Bukan menakuti tetapi berdasar pada kenyataan tentang perilaku siswa  yang notabene selalu berkerumun, seperti sudah dijelaskan di atas. Ditambah lagi bahwa tingkat kewaspadaan anak beda dengan orang tua. Jadi siapa yang menjamin. Haruskah, kebijakan Mas Menteri mengorbankan kami?
Harus diakui bahwa kegagalan pembelajaran daring, sudah mulai dirasakan oleh beberapa pihak. Akan tetapi jika kita mau cermat, dapat kita lihat bahwa kegagalan daring itu disebabkan oleh beberapa faktor. Nah, faktor penyebab kegagalan itu masih bisa diperbaiki.
Faktor kesiapan guru merupakan faktor utama yang sebenarnya relatif mudah diatasi. Paling tidak bisa disikapi. Guru yang 'kaget' dengan teknik pembelajaran daring, segera dilatih.Â
Kemarin, yang terjadi hanya disuruh daring tanpa pembekalan yang layak. Alih-alih dilatih, distimulan saja secara nasional tidak terasa. Itu sebabnya para guru justru dijadikan obyek webinar yang ngetren bak tumbuhnya jamur di musim hujan. Sekadar berburu sertifikat? Iya!
Faktor jangkauan internet dan listrik? Ya dikejarlah. Masak sih tidak bisa? Yakinlah bisa sekalipun tidak seratus persen sempurna.
Faktor kemampuan orang tua? Iya pasti masalah sosial ini juga ada. Kan selama ini juga ada beasiswa macam-macam. Dialihkan saja ke pembelian data dan ditambahkan oleh Mas Mentrti. Bisa meringankan masyarakat kelas minus data, iya kan?!
New Normal Sekolah dengan Study  At Home
Jadi, waktu new normal sekolah pembelajaran tidak harus dipaksa tatap muka. Tegas saja dilakukan secara daring - study at home- Â dengan beberapa perbaikan seperti yang dikemukakan di atas. Tentu harus ditambah dengan hasil kajian yang lebih mendalam.
Dengan begitu, masyarakat  tidak semakin khawatir atau ketakutan.
Pembelajaran daring untuk sementara juga perlu dirancang dengan kurikulum modifikasi. Sasaran pembelajaran serta Penilaiannya juga perlu disesuaikan. Penilaian karakter yang seharusnya meningkat di masa pandemi, jangan malah diabaikan seperti tiga bulan yang sudah berjalan.
Nah, itu saja catatan singkat yang saya ramkum dari percakapan banyak tetangga. @salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H