Mohon tunggu...
Imanuel  Tri
Imanuel Tri Mohon Tunggu... Guru - Membaca, merenungi, dan menghidupi dalam laku diri

di udara hanya angin yang tak berjejak kata. im.trisuyoto@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Anak Main Gawai, Memang Gue Pikirin!

26 Mei 2020   14:44 Diperbarui: 26 Mei 2020   20:42 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Pribadi. Banjir gawai

Judul tulisan ini sekadar numpang slogan logat orang kota yang sedang bersikap masa bodoh (Memang gue pikirin?). Namun, sesungguhnya judul di atas itu berbeda yakni diakhiri dengan tanda baca (!) yang artinya memang harus saya pikirkan, he he he! Jadi, jangan khawatir.

Anak jangan dilarang menggunkan gawai 

Era sekarang ini berbeda jauh dengan era sembilan puluhan atau bahkan delapan puluhan. Di era delapan puluhan hingga sembilan puluhan, gawai dengan berbagai macamnya belum membanjiri seluruh lapisan masyarakat. 

Sehingga di zaman itu, rata-rata anak masih nyaman dengan berbagai mainan yang berbau alam. Pun belum banyak bahkan belum ada guru yang menugaskan anak untuk berjibakau berselancar di dunia maya. 

Orang tua? Waktu itu orang tua juga masih nyaman bertukar kabar dengan surat tulisan tangan. Meski harus menunggu berhari-hari untuk mendapatkan jawaban dari si penerima, toh tetap sabar dan bahagia. 

Orang tua bercengkerama dengan anak masih menjadi hal yang biasa di era itu! Tak heran, sebagian besar orang-orang sekarang yang era delapan puluhan masih usia anak-anak, rata-rata memiliki kemiripan dengan bapak ibunya sebab mereka memang dibapaki dengan sempurna.

Nah, sekarang zaman berubah tak terkendalikan! Mainan bersifat alam yang dikenal dengan mainan tradisional sudah ditenggelamkan oleh gawai dengan berbagai varian. Handphone yang pagi hari dianggap produk terbaru, sore harinya handphone itu sudah tidak baru lagi sebab di sore hari pabrik handphone yang sama sudah mengeluarkan seri terbaru lagi. Itu baru satu jenis gawai dari satu pabrik. 

Bayangkan dari sekian varian gawai dan dari banyak pabrik tiap hari dikeluarakan! Wow! Alhasil, masyarakat di manapun juga dibanjiri dengan berbagai gawai.

Dok. Pribadi. Banjir gawai
Dok. Pribadi. Banjir gawai
Dari alasan itu, anak-anak tidak bisa dipisahkan dengan gawai. Sebab anak lebih banyak meniru perilaku yang ada lingkungan. Lingkungan adalah guru paling efektif bagi anak-anak. Ia akan meniru anak-anak yang lain. Ia akan meniru kakak-kakaknya. Dan ia juga akan meniru orang tuanya.

Dilarang? Jangan melarang anak-anak menggunakan gawai. Jika dilarang anak-anak akan terpisah dari dunia nyata sekarang ini. Bukankah anak-anak juga butuh aktualisi diri? Bukankah mereka juga butuh update?  

Ya, menggunakan gawai seperti teman-teman, seperti orang-orang di lingkungan, seperti iklan yang ada di televisi dan berbagai media itu merupakan bagian dari aktualisasi diri anak!

Anak jangan dijadwalkan menggunakan gawai  

Menjadwalkan anak menggunakan gawai hanya akan menimbulkan masalah baru yaitu memisahkan anak dengan orang tua. Contohnya, orang tua membuat aturan membolehkan anak menggunakan gawai hanya pada hari libur, Sabtu dan Minggu. Selain hari itu, gawai disimpan tak boleh dikeluarkan.

Nah, pada hari Senin sampai Jumat itu anak-anak sangat tersiksa dengan padatnya jadwal kegiatan di sekolah. Berangkat pagi-pagi benar dan pulang hingga larut sore. 

Jadwal pelajaran, jadwal ekstrakurikuler, jadwal les tambahan pelajaran dan entah apa lagi yang pasti ada. Tentu anak-anak itu sudah menanti-nantikan hati Sabtu untuk bisa bermain Gawai.

