dalam setahun seorang siswa harus membaca misalnya 9 buku (mata pelajaran), dan jika guru tidak membaca buku-buku di luar buku siswa itu, maka simpulan perbandingannya yaitu siswa 9, guru 0. Lo, kok begitu? Iya, kan buku pelajaran dari tahun ke tahun tetap saja itu. Artinya, guru sudah membacanya di tahun lalu!

Jadi, agar bisa mengajak siswa membaca, guru harus gemar membaca buku referensi.

Baiklah, sebagai testimoni saya ajukan pertanyaan begini, guru (juga orang tua), dalam setahun terakhir ini, berapa buku baru yang Anda baca?! Wk wk wk

foto.im.tri.suyoto.doc.pri
foto.im.tri.suyoto.doc.pri

2. Buat kegiatan rekreatif - edukatif  yang memiliki mata rantai membaca

Suatu hari, sebelum pelajaran,  Pak Po, sebut saja demikian, membuat kuis berhadiah di kelas.

Kuisnya sederhana. Ada berapa kata "kemudian" di bacaan berjudul "anu" di buku halaman sekian?

"Ini hadiahnya!" Pak Po menaruh bungkusan hadiah di mejanya.

Tanpa ba-bi-bu, murid-murud Pak Po berebut membuka buku, mencari bacaan yang dimaksud dan membacanya sambil menghitung kata "kemudian".

Mereka asyik. Iya, mengasyikkan bagi anak-anak. Pun, setelah hadiah teraih, Pak Po melanjutkan dengan pertanyaan. Kalimat yang mana di dalamnya ada kata "kemudian" ?

He he he serentak, anak-anak seperti nyungsep kepalanya ke dalam bacaan yang tadi. Dan hanya beberapa saat hampir semua anak tunjuk jari, sambil berteriak, "Saya, Pak!"

Pak Po, masih terus memainkan jurus habis gelap terbit terang. Maksudnya, malas membaca gelap hidupnya, gemar membaca masa depan jadi terang.

"Bagaimana cerita yang kalian baca tadi? Coba ceritakan berantai tiga orang, tiga orang!"

Wuih, spontan murid-murid Pak Po keluar dari tempat duduk menggandeng temannya lantas maju di depan kelas.

Keren, sungguh keren bagiku!

Anak-anak bisa enteng melakoni dari membaca, menyelami, hingga memahami isi bacaan dengan cara yang tak dirasa.

Nah, itu baru salah satu model yang ditunjukkan Pak Guru Po. Namun, cukuplah dapat kita tangkap bahwa Pak Po tidak memaksa siswa untuk membaca. Tentu, Pak Po sudah melahap banyak referensi mengajar hingga transfer minat bacanya benar-benar terjadi.


3.  Untuk point 3 dan seterusnya, saya tayangkan pada tulisan mendatang. @salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun