Mohon tunggu...
Imanuel Lopis
Imanuel Lopis Mohon Tunggu... Petani - Petani

Petani tradisional, hobi menulis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Gaya Gesek dalam Ketajaman Parang Petani di Timor

6 Juli 2023   17:51 Diperbarui: 6 Juli 2023   18:01 596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parang dan batu asah. Gambar: dokumentasi Imanuel Lopis.

Petani di Timor, Propinsi Nusa Tenggara Timur, kebanyakan bertani secara tradisional. Salah satu alat pertanian yang petani gunakan untuk membuka lahan baru atau membersihkan kebun adalah parang. Uraiannya seperti dalam artikel terdahulu berjudul Parang Noe Tenu, Jati Diri Petani di Timor.

Salah satu hal penting dalam pertanian tradisional tersebut adalah ketajaman parang milik sang petani. Sebelum bekerja seorang petani akan terlebih dahulu mengasah parangnya. Saat tengah menggunakan parang di kebun, petani kerap berhenti sejenak untuk mengasah parangnya kemudian baru melanjutkan pekerjaannya.

Mengasah parang biasanya petani gunakan sebongkah atau selempeng batu dari sungai. Batu tersebut yang bertekstur pasir dan halus. Di setiap rumah petani selalu ada batu asah yang terletak di sekitar belakang rumahnya.

Ketika mengasah parang, salah satu cara menguji ketajamannya yakni dengan menyentuh mata parang secara perlahan dengan ibu jari. Kalau mata parang terasa tipis berarti parangnya sudah tajam.

Ketajaman parang sangat krusial bagi seorang petani terutama saat membuka lahan untuk kebun baru. Parang yang tajam akan mempermudah dalam menebas semak, menebang pohon, dan memotong ranting kayu.

Parang yang tajam membuat pekerjaan memotong lebih cepat dan ayunan parang terasa lebih enteng. Jika parang tidak tajam, memotong dengan parang lebih lambat dan ayunan parang tersendat. Tenaga untuk bekerja pun harus lebih banyak dan ekstra.

Sebagai perbandingan, memotong sepotong ranting kayu dengan parang tajam hanya dalam satu sabetan saja ranting sudah putus. Sementara memotong ranting kayu dengan parang yang tidak tajam harus dua hingga tiga sabetan agar putus.

Parang yang tajam bisa memutus beberapa ranting kayu sekaligus dalam satu sabetan parang. Dalam memotong-motong ranting, para petani kerap menggenggam beberapa ranting sekaligus yang mengarah ke tanah lalu menyabetnya dengan parang.

Seorang petani yang membuka kebun baru, kelihatannya sangat cepat dan mudah. Suara sabetan parang yang mengenai ranting kayu atau semak juga sangat khas karena parangnya yang tajam.

Dulu saat pertama kali membuka kebn baru, saya juga menggunakan parang seperti petani lainnya. Walau sudah mengasahnya namun parang yang saya gunakan rasanya tidak setajam parang milik petani lainnya. Saat menebas sebatang ranting kayu saja kadang saya harus dua atau tiga kali mengayunkan parang hingga ranting terputus.

Saya lalu mempelajari parang para petani yang tipis dan tajam tersebut. Mata parang mereka juga tipis seperti parang saja juga namun ada perbedaaan pada kedua sisi parang. Dalam radius beberapa centimeter dari mata parang, permukaan kedua sisi parang sangat licin dan halus seperti permukaan kaca.

Para petani biasanya hanya mengasah parang begitu saja pada batu asah. Akibat mengasah parang setiap hari, permukaan batu asah menghitam, licin dan halus. Batu asah yang halus tersebut membuat pemukaan kedua sisi parang juga halus. Semak dan ranting putus hanya dalam satu tebasan.

Dari pengalaman ini saya kemudian paham bahwa ketajaman parang tidak hanya soal mata parang yang tipis namun juga soal permukaan kedua sisi parang yang halus dan licin. Saya pun teringat akan ilmu Fisika tentang gaya gesek. Permukaan suatu benda yang halus atau licin akan mengurangi gesekannya dengan benda lain karena hambatannya kecil.

Mengutip laman KOMPAS.com, gaya gesek adalah gaya yang muncul dari dua permukaan yang saling bersentuhan. Ada dua jenis gaya gesek yaitu gaya gesek statis dan gaya gesek kinetis. Gaya gesek statis bekerja pada benda dalam keadaan diam dan gaya gesek kinetis bekerja pada benda dalam keadaan bergerak. Gaya gesek juga memiliki keuntungan dan kerugiannya terhadap sebuah benda.

Dalam hal parang, saat mengasah parang terdapat gaya gesekan antara parang dan batu asah. Permukaan atu yang halus membuat kedua sisi parang menjadi halus pula. Gesekan parang dan batu asah secara terus-menerus membuat permukaan keduanya bisa susut perlahan-lahan.

Permukaan parang yang tipis dan halus meminimalisasi gesekan parang dan ranting kayu saat memotong. Ranting kayu saat bergesekan dengan parang, hambatannya kecil karena parang yang tipis dan halus. Pekerjaan memotong pun menjadi lebih enteng karena minim gesekan.

Hal berbeda ketika permukaan kedua sisi parang terdapat karatan atau goresan kasar, gesekan dan hambatan antara parang dan kayu lebih besar. Memotong kayu terasa lebih berat dan kadang harus mengulanginya hingga beberapa kali.

Demikianlah ulasan seputar ketajaman parang para petani di Timor dalam kaitannya dengan gaya gesek dalam ilmu Fisika. Semoga tulisan ini menambah wawasan bagi pembaca sekalian. Salam.  

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun