"Ternyata senyumnya, ngekek-ngekeknya itu untuk teman-temannya di group yang entah di seberang mana! Dan saya itu duduk di sampinya, Kang, hem!"
"La, mbok ya, ..." Saya tiba-tiba ada ide untuk memberikan masukan. Namun, kalimatku tak jadi bisa sempurna sebab Pailul buru-buru memotongnya.
"Ada lagi yang lebih parah, lo, Kang!"
"Apa itu?"
"Di kasur pun yang dipegang dan disenyumi ya whatsapp! Whatsapp, Kang! Whatsapp!" Pailul seperti dirundung rasa gemas kali ini!
***
Karena terasa semakin tegang, kusuruh istriku mengambilkan dua cangkir teh. Satu untuk Pailul dan satu lagi untukku.
Teh memang ampuh meredakan kekeringan yang melanda pematang tenggorokan. Sruuput, dan cleguk! Hingga aromanya melembutkan kembali hati kami.
Nah, apa hubungan antara android baru si Sri dengan Pailul yang melampiaskan kegemasannya dengan duduk di atas batu di sudut tamanku?! Hai, tentu ada bagi orang semacam Pailul yang tidak pernah menyerah pada keadaan. Setiap kali ada musim keadaan yang berbeda, temanku itu selalu saja bisa berdamai dengannya.
Tentu bukan dengan abrakgadabak lantas permasalahan selesai. Pailul terbilang orang yang cemerlang menggabungkan nalar dan hikmat pengertian. Paling-paling ketika keadaan benar-benar tergencetnya, ya seperti ini. Ia butuh sparing untuk sekadar mendengarkan untaian kalimat yang harus dia keluarkan. Toh, hanya dengan begitu Pailul menjadi lega dan kemudian menemukan jawaban penyelesaian.
***