Esensi pembelajaran adalah terjadinya komunikasi hangat antara orang dewasa dan orang yang belum dewasa. Jadi, pembelajaran harus dari hati ke hati.
Disadari atau tidak, dalam pembelajaran jarak jauh (daring) sesungguhnya ada sesuatu yang hilang. Sebab pembelajaran harus menyentuk hati dan jiwa.
Bahwa pembelajaran secara daring bisa dilakukan dengan menggunakan berbagai sarana dan teknologi moderen, itu benar. Namun, tentang pembelajaran tidak sesederhana itu.
Serius, pemanfaatan teknologi tidak serta merta membuat pembelajaran bermutu tinggi. Penggunaan teknologi harus dibarengi dengan konten yang bergizi.
Pembelajaran Daring yang memanfaatkan teknologi semacam google classroom,  google form, google meet, dan  berbagai fasilitas lain sejenis mestinya dipikirkan dengan sungguh-sungguh oleh guru. Jangan teknologinya moderen tetapi tidak berisi gizi edukasi yang memadai.
Sebagai contoh menggunakan teknologi moderen (google form) tetapi isinya cuma sekadar LKS.
Maaf, menyimpang sebentar sekadar memberi penjelasan pergeseran makna LKS.
LKS dulu, sebenarnya Lembar Kerja Siswa. Sebuah panduan kegiatan untuk mencapai tujuan pembelajaran (kompetensi). Jadi dalam LKS ada langkah-langkah ada tahapan proses yang dilalui siswa dengan penuh makna edukasi.
Namun, LKS sekarang, cenderung  berisi soal-soal ingatan (C1) saja  yang hanya mengejar hafalan. Mungkin, LKS sekarang sudah berubah kepanjangannya menjadi  LEMBAR KESENGSARAAN SISWA (LKS). Â
Lantas, kalau pembelajaran cuma begitu adanya, seberapa besar teknologi memberi manfaat bagi pelajar?
1) Teknologi itu sarana
 Teknologi sebagai sarana dimanfaatkan untuk mencapai kompetensi. Diharapkan dengan mengunakan teknologi, pencapaian kompetensi bisa lebih cepat dan optimal.
Masalahnya, sebagian guru masih belum melek teknologi.
Dan bagusnya, setahun belakangan banyak guru yang berlomba belajar menguasai google  classroom, google meet, google form, pembuatan video, dan macam-macam lagi. Dalam waktu yang relatif singkat mereka, para guru bisa menggunakan teknologi modern tersebut.
Bahkan, sekarang sebentar-sebentar Zoom meeting, buat video pembelajaran, buat soal-soal tes di google form dan format sejenisnya. Sayang sekali, konten yang dimasukkan jauh dari harapan pembelajaran mutahir.
Pembelajaran mutahir yang banyak disebut sebagai pembelajaran abad 21 menghendaki peserta didik  berpikir tingkat tinggi, higher order thinking (hots). Sementara sajian materi pembelajaran di perangkat teknologi yang dianggap moderen tersebut justru hanya berupa tuntutan pikiran tingkat rendah, lower order thinking (lots).
Mau tidak mau, ayolah teman - teman guru, jangan puas hanya karena sudah menggunakan sarana teknologi moderen. Konten-nya juga harus diisi dengan gizi yang memadai.
Dengan begitu Pembelajaran Daring bukan merupakan Pembelajaran yang Kering.
2) Belajar itu kompetensi
Kegiatan pembelajaran itu mengejar kompetensi. Suatu kemampuan tertentu yang sudah dicanangkan dalam kurikulum itulah yang dikejar, dicapai, dan dihidupi dalam pembelajaran.
Pembelajar harus menguasai konten pembelajaran  dan juga harus mahir memanfaatkan berbagai sarana. Itu baru prasyarat untuk menolong pelajar mencapai kompetensi.  Jika itu terpenuhi, pelajar akan mudah dalam belajar.
Tentu dengan rakitan pembelajaran yang moderen dan tepat akan melecut para pelajar segera mencapai puncak keberhasilan. Dalam hal ini bukan hanya keberhasilan dari sisi kognitif saja, melainkan juga dari sisi yang lain yaitu kemampuan afektif, dan psikomotor. Â
3) Hasil belajar itu bukan nilai (angka)
Sering kali orang dewasa baik orang tua siswa maupun guru sudah puas dengan capaian angka. Jika anak atau siswa sudah mencapai angka di atas kriteria ketuntasan maka sudah merasa puas.
Bahkan bagi sebagian orang dewasa semakin tinggi nilai (angka) dicapai, semakin bangga. Padahal seringkali angka-angka itu tidak menggambarkan keseluruhan kompetensi.
Jelasnya begini! Kompetensi meliputi keseluruhan kemampuan baik kognitif, afektif, maupun psikomotor. Sedangkan nilai (angka) yang didapat siswa itu cenderung hanya mengukur kemampuan kognitif.
Dengan begitu, ada baiknya kita me-reset mindset yang sudah salah itu. Kita siapa? Ya, semua orang dewasa baik awam dalam hal ini orang tua siswa maupun praktisi yakni guru dan stekeholder pendidikan.
Pembelajaran daring tidak boleh kering. Karena daring pembelajaran jarak jauh, maka perlu dirancang dengan penuh gizi edukatif serta memperhatikan efektifitas penggunaan sarana hingga pembelajaran benar-benar bermakna tinggi bagi pelajar.
Penggunaan sarana teknologi itu harus tetapi sarana moderen tersebut tidak serta merta membuat pembelajaran menjadi bermutu. Sarana moderen harus diimbangi dengan konten yang berbobot sesuai tuntutan kompetensi.
Dengan begitu, pembelajaran daring bukan saja disenangi oleh pelajar tetapi memberi makna dalam kehidupan sekarang dan yang akan datang @ salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H