Mohon tunggu...
Imanuel Lopis
Imanuel Lopis Mohon Tunggu... Petani - Petani

Petani tradisional, hobi menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Penyimpanan Jagung Pascapanen Secara Tradisional di Timor

18 Maret 2023   18:52 Diperbarui: 20 Maret 2023   13:56 1182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ikatan jagung hasil panen oleh petani di Timor.| Gambar: dokumentasi Imanuel Lopis.

Sebagian besar masyarakat di Timor, Nusa Tenggara Timur merupakan petani tradisional atau petani lahan kering. Mereka menanam jagung dan berbagai tanaman pangan lain di awal musim hujan. 

Saat ini bulir-bulir jagung sudah kering dan para petani memanen jagung di kebun. Memanen jagung bersama kulitnya dan hanya mengupas kulit jagung yang berbulir sangat kecil.

Setelah mengangkut jagung dari kebun ke rumah, tahap selanjutnya adalah mengikat jagung (fut pena atau tbu pena). Petani yang akan mengikat jagung mengundang kerabat atau tetangga untuk membantunya mengikat jagung.

Mengikat jagung biasanya oleh kaum laki-laki. Mereka duduk mengelilingi tumpukan jagung hasil panen untuk mengikatnya. Proses mengikat jagung bisa memakan waktu satu hari penuh atau lebih, tergantung banyaknya hasil panen. Saat malam hari, mereka rela begadang demi mengikat jagung.

Selama mengikat jagung, tuan rumah akan menyiapkan makanan, sirih pinang, kopi bahkan sopi untuk menambah semangat dan mengusir kantuk. Pada zaman dulu, orang mengikat jagung sambil bermain tebak teka-teki. Salah satu mengajukan teka-teki dan orang lain menebaknya. Secara bergilir mereka mengajukan teka-teki.

Cara mengikat jagung yaitu mengambil 1 atau 2 lembar daun jagung lalu memelintirnya dan mengikatsatukan dua bonggol jagung. Kedua jagung tersebut harus berukuran sama atau hampir sama. 

Mengikat pada kulit jagung di ujung bonggol dengan ikatan yang sedemikian rupa sehingga kuat. Sebagian petani mengikat jagung tidak menggunakan kulit jagung namun menggunakan daun gewang sebagai tali pengikatnya.

Contoh ikatan jagung hasil panen. | Gambar: dokumentasi Imanuel Lopis.
Contoh ikatan jagung hasil panen. | Gambar: dokumentasi Imanuel Lopis.

Setelah mengikat jagung secara berpasangan lalu mengikat lagi 2 atau 4 pasangan menjadi 1 ikatan. Seikat jagung dengan 8 bonggol terhitung sebagai 1 aisaf atau tbu'u. Kumpulan jagung sebanyak 20 tbu'u akan menjadi 1 bikase dan 10 bikase terhitung sebagai 1 tuke.

Seusai mengikat jagung kemudian menyusun tumpukan jagung dalam satuan bikase untuk menghitungnya. Biasanya para pengikat jagung saling beradu tebakan tentang jumlah perolehan bikase dari jagung tersebut. Para petani menghitung hasil panen bukan dari beratnya tetapi banyaknya bonggol menurut satuan perhitungan sendiri.

Pemilik jagung kemudian berdoa dan menaikan jagung ke loteng di dapur. Jika masih ada jagung sisa hasil panen dari panen sebelumnya, wajib menurunkan jagung tersebut agar tidak bercampur dengan jagung yang baru panen. 

Menurut kepercayaan masyarakat, menggabungkan jagung dari dua musim panen akan mendatangkan keburukan bagi tuan rumah.

Ketika menyimpan jagung di loteng, harus mengambil salah satu jagung yang berukuran besar lalu menyisipkan di celah antara atap dapur dan rangka atap. Jagung tersebut sebagai kepala seolah mengepalai dan menjaga jagung-jagung lain di loteng. Jika masih ada jagung kepala dari musim panen sebelumnya, harus menurunkannya sebelum menaruh yang baru.

Dalam menyimpan jagung di loteng, para petani menaruh jagung yang berukuran kecil di dekat pintu loteng untuk mudah mengambilnya sebagai bahan makanan sehari-hari. Jagung yang berukuran besar terletak di bagian agak dalam dari loteng untuk menjadi stok makanan dan benih di musim tanam berikutnya.

Selain di loteng, para petani menggantung sebagian jagung di bawah loteng, tepat di atas tungku perapian. Ada yang menggantung jagung tersebut sebagai persediaan benih tetapi ada juga yang menggunakannya sebagai bahan makanan sehari-hari. 

Setelah menyimpan jagung di loteng kemudian mengasapinya dengan api di tungku. Para petani menaruh potongan kayu kering berukuran besar sehingga apinya terus membara hingga berhari-hari. Kadang mereka menambahkan dedaunan mentah di api sehingga menimbulkan asap pekat.

Asap dan panas api terus masuk ke loteng melalui celah-celah dek loteng yang berupa susunan kayu atau bambu. Beberapa minggu kemudian kulit jagung akan kaku, menguning hingga menghitam karena asap dan panas.

Pengasapan jagung ini bertujuan untuk mencegah serangan kutu jagung (fufuk). Selama ada jagung di loteng, tidak boleh mengasapi jagung dengan kayu dari pohon asam atau kemiri agar jagung tidak terkena serangan kutu. Menurut mereka, asap dari kayu asam atau kemiri bisa mendatangkan kutu jagung.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun