Haruskah Mas Menteri Mengorbankan Kami Hanya Karena Corona. Ini sebuah catatan ringan hasil mendengarkan percakapan para tetangga.
Kelaziman dunia anak adalah bermain. Anak tidak bisa dipisahkan dengan bermain. Tanpa bermain, terasa ada yang bolong dalam hidup anak.
Tokoh psikologi dunia, Hurlock pun menyatakan bahwa pada perkembangan awal anak adalah belajar keterampilan fisik untuk bermain. Nah, jadi anak bermain itu identik dengan orang dewasa bekerja.
Dunia Anak Identik dengan Bermain dan Bersosialisasi
Ada saatnya anak bermain seorang diri. Namun tidak bisa selamanya. Ketika anak melihat orang lain, ia cenderung ingin bermain dengan  orang tersebut. Naluri anak memang cenderung ingin bersosialisasi.
Jangan heran kalau kemudian terjadi sepulang sekolah anak langsung bermain dengan anak tetangga, bahkan mungkin sebelum sempat makan. Sebab bagi anak bermain dengan kawan adalah segalanya.
Masa anak-anak masa yang terasa konyol bagi orang tua tetapi begitulah anak. Anak-anak rela tidak makan asal bebas bermain dengan kawan. Bahkan kadang rela ditinggal orang tua bepergian demi dirinya bisa bermain sepuasnya.
Memprediksi New Normal di Sekolah
Nah, jika pada minggu ketiga bulan Juli nanti new normal benar dijalankan di sekolah, kita bisa memprediksi yang akan terjadi. Memang ada protokoler kesehatan. Juga ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh sekolah.
Ada imbauan jaga jarak. Ada aturan cuci tangan. Ada anjuran tidak bersalaman. Ada perintah pakai masker. Guru harus memastikan diri sehat. Guru juga harus megatur agar anak tidak saling berdekatan. Semua aturan ada di surat edaran Mas Menteri.
Pertanyaannya, akan berjalan efektifkah peraturan protokoler new normal sekolah?
Kekhawatiran terbesar adalah aturan protokoler itu akan terabaikan. Bukan berarti Bapak dan Ibu Guru membangkang atau tidak menuruti aturan  pemerintah. Hal pengabaian itu semata-mata karena naluri anak itu suka bermain dan suka bersosialisasi. Tidak mungkin seorang guru bisa mengekang seratus persen naluri anak di sekolah ketika anak-anak yang lain juga hadir di sana.
Tegakah  Mas Menteri Mengorbankan Kami
Jika terjadi new normal di sekolah sekalipun sudah dengan aturan protokoler kesehatan tetapi ada satu saja oknum di sekolah yang membawa virus covid-19 maka ledakannya akan lebih dahsat dari ledakan Hiroshima.
Bukan menakuti tetapi berdasar pada kenyataan tentang perilaku siswa  yang notabene selalu berkerumun, seperti sudah dijelaskan di atas. Ditambah lagi bahwa tingkat kewaspadaan anak beda dengan orang tua. Jadi siapa yang menjamin. Haruskah, kebijakan Mas Menteri mengorbankan kami?
Harus diakui bahwa kegagalan pembelajaran daring, sudah mulai dirasakan oleh beberapa pihak. Akan tetapi jika kita mau cermat, dapat kita lihat bahwa kegagalan daring itu disebabkan oleh beberapa faktor. Nah, faktor penyebab kegagalan itu masih bisa diperbaiki.
Faktor kesiapan guru merupakan faktor utama yang sebenarnya relatif mudah diatasi. Paling tidak bisa disikapi. Guru yang 'kaget' dengan teknik pembelajaran daring, segera dilatih.Â
Kemarin, yang terjadi hanya disuruh daring tanpa pembekalan yang layak. Alih-alih dilatih, distimulan saja secara nasional tidak terasa. Itu sebabnya para guru justru dijadikan obyek webinar yang ngetren bak tumbuhnya jamur di musim hujan. Sekadar berburu sertifikat? Iya!
Faktor jangkauan internet dan listrik? Ya dikejarlah. Masak sih tidak bisa? Yakinlah bisa sekalipun tidak seratus persen sempurna.
Faktor kemampuan orang tua? Iya pasti masalah sosial ini juga ada. Kan selama ini juga ada beasiswa macam-macam. Dialihkan saja ke pembelian data dan ditambahkan oleh Mas Mentrti. Bisa meringankan masyarakat kelas minus data, iya kan?!
New Normal Sekolah dengan Study  At Home
Jadi, waktu new normal sekolah pembelajaran tidak harus dipaksa tatap muka. Tegas saja dilakukan secara daring - study at home- Â dengan beberapa perbaikan seperti yang dikemukakan di atas. Tentu harus ditambah dengan hasil kajian yang lebih mendalam.
Dengan begitu, masyarakat  tidak semakin khawatir atau ketakutan.
Pembelajaran daring untuk sementara juga perlu dirancang dengan kurikulum modifikasi. Sasaran pembelajaran serta Penilaiannya juga perlu disesuaikan. Penilaian karakter yang seharusnya meningkat di masa pandemi, jangan malah diabaikan seperti tiga bulan yang sudah berjalan.
Nah, itu saja catatan singkat yang saya ramkum dari percakapan banyak tetangga. @salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H