Memakai sarung seperti ini namanya ben bia, artinya pelat samping. Hal tersebut karena lipatan ujung sarung di sisi samping terlihat pelat. Para perempuan sering memakai sarung dengan cara seperti ini. Ada pula yang menambahkan ikat pinggang di lipatan sarung agar lebih kuat.
Pakaian bagian atas berupa kebaya seperti kebaya pada umumnya. Pada bagian rambut hanya menambahkan buat (konde) dengan penguat konde yaitu posu (tusuk konde).Â
Setelah itu tinggal salempangkan mau' ana (selendang tenunan) di salah satu bahu. Mau ana' artinya selimut kecil. Panjangnya sekitar 1 meter dengan lebar 20 centimeter. Kedua ujungnya berupa rumbaian benang.
Pada momen tertentu seperti acara adat, pertunjukan seni, dll, perempuan tidak memakai kebaya namun hanya sarung yang menutupi dari atas dada sampai mata kaki. Kemudian menutupi area pundak dan atas dada dengan selendang yang melingkar.
Jinjingan perempuan berupa oko yaitu anyaman dari daun lontar dengan bagian luarnya berhiaskan sebuah motif dari manik-manik berwarna. Bentuknya persegi panjang dan berfungsi sebagai tempat menaruh sirih pinang.
Motif dalam berbagai tenunan seperti motif makai (berkait), tokek, dll. Tidak ada pembedaan motif untuk laki-laki dan perempuan. Para pasangan suami istri ketika tampil dalam sebuah acara kerap memakai motif tenunan yang sama. Begitu pula suatu kelompok ketika akan tampil dalam acara seperti pentas seni budaya kerap menggunakan motif tenunan yang seragam.
Salah satu perlengkapan yang perempuan dan laki-laki pakai yaitu inuh atau kalung manik-manik berwarna kekuningan. Ada orang yang tidak hanya memakai 1 kalung namun beberapa kalung inuh yang berlapis di leher.
Dalam perkembangannya sekarang para perempuan kerap memakai sarung tenunan dengan menjahitnya seperti rok panjang (wiron). Memotong ukuran sarung sesuai ukuran pinggang lalu menambahkan kancing dan resleting. Saat memakainya tidak perlu melipat ujung sarung (ben bia) namun mengancingnya dengan kancing yang ada.
Para perempuan Timor juga kerap memakai aksesoris mahkota dari suku lain seperti Rote, Sabu atau Sumba. Aksesoris mahkota sebenarnya tidak ada dalam perlengkapan adat perempuan di kalangan Atoin Meto dan tidak ada namanya dalam Bahasa Dawan untuk mahkota tersebut.
Demikianlah sekilas ulasan tentang pakaian adat Atoin Meto, semoga menambah wawasan budaya para pembaca sekalian.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H