Pada hari Senin (22/5/2023) saya ke Soe, Ibu Kota Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, untuk sebuah urusan.
Ketika menginjakan kaki di kawasan Pertanahan, sebuah titik keramaian di Kota Soe, pemandangannya cukup berubah dari beberapa minggu sebelumnya.Â
Pohon mahoni yang rimbun di tepi jalan raya sudah tidak ada lagi. Ruko bertingkat yang dulu cuma rangka beton kini hampir rampung.
Di antara perubahan kota kecil ini ada satu hal yang membuat perasaan jadi campur aduk dan kangen. Hal tersebut adalah tidak ada lagi loper dan korannya di tepi jalan.
Sejak beberapa tahun terakhir ini saya tidak lagi melihat loper berjualan koran di sini.
Dulu ada seorang loper koran yang setiap hari selalu menjual koran cetak di tepi jalan trans Timor ini. Dia biasa menjual koran dari pagi hingga siang bahkan sore tergantung stok koran.
Sang loper selalu menggendong koran-korannya, menawarkan kepada orang yang melintas atau menunggu kendaraan.
Kadang dia meneriakkan beberapa isi berita terhangat yang ada di koran untuk menarik minat pembeli.
Dia menjual koran dari tiga media lokal ternama di NTT. Harga per eksemplar koran sebesar Rp 4.000.
Setiap kali ke Soe, saya selalu membeli koran dari loper ini. Ketika melihat saya, dia pasti datang membawa korannya.
Sang loper koran ini supel dan selalu tersenyum dengan orang lain. Giginya sering terlihat kemerahan karena mengunyah sirih pinang khas orang Timor.
Dia selalu memakai kaos oblong kusam berwarna biru. Mencarinya di tengah kerumunan orang tidaklah sulit karena bajunya yang khas.
Selain menjual koran, loper ini juga kadang menggendong telur rebus yang tersusun dalam wadah telur. Dia pernah curhat bahwa menjual telur rebus juga untuk meningkatkan pendapatannya.
Dulu di kawasan Kota Soe ini setiap pagi buta ada kendaraan dari Kota Kupang yang membawa dan menurunkan paket-paket koran di emperan toko. Para loper kemudian mengambil koran untuk menjualnya lagi.
Selain loper berkaos biru ada satu lagi loper yang biasa saya temui di Kota Soe. Dia sering memakai rompi putih dan tas selempang hitam berisi koran. Menjual koran dengan berjalan kaki keliling kota.
Hari ini ketika menyusuri jalanan di Kota Soe saya tidak menemukan para loper ini. Sudah sangat lama dalam beberapa tahun terakhir ini saya tidak lagi melihat mereka berjualan koran.
Apakah para loper ini sudah pensiun atau berjualan dengan cara lain? Ah, sepanjang jalan saya juga tidak melihat satupun orang yang memegang atau membaca koran.
Ketika berada di dalam kompleks perkantoran pun saya tidak melihat ada pegawai yang memegang koran. Padahal dulunya selalu ada saja pegawai yang terlihat memegang atau membaca koran. Di atas meja kerja beberapa pegawai kerap ada koran.
Saat tiba di depan sebuah toko buku, saya melihat dua eksemplar koran Kompas dan Pos Kupang tergantung di jendela kaca. Ya ampun, korannya terbitan Februari dan April 2023 sedangkan saat ini sudah akhir Mei.
Kala tidak lagi menemukan loper dan koran cetak seperti dulu, saya benar-benar tersadar bahwa teknologi informasi sudah berkembang pesat saat ini.Â
Orang tidak lagi membeli koran untuk membaca berita. Hanya cukup dengan mengakses berita melalui handphone di manapun dan kapanpun berada.Â
Saya sendiri sudah beberapa tahun ini tidak pernah lagi membaca koran cetak. Melihat sebuah koran edisi terbaru saja tidak lagi. Setiap hari saya hanya membaca berita secara online melalui handphone.
Ketika menyusuri Kota Soe, saya memang tidak melihat orang membaca koran namun melihat banyak orang yang duduk tertunduk pada layar handphonenya. Bermain game, menggulir media sosial dan membaca berita online.
Teknologi informasi sudah berkembang, orang tidak lagi membaca berita di koran cetak namun online.
Perusahan-perusahan media lokal sepertinya juga lebih fokus ke pemberitaan melalui portal beritanya. Mereka menyajikan berita ke pembaca secara daring yang lebih cepat dan praktis. Mereka mungkin sudah mengurangi produksi koran cetak.
Di NTT, khususnya di Kabupaten Timor Tengah Selatan, saat ini ada banyak media online yang berbasis di kabupaten ini. Ada banyak juga biro atau perwakilan berbagai media online di Timor Tengah Selatan.
Setiap hari mereka selalu mempublikasikan berita di website dan membagikan link-link berita ke media sosial. Orang tinggal mengklik link berita tersebut untuk membacanya.
Inilah sekilas gambaran dari Kota Soe tentang dampak dari perkembangan teknologi informasi.
Akibat dari perkembangan teknologi, produksi koran cetak berkurang bahkan berhenti. Loper koran yang sebelumnya eksis puluhan tahun kemudian lenyap.Â
Entah saat ini di tempat lain masih ada loper dan koran atau tidak, namun keduanya akan benar-benar lenyap dari muka bumi seiring perkembangan zaman.
Koran bekas juga tidak akan bersileweran lagi untuk orang jadikan sebagai pembungkus makanan, barang, bahan kerajinan, dll.
Perkembangan teknologi informasi juga berdampak pada perilaku masyarakat dalam membaca berita.Â
Orang tidak perlu lagi membeli koran, membolak-balik dan membentangkan koran selebar 60 centimeter di hadapannya untuk membaca berita hingga pegalÂ
Hanya cukup dengan handphone sudah bisa mengakses berita sepuasnya secara online.
Namun ada satu kelebihan dari koran cetak yaitu kita bisa membaca semua topik berita meski hanya sepintas lalu.
Misalnya meskipun saya tidak suka membaca berita ekonomi namun paling tidak ketika membolak-balik koran, saya dapat melihat sepintas isi dari berita tersebut.
Hal ini berbeda ketika membaca berita online, saya hanya mengklik kategori atau judul berita kesukaan. Berita lainnya saya lewatkan begitu saja.
Di eranya koran cetak, saya senang bertandang ke rumah orang yang berlangganan koran. Di atas meja atau kolong meja di ruang tamu selalu ada koran terbaru dan edisi-edisi sebelumnya. Saya bisa membaca koran tersebut sepuasnya.
Demikianlah cerita tentang loper koran dan koran cetak yang kini tenggelam dalam perkembangan teknologi.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H