Natal telah tiba, umat Kristiani merayakannya dengan penuh sukacita. Dalam suasana sukacita tersebut tersedia aneka kue untuk dinikmati sekeluarga atau tamu.
Di kampung kami Niki-Niki, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, salah satu kue natal yang populer yaitu baruas. Beberapa orang menyebutnya baruas minyak karena salah satu bahan utamanya adalah minyak goreng.
Banyak orang yang biasa membuat kue baruas saat Natal. Para pedagang kue baik yang offline maupun online menawarkan juga kue baruas.
Di lingkungan keluarga kami, kue baruas selalu ada setiap Natal. Sejak dulu hingga sekarang ibu selalu membuat kue baruas sebagai camilan. Baruas merupakan kue favorit saya sejak masih bocah sampai kiniÂ
Baruas merupakan kue yang sederhana dalam hal bahan dan proses pengerjaan. Bahan utama baruas dalam satu adonan yaitu 2 gelas gula pasir yang halus dan 2 gelas minyak goreng.Â
Kedua bahan tersebut diaduk dalam wadah dengan tangan sambil menambahkan tepung terigu sedikit demi sedikit sampai adonan padat. Tambahan bumbu lain yakni soda kue dan vanili secukupnya.
Setelah adonan padat lalu dibuat jadi bola-bola kecil dan ditata dalam wadah. Bagian atas bola-bola tersebut kemudian diolesi kuning telur dengan kuas kecil.
Selanjutnya tinggal masukan dalam oven dengan setelah api/panas yang sedang agar kue matang sempurna. Jika matang, bagian atas kue akan retak-retak.
Kue baruas pun siap dihidangkan dan disantap. Kue baruas rasanya manis karena gula pasir dan gurih karena minyak goreng. Kue ini agak padat namun mudah hancur dalam mulut dengan tekstur butiran-butiran halus.
Menikmati kue baruas paling cocok dengan minuman seperti kopi atau minuman yang tidak terlalu manis. Satu atau dua potong kue saja dapat mengenyangkan perut.
Kue baruas yang ibu saya buat dipelajarinya dari orang lain pada tahun 80-an. Dulu di kampung kami ada seorang wanita pengusaha keturunan Tionghoa yang mengajak beberapa ibu termasuk ibu saya untuk mengajari mereka cara membuat kue termasuk baruas.
Maklumlah zaman dulu ibu-ibu di kampung tidak memiliki akses informasi untuk mengetahui resep kue dan mempraktikkannya. Sementara kalangan pengusaha lebih memiliki akses ke literatur resep kueÂ
Resep kue baruas tersebut kemudian ibu saya catat dan terus praktekan sampai kini. Baruas buatan ibu selalu spesial dengan rasa yang khas. Ada orang yang bilang kue buatan ibu-ibu zaman dulu memang beda.
Saya pernah mencicipi kue baruas buatan orang lain dan rasanya tidak seenak buatan ibu. Rasanya hambar dan tawar tanpa gula seolah hanya mengunyah segumpal tepung terigu. Resep atau proses pembuatan kue mungkin tidak sesuai sehingga rasanya tidak enak.
Soal kue baruas, proses pembuatannya di tahun 90-an membutuhkan kerja ekstra. Pemanggangan kue tidak menggunakan kompor dan oven kaca namun menggunakan oven berbahan bakar arang. Hal ini karena keterbatasan ekonomi dan perabotan di pasaran.
Oven berbentuk persegi ini berkaki empat dan terbuat dari plat besi/almunium tipis dengan tutupannya. Sebelum memanggang kue, bagian dasar oven dilapisi dengan kertas agar kue tidak lengket.Â
Bara api kemudian disebar merata ke kolong oven dan bagian atas tutupan oven. Arang yang membara harus dikontrol agar kue tidak gosong.
Sepanjang memanggang kue harus terus membuat perapian dengan potongan kayu kering agar selalu tersedia bara api. Resikonya adalah asap, panas dan kue mudah gosong.
Inilah cerita tentang kue baruas, kue legend yang selalu tersedia dalam setiap perayaan Natal. Baruas lebih dari sekedar kue Natal. Baruas membawa nostalgia Natal di masa kecil dan selalu mengingatkan tentang sosok ibu.
Selamat merayakan Natal, damailah selalu. Syalom!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H