Para petani biasanya membuat sarung parang sendiri dengan tambahan sepotong tali penggantung. Saat membawa parang, mereka salempangkan talinya di bahu sehingga parang dalam sarungnya terjepit di bawah ketiak.Â
Jika seseorang biasa memegang parang dengan tangan kiri, dia harus salempangkan parang di bahu kanan dan sebaliknya. Hal ini agar mudah dalam mencabut dan menyarungkan parang.
Mengasah parang biasanya menggunakan batu kali dengan tekstur agak berpasir. Titik asah parang adalah bagian tengah ke ujung parang. Bagian parang ini yang sering mengenai sasaran dalam menebas atau memotong.
Akibat sering mengasah bagian tengah ke ujung selama bertahun-tahun, parang yang semula lebar kemudian meruncing karena terkikis perlahan-lahan. Saat parang sudah mengecil atau meruncing, orang  akan membeli parang baru lagi.
Ketajaman parang merupakan hal penting karena mempermudah dalam menggunakannya untuk bertani. Ketajaman parang juga menjadi harga diri dari petani tersebut. Ketika parang tidak tajam, orang lain kerap mengolok pemilik dan parang tersebut.
Parang noe tenu rupanya tidak hanya sekedar alat sederhana untuk bertani namun menjadi jati diri para petani tradisional di Timor. Selama ini para petani menggunakan parang noe tenu untuk bertani. Mengusahakan pangan untuk menghidupi keluarganya. Â Â
Dalam kilau dan tajam parang noe tenu terkandung kegigihan dan semangat seorang petani untuk bekerja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H