Kami memiliki sebuah kios/warung kecil di samping rumah. Jualan di kios berupa beberapa kebutuhan sehari-hari seperti kopi, gula, garam, mie instan, deterjen, sampo, dll.
Pembeli di kios tersebut adalah tetangga-tetangga di sekitar rumah kami. Di kampung kami di Desa Maunum, Kecamatan Amanuban Tengah, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, ada juga kios-kios serupa.
Selain jualan, kami juga menyediakan jasa parut kelapa dan giling jagung dengan alat mesin. Warga sekitar biasanya memanfaatkan buah kelapa untuk memasak atau membuat minyak kelapa. Setelah mengupas kelapa, mereka membawa daging buah kelapa untuk kami parut dengan mesin agar lebih cepat. Bayarannya sebesar Rp 1000 per buah kelapa.
Mesin yang 2 in 1 tersebut juga bisa untuk menggiling jagung. Warga sekampung yang merupakan petani jagung sering membawa jagung pipil untuk kami giling dengan mesin. Jagung gilingan biasanya untuk olahan makanan pokok ataupun pakan ternak. Biaya giling jagung per kilogram sebesar Rp 1000 juga.
Para pembeli di kios kebanyakan membeli dengan kontan karena secara eceran. Namun kadang ada juga yang bon atau uang belanjanya kurang sehingga lunasnya nanti di lain waktu.
Hal yang menarik adalah pada usaha jasa parut kelapa dan giling jagung. Seringkali ada saja pelanggan yang bayarannya kurang Rp 1000 - Rp 2000 karena tidak membawa cukup uang. Sayapun sering tidak menuntut dan membiarkan saja kekurangan bayarannya.
Beberapa orang yang tidak memiliki uang menawarkan pemberian jagung sebagai bayarannya. Ada juga yang membawakan sayuran atau buah sebagai bayaran.Â
Soal jasa parut kelapa pun demikian, ada orang yang tidak memiliki uang dan kemudian memberikan olahan minyak kelapa sebagai bayaran. Mereka bahkan memberikan pula ampas kelapa untuk pakan ternak kami.
Jasa parut kelapa dan giling jagung ini tidak harus bayar kontan, boleh bon atau utang. Ada yang bon 5 ribuan dan ada yang belasan ribu. Beberapa utang pun tidak kunjung lunas dan saya biarkan saja.
Kerabat dekat kami ada yang menggunakan jasa parut kelapa dan giling jagung dengan gratis. Pada kesempatan lain kadang mereka membayar dengan biaya berkali-kali lipat.
Suatu hari seorang nenek tua muncul dengan membawa 3 kilogram jagung untuk giling. Dia tidak punya uang untuk bayar dan hanya minta tolong. Berasnya habis dan dia mau giling jagung untuk olah sebagai makanan. Saya tolong saja sang nenek dengan senang hati untuk menggiling jagungnya.
Pernah suatu hari bayaran dari seorang ibu kurang Rp 1000 saat menggiling jagung. Dia pun minta maaf karena uangnya tidak cukup. Saya bilang tidak apa-apa karena ini merupakan "bisnis kampung".
Saya jelaskan kepada dia bahwa "bisnis kampung" itu tidak mempermasalahkan kekurangan bayaran seribuan. Bisnis ini tidak hanya soal ekonomi tapi bercampur aduk dengan rasa kepedulian sosial.Â
Usaha kecil ini tidak melulu hanya untuk uang namun sekaligus membantu sesama yang sama-sama kondisi ekonomi pas-pasan hingga lemah. Ketika membantu sesama dalam hal-hal kecil, relasi sosial dengan mereka pun akan semakin kuat.Â
Sejak kami memiliki usaha jasa ini di kampung sejak 8 tahun lalu, tarifnya tetap di Rp 1000. Walaupun harga bensin dan oli terus naik namun biaya jasa tetaplah murah dan merakyat.
Di penyedia jasa parut kelapa, bayarannya lebih mahal yakni Rp 5000 untuk tiga buah kelapa. Yah, kalau kami harus naikan biaya penggunaan jasa, pelanggan yang kebanyakan orang kampung dengan ekonomi lemah ini akan merasa berat dan enggan.
Walaupun tarif jasa parut kelapa dan giling jagung ini cuma seribuan namun cukup menutupi biaya operasional dan pemeliharaan. Ada kelebihan yang lumayan sebagai pendapatan usaha tersebut.
Demikianlah sekilas cerita tentang sebuah usaha jasa dengan lika-likunya yang setara warung berjasa. Semoga menjadi inspirasi bagi pembaca sekalian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H