Sebagian besar masyarakat di Timor, Nusa Tenggara Timur merupakan petani tradisional atau petani lahan kering. Mereka menanam jagung dan berbagai tanaman pangan lain di awal musim hujan.Â
Saat ini bulir-bulir jagung sudah kering dan para petani memanen jagung di kebun. Memanen jagung bersama kulitnya dan hanya mengupas kulit jagung yang berbulir sangat kecil.
Setelah mengangkut jagung dari kebun ke rumah, tahap selanjutnya adalah mengikat jagung (fut pena atau tbu pena). Petani yang akan mengikat jagung mengundang kerabat atau tetangga untuk membantunya mengikat jagung.
Mengikat jagung biasanya oleh kaum laki-laki. Mereka duduk mengelilingi tumpukan jagung hasil panen untuk mengikatnya. Proses mengikat jagung bisa memakan waktu satu hari penuh atau lebih, tergantung banyaknya hasil panen. Saat malam hari, mereka rela begadang demi mengikat jagung.
Selama mengikat jagung, tuan rumah akan menyiapkan makanan, sirih pinang, kopi bahkan sopi untuk menambah semangat dan mengusir kantuk. Pada zaman dulu, orang mengikat jagung sambil bermain tebak teka-teki. Salah satu mengajukan teka-teki dan orang lain menebaknya. Secara bergilir mereka mengajukan teka-teki.
Cara mengikat jagung yaitu mengambil 1 atau 2 lembar daun jagung lalu memelintirnya dan mengikatsatukan dua bonggol jagung. Kedua jagung tersebut harus berukuran sama atau hampir sama.Â
Mengikat pada kulit jagung di ujung bonggol dengan ikatan yang sedemikian rupa sehingga kuat. Sebagian petani mengikat jagung tidak menggunakan kulit jagung namun menggunakan daun gewang sebagai tali pengikatnya.
Setelah mengikat jagung secara berpasangan lalu mengikat lagi 2 atau 4 pasangan menjadi 1 ikatan. Seikat jagung dengan 8 bonggol terhitung sebagai 1 aisaf atau tbu'u. Kumpulan jagung sebanyak 20 tbu'u akan menjadi 1 bikase dan 10 bikase terhitung sebagai 1 tuke.
Seusai mengikat jagung kemudian menyusun tumpukan jagung dalam satuan bikase untuk menghitungnya. Biasanya para pengikat jagung saling beradu tebakan tentang jumlah perolehan bikase dari jagung tersebut. Para petani menghitung hasil panen bukan dari beratnya tetapi banyaknya bonggol menurut satuan perhitungan sendiri.