Dok. Pribadi. Tak bisa lebas dari gawai
Dok. Pribadi. Tak bisa lebas dari gawai
Di sisi lain, hari Sabtu dan Minggu adalah hari keluarga. Waktu yang digunakan orang tua untuk bercengkerama dengan anak. Kadang orang tua malah mempunyai jadwal untuk mengajak anak-anak ke luar rumah. 

Entah berrekreasi kecil-kecilan, mengunjungi saudara, atau sekadar makan di luar rumah. Namun ketika anak-anak diajak, si anak menolak. Jika dipaksa, si anak justru brontak. 

Bukankah, orang tua sudah janji bahwa hari Sabtu dan Mingggu adalah hari menggunakan gawai! Jadi, tentu anak-anak tidak mau diganggu, dengan diajak keluar. Mereka lebih pilih di rumah sendiri bermain gawai!

Itulah spengal cerita aturan yang memakan korban, seperti makan buah simalakama! Lantas, bagaimana?

Dampingi anak menggunakan gawai dengan bijak 

Ajarlah anak selagi anak masih bisa diajar. "Pukulah" anak asalkan dengan kelembutan kasih ibu-bapak dan jangan meninggalkan kesakitan pada hatinya. Maka  izinkan saja anak bergawai dengan pendampingan orang tua secara penuh.

Beberapa hal sebagai pengertian pendampingan secara bijak, bisa penulis uraikan singkat sebagai berikut.

  • Dampingi anak dengan sukacita saat anak menggunakan gawai. Jangan biarkan anak menggunakan gawai hanya sendirian. Ini berlaku ketat utamanya untuk anak-anak usia SD sampai SMP. Saat mendampingi ini, orang tua bisa mengawasi dengan menumpahkan kasih sayang kepada anak. Bisa juga pada saat mendampingi ini, orang tua mengarahkan, memberikan penjelasan hal krusial secara singkat. Ingat, harus dengan singkat dan menarik sebab anak-anak sekarang tidak terlalu suka dengan penjelasan panjang.
  • Berikan waktu kepada anak dalam menggunakan gawai seperlunya saja. Buat batasan waktu untuk menyelamatkan mata anak dari kerusakan, melindungi memori otak anak dari kecanduan, dan meringankan muatan di dalam alam bawah sadar si anak. Waktu yang ideal adalah relatif setara dengan waktu untuk mengerjakan tugas dari sekolah -- tugas terkait dengan internet- ditambah dengan rekreasi edukatif di dunia maya.
  • Tentukan tempat saat menggunakan gawai. Bisa di ruang keluarga, bisa ruang belajar, atau  bisa di mana saja asalkan tempatnya nyaman bersama orang tua. Dengan begitu, kemungkinan anak sembunyi-sembunyi membuka situs hal-hal yang tidak semestinya bisa dicegah. Jadi, jangan biarkan anak menggunakan gawai sendirian di kamar tertutup.
  • Jangan biarkan anak bermain dengan gawai pada satu permainan yang terus-menerus. Hal ini akan sangat berbahaya bagi otak. Apa lagi yang mainkan itu merupakan permainan yang mengandung unsur kekerasan. Seperti batu karang sekalipun keras kalau dihantam oleh tetesan air secara terus menerus, batu karang itu akan hancur, minimal bolong. Demikian juga dengan otak anak. Jika dihantam dengan konten permainan yang ajek, terus menerus maka ada bagian otak yang rusak!
  • Upayakan gawai sudah di-of-kan  minimal tiga puluh menit sebelum tidur. Ini bertujuan untuk menetralisir otak anak dari keterikatan dengan gawai. Bagaimanapun juga isi gawai yang dibawa dalam tidur akan masuk alam bawah sadar anak yang bisa jadi akan berbuntut pada keterikatan anak pada gawai. Waktu tiga puluh menit merupakan waktu yang relatif aman untuk menghapus memori tentang gawai dan digantikan dengan cuci kaki, gosok gigi, dan berdoa sebelum tidur.
  • Letakkan gawai, apa pun di luar kamar tidur.

Nah, dengan pendampingan bijak seperti itu, pengertian anak sedikit demi sedikit akan terkonstruksi menjadi sebuah pemahaman. Ia tidak akan ketagihan atau terikat dengan gawai. Ia akan menggunakan gawai seperlunya, pun dengan pendampingan orang tua.

Pertanyaannya adalah, seberapa jumlah orang tua yang dapat melakukan peran tersebut! Semua kembali kepada kita! @ Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun