Bulan Agustus merupakan bulan yang penuh dengan semarak kemerdekaan karena HUT RI tepat pada 17 Agustus. Ada begitu banyak kegiatan dalam rangka memperingati HUT ke 78 di tahun ini.
Salah satu hal dalam semarak kemerdekaan ini adalah pengibaran bendera merah putih di depan setiap rumah. Â Pengibaran bendera ini wajib dan berlangsung sepanjang bulan dari 1-31 Agustus 2023.
Di daerah kami yakni Desa Maunum, Kecamatan Amanuban Tengah, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Propinsi Nusa Tenggara Timur, bendera sudah berkibar. Di halaman depan setiap rumah sudah terpasang bendera pada tiangnya.
Tiang-tiang bendera di rumah warga berupa batang kayu atau bambu. Ada tiang dengan cat putih atau baluran kapur sehingga berwarna putih dan ada yang hanya polos begitu saja.
Tiang bendera dari kayu atau bambu dengan warna putih atau polos tidaklah masalah. Persoalannya adalah banyak bendera yang berkibar di depan rumah warga tersebut dalam kondisi pucat/pudar, kusut bahkan robek. Warna bendera sudah tidak lagi cerah atau terang. Â
Bendera-bendera merah putih milik warga tersebut pasti sudah berusia puluhan tahun sehingga pucat dan sobek. Di rumah kami sendiri pernah ada sebuah bendera tua yang kami kibarkan setiap Agustus selama puluhan tahun hingga pucat dan sobek. Bendera usang tersebut kemudian kami ganti dengan bendera baru pada beberapa tahun lalu.
Pemandangan miris lainnya yaitu banyak bendera-bendera yang terpasang langsung pada tiang tanpa tali untuk menggerek bendera. Tidak seperti pengibaran bendera pada umumnya yang menggunakan tali nilon putih berukuran kecil untuk menaikan/menurunkan bendera.
Saya lihat salah satu bendera menggunakan tali nilon namun yang berukuran sangat kecil seperti benang. Tali nilon tersebut biasa para tukang bangunan gunakan sebagai garis penanda saat membangun fondasi atau tembok agar lurus.
Banyak warga di daerah kami yang tidak memiliki tali nilon putih sehingga mengikat langsung bendera ke ujung tiang. Setelah itu menancapkan tiang dengan benderanya ke tanah. Nanti pada akhir bulan Agustus barulah mencabut tiang tersebut untuk membuka benderanya.
Rata-rata kami merupakan warga dengan kondisi ekonomi lemah sehingga sulit membeli bendera baru dan tali nilon untuk menggerek bendera. Harga selembar bendera untuk rumahan di kisaran Rp 20.000. Harga tali nilon per meter Rp 2.500 sehingga butuh Rp 20.000 untuk 8 meter.
Biaya pengadaan bendera dan tali kelihatannya tidak seberapa, hanya setara harga semangkuk bakso. Namun bagi keluarga-keluarga prasejahtera, uang Rp 20.000 untuk membeli bendera atau talinya sangatlah berat.
Membeli 1 kg beras saja dengan harga Rp 12.000 butuh perjuangan ekstra apalagi bendera dan tali. Belum lagi kebutuhan anak, cicilan koperasi dan kebutuhan lainnya dalam rumah tangga. Â
Saya yakin persoalan bendera seperti ini tidak hanya di kampung kami namun juga di berbagai daerah Indonesia. Kondisi serupa terutama di kalangan masyarakat pinggiran, pedesaan atau pedalaman dengan kondisi ekonomi nan lemas.
Terkait bendera, Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negera Serta Lagu Kebangsaan, ada aturan pengibarannya. Dalam pasal 24 huruf c berbunyi, setiap orang dilarang mengibarkan Bendera Negara yang rusak, robek, luntur, kusut atau kusam.
Salah satu tujuan dari aturan tentang bendera untuk menjaga kehormatan yang menunjukan kedaulatan bangsa dan NKRI (pasal 3 huruf b). Kalau mengibarkan bendera yang kusam dan robek tentu tidak mencerminkan kehormatan bangsa dan negara.
Lebih lanjut dalam pasal 67, ancaman terhadap pelanggaran pasal ini adalah pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000. Â Wouw, kami yang mengibarkan bendera robek atau pucat bisa masuk penjara setahun nih.Â
Kalau masuk penjara sekarang bebasnya nanti Agustus tahun depan. Soal denda 100 juta sepertinya terlalu berat untuk membahasnya.
Dalam pasal 7 ayat 4 ada aturan bahwa dalam rangka pengibaran Bendera Negara di rumah, pemerintah daerah memberikan Bendera Negara kepada warga negara Indonesia yang tidak mampu. Apakah selama ini pemerintah daerah sudah memberikan bantuan bendera kepada warganya yang miskin.
Daerah dengan banyak penduduk miskin seperti Nusa Tenggara Timur khususnya Kabupaten Timor Tengah Selatan perlu mendapat gerakan masif pembagian bendera. Bukankah saat ini ada Gerakan 10 Juta Bendera di mana-mana baik oleh pemda maupun Kemendagri? Kami bahkan tidak hanya butuh Gerakan 10 Juta Bendera namun juga Gerakan 10 Juta Tali Bendera.
Gerakan pembagian bendera ke masyarakat oleh pemerintah tidak hanya tahun ini namun juga tahun lalu. Mendagri Tito Karnavian dan sejumlah pihak bahkan tahun lalu mendapat rekor MURI karena rekor pembagian bendera tersebut. Kok gerakan pembagian bendera itu tidak menjangkau kami yang miskin bahkan miskin ekstrim ini?
Selama sebulan ke depan bendera-bendara merah putih yang kusam dan robek ini akan terus berkibar di depan setiap rumah. Jika pemerintah peduli, berikanlah bantuan bendera kepada kami masyarakat yang miskin-miskin ini.
Biarlah di depan gubuk-gubuk reyot kami yang miskin berkibar sang merah putih yang benar-benar merah dan putih. Merah berani, putih suci. Merahnya semerah darah, putihnya seputih tulang. Merah putih yang terhormat.
Merdeka! Merdeka! Merdeka! Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H