Peristiwa karut-marut PPDB di berberapa daerah di Indonesia sebenarnya bukan baru kali ini. Tahun-tahun sebelumnya juga sudah terjadi permasalahan tentang diuntungkan, dirugikan, dan akal-akalan.
Mencuatnya kasus PPDB sebenarnya terjadi karena ada pihak yang mem-viralkan yaitu calon peserta didik (baca: orang tuanya)! Nah, percaya tidak, bahwa karut-marut juga terjadi pada Kurikulum 2013 (Kurtilas) - yang dalam hal ini sebenarnya sama-sama bagian dari rentetan pendidikan di Indonesia.
Hanya saja, karut-marutnya Kurtilas tidak ada yang mem-viralkan. Kalau pun ada yang mempersoalkan, hanya disampaikan secara tipis-tipis saja!
Nah, dengan santai saya akan tunjukkan kekarut-marutan kurikulum sekolah yang masih digunakan yakni Kurtilas! Saya mulai dari sepotong adegan dalam seminar!
"Siapa, di antara Bapak Ibu Guru yang menggunakan lebih dari 5 buku teks?" tanya saya kepada peserta seminar, sekitar 170 guru.Â
Tidak satu pun yang tunjuk jari. Maka, pertanyaan itu saya ulang, tapi saya turunkan jumlah buku teks-nya jadi 4. Â Karena masih tidak ada yang tunjuk jari, maka saya turunkan lagi.Â
Akhirnya ada sekitar 5 orang guru yang tunjuk jari ketika pertanyaan saya hanya menggunakan 2 buku teks.Â
"Siapa yang hanya menggunakan satu buku teks?"Â
Semua guru tunjuk jari.Â
"Mengapa hanya satu buku saja?" pertanyaan saya kunci.Â
Guru-guru memiliki banyak jawaban tetapi dominannya adalah "Kan itu buku teks wajib dari pemerintah!"Â
Dari adegan percakapan itu, terbukti bahwa sebagian besar guru menganggap bahwa buku ajar merupakan kitab undang-undang  yang tak perlu ditunjang dengan buku teks sebagai referensi! He he he jangan bilang mereka malas membaca buku referensi  lo, ya. Saru!
Terus, cukupkah buku ajar digunakan dalam proses pembelajaran? Pertanyaan yang ini tidak usah dibahas. Ada yang lebih mengerikan! Seperti apakah isi buku ajar Kurtilas?
Isi Buku Ajar Tidak Nyambung dengan Isi KurtilasÂ
 Sebelumnya, saya sampaikan bahwa data kajian untuk penulisan artikel santai ini hanya untuk SD. Itu pun yang saya sajikan hanya sebagian saja, biar tidak pusing!
Gini, ya! Buku ajar di SD itu dinamakan Buku Tematik. Buku Tematik itu ada dua untuk setiap tema yaitu buku siswa dan buku guru. Buku siswa itu artinya buku pegangan kegiatan belajar untuk siswa. Sedangkan buku guru merupakan buku pedoman mengajar untuk guru.
Buku siswa dan buku guru tersebut semetinya dikembangkan dari silabus. Sedangkan silabus dirancang berdasarkan Kurtilas dalam hal ini Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD). Jadi idealnya, Kurikulum -- Silabus -- Buku Ajar merupakan mata rantai yang tidak terpisahkan!
Namun, data menunjukkan ada sebagian materi di dalam buku ajar yang tidak nyambung dengan Kompetensi Dasar dalam Kurtilas. Mau bukti? Baiklah!
Sebagai contoh, berikut saya cuplikkan materi buku ajar, silabus, dan Kurtilas! Dalam hal ini materi pelajaran kelas IV SD tentang Puisi.
Di dalam buku siswa kelas 4, Tema 6, Sub Tema 1, Pembelajaran ke-1 terdapat pembelajaran tentang puisi! Berikut saya tunjukkan hasil tangkapan layar halaman buku tersebut! Â
Saya sungguh penasara! Bagaimana mungkin siswa kelas 4 SD disuruh menganalisis unsur intrinsik karya sastra (puisi). Kompasianer saja banyak yang kedodoran berpuisi di depan mimin he he he. Maaf, lo Bapak, Ibu, dan teman-teman Kompasianer, juga Mbake Mimin.
Kepenasaran itu menyebabkan saya berlari-lari untuk mencermati buku guru. Ternyata dalam buku guru terdapat pemetaan materi dan Silabus Pembelajaran. Berikut ini tangkapan layar dari halaman buku yang saya maksud.
Saya merasa tidak puas! Benar, saya semakin penasaran! Maka saya ingin membuktikan apakah kata Kurtilas! Saya bolak-balik Permendikbud yang memuat Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD). Saya cari bagian kelas IV, pada muatan pelajaran bahasa Indonesia.
Blaik! Ini yang tercantum di dalam kurikulum!
Pengetahuan :Â 3.6 Menggali isi dan amanat puisi yang disajikan secara lisan dan tulis dengan tujuan untuk kesenangan.Â
Keterampilan :Â 4.6 Melisankan puisi hasil karya pribadi dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat sebagai bentuk ungkapan diri.Â
(Permendikbud 37 Tahun 2018 sebagai perubahan Permendikbud 24 tahun 2016 Tentang KI & KD Pelajaran pada Kurtilas untuk Pendidikan Dasar dan Menengah).
Jika dicermati dengan saksama KD 3.6 , Kompetensinya adalah menggali sedangkan materinya isi puisi dan amanat puisi.  Sedangkan untuk ketrampilannya KD 4.6, Kompetensinya melisankan materinya puisi karya sendiri.
Jadi pembelajaran yang dikehendaki oleh Kurtilas, goal setting-nya adalah Menemukan isi puisi; menemukan amanat puisi; dan membacakan puisi karya sendiri.Â
Simpulan Sekilas
Tidak nyambung, bukan?! Silabus dan buku ajar mengajak siswa menemukan ciri-ciri sementara Kurtilas mengamanatkan agar siswa menemukan isi dan amanat puisi. Â Inilah yang saya katakan karut-marut! Sebab berdasarkan pengamatan saya, sekalipun terbatas! Â Sebagian besar guru mengajar dengan hanya mengandalkan buku ajar. Sementara buku ajar yang ada tidak merupakan perangkat penjabaran yang benar atas Kurtilas yang seharusnya menjadi acuan!
Seandainya, siswa pun bisa menguasai materi sesuai buku ajar yaitu ciri-ciri puisi lantas penilaiannya bagaimana? Bukankah penilaian itu berpedoman pada pencapaian kompetensi yang sudah ada dalam kurikulum? Sementara kompetensi yang sudah digariskan dalam kurikulum dijabarkan keliru oleh penulis buku. Jangan heran, kalau kemudian hasil ujian siswa (ketika masih ada ujian) hasilnya rendah. Hal ini disebabkan, karena terjadi penyimpangan goal setting kurikulum.
Bagaimana pun juga, Kurtilas dan Buku Ajar Tematik itu sama-sama diproduksi oleh Pemerintah, dalam hal ini Kemendikbud! Jadi siapa yang patut dipersalahkan? Ah, tidak usahlah, Â yang jelas kasihan siswa: tersesat! @Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H