Sewaktu melihat warnet ini rasanya saya ingin masuk ke sana untuk mengakses internet. Ah! Saya punya smartphone sendiri dengan kualitas yang lebih praktis dan canggih dari komputer lawas dalam urusan internet.
Di Kota Soe, warnet ini yang masih tersisa. Beberapa kali saya lihat selalu sepi dan tidak seramai dulu. Tidak ada pengunjung yang nongkrong di emper, tidak ada sepeda motor pengunjung yang biasa banyak parkir di halamannya. Â
Delapan warnet di Kota Soe yang dulu saya pernah kunjungi sekarang sudah tutup atau beralih fungsi. Waktu menengok salah satu warnet lainnya, di depannya sudah berubah nama menjadi studio mini. Bilik-bilik internet sudah tergantikan dengan etalase dagangan makanan dan minuman ringan.
Teknologi komunikasi saat ini terus berkembang pesat. Telepon genggam nan canggih ramai beredar di pasaran dengan harga murah meriah. Jaringan seluler sudah beralih ke  teknologi 4G dan menjangkau daerah pedalaman. Jaringan internet dalam kabel fiber optik dengan kecepatan internet yang kencang juga sudah sampai daerah-daerah.
Setiap orang sudah menggenggam smartphone di tangan dan selalu menempel di badan. Dari balita hingga lansia, dari orang kampung hingga orang kota kebanyakan sudah memiliki gawai pintar.
Mengakses internet bisa kapan saja, entah saat tidur atau saat sedang berjalan. Berseluncur di dunia maya bisa di mana saja dan kapan saja tanpa harus ke warnet. Hanya menggunakan jaringan seluler, jaringan wifi di rumah sendiri atau jaringan wifi di tempat umum yang tersedia gratis.
Warnet sepi, sudah tutup dan akan tutup hingga benar-benar musnah dari muka bumi ini. Warnet hanya menjadi sejarah dari teknologi dan kenangan bagi kita yang pernah menggunakannya. Â Â Â Â Â
  Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H