Mereka meyakini bahwa sumur bor yang berada di atas perbukitan akan menyedot air sehingga mata air di kaki bukit akan mati. Ternyata mata air di kaki bukit tidak mati dan terus mengalir sampai sekarang.
Ketika melihat sumber mata air dan hutan, saya teringat akan pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di sekolah dulu tentang alam sekitar. Hutan sebagai bagian dari alam berfungsi menyerap air hujan dalam tanah.Â
Akar-akar pohon mengikat air hujan dan kemudian melepaskan air yang keluar sebagai mata air. Air tidak sekonyong-konyong keluar begitu saja dari dalam tanah.
Adanya dua mata air Oeekam dan Oeleku di desa kami tak lepas dari hutan dengan pepohonan besar yang ada di sekitarnya. Pohon-pohon membantu penyerapan air hujan dalam tanah kemudian melepaskan air yang menjadi sumber mata air bagi kami. Sebenarnya tidak ada danau bawah tanah (tasi) di puncak bukit yang mengalirkan mata air seperti kata para orang tua.
Seandainya membabat hutan di sekitar mata air sampai ludes pastinya mata air akan kering dan tidak muncul lagi.
Semoga hutan di sekitar kedua mata air ini terus lestari karena telah menjadi separuh nyawa kami. Terus menyediakan air di musim kemarau panjang sekalipun.
Di atas tanah Pah Meto (tanah kering) yang berbatu karang dan kering kerontang di musim kemarau, hutan masih ada menyimpan air dan memberikannya sepanjang waktu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H