Mohon tunggu...
Jurnalis Bertasbih
Jurnalis Bertasbih Mohon Tunggu... Jurnalis - Kemuliaan Hidup bukan hanya sekedar rutinitas namun bagaimana bisa mermanfaat bagi umat manusia dan alam semesta

Jurnalis Bertasbih

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Konflik Agraria dan Kisruh Perkebunan Sawit di Perbatasan Sulawesi Barat - Sulawesi Tengah

21 Juni 2023   15:40 Diperbarui: 21 Juni 2023   19:35 1067
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PT. Letawa salah satu anak perusahaan sawit dari AAL grup yang beroperasi di kawasan desa Lariang, Kecamatan Tikke, Kabupaten Pasangkayu (Ir/jb)

PT Astra Agro Lestari (AAL) yang merupakan salah satu perusahan perkebunan kelapa sawit terbesar memiliki lima anak perusahaan dengan wilayah konsesi hingga masuk ke wilayah perbatasan Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah. Menurut I Made Suwarna - Community Development PT AAL Area Sulawesi, sejak tahun 1990, perusahaan ini telah melakukan aktifitasnya di Kabupaten Pasangkayu 

Dilansir Jaring.id, (2016), Made kembali menjelaskan, kelima anak perusahaan PT AAL tersebut adalah PT Pasangkayu yang beroperasi di kecamatan Tikke dengan mengantongi luas Hak Guna Usaha (HGU) sekitar 9.319 hektare. Selanjutnya PT Mamuang dengan luas HGU sekitar 8.488 hektare serta PT Letawa dengan luas 7.499 hektare beroperasi di Kecamatan  Tikke Raya Kabupaten Pasangkayu.

Selain itu PT Lestari Tani Teladan (LTT) yang area operasinya di Kecamatan Baras memiliki luas HGU 5.538 hektare dan kemudianT Surya Raya Lestari I beroperasi di Kecamatan Sarudu dengan luas HGU sekitar 6.384 hektare.

Setelah berkembang di  Mamuju Utara (sekarang Pasangkayu), lanjut Made, PT AAL kemudian melakukan perluasan areal tanaman sawitnya ke Kabupaten Mamuju.

I Made Suwana mengklaim, Kabupaten Mamuju PT AAL telah menjadi perusahaan perkebunan sawit terbesar di Provinsi Sulbar. Dalam perjalanannya, AAL sebagai perusahaan perkebunan sawit terbesar di Sulbar, mengembangkan  lagi dua anak perusahaan sawit. Satu perusahaan, yakni PT Surya Raya Lestari II beroperasi di Kecamatan Topoyo dan Budong-Budong Kabupaten Mamuju dengan luas HGU yang dimiliki 5.256 hektare. Perusahaan lainnya bernama PT Badra Sukses dibangun sejak 2000-an dan kini memiliki luas HGU sekitar 1.033 hektare.

Iman Sadewa Rukka,salah satu yang ikut mendampingi penyelesaian konflik agraria bersama petani di Desa Lariang, Sulbar (foto ir/jb)
Iman Sadewa Rukka,salah satu yang ikut mendampingi penyelesaian konflik agraria bersama petani di Desa Lariang, Sulbar (foto ir/jb)

Kemudian konflik lahan yang terjadi antara warga dan PT Mamuang yang juga merupakan anggota group PT AAL, dengan penguasaan lahan sekitar 8.488 hektare yang mana merupakan lahan pertanian milik Kelompok Pertanian Masyarakat (KPM).

Dari banyaknya anak perusahaan PT Astra Agro Lestari, beberapa  anak perusahaannya memiliki catatan sajarah dan konflik agraria yang diduga dilakukan oleh anak perusahaan tersebut diantaranya melakukan penguasaan lahan milik warga, dan merambah, serta melakukan aktifitas usaha pekebunan yang ditengarai masuk dalam area kawasan hutan lindung, salah satunya adalah PT Pasangkayu yang diduga merambah kawasan hutan lindung dengan luas 700 hektar di wilayah Sulawesi Barat serta menguasai lahan perkebunan seluas 40 hektar milik Kelompok Tani Merpati yang ditanami kakao, bahkan perusahaan ini juga telah membuat komunitas Binggi yang merupakan suku pedalaman di Mamuju Utara kehilangan mata pencaharian sebagai petani yang sebelumnya pernah bermukim di wilayah tersebut.

PT Mamuang berdasarkan papan informasi yang ada dilapangan memiliki kawasan konsesi yang berlokasi di Desa Martajaya, namun pada praktiknya terjadi kejanggalan yakni perusahaan ini justru beroperasi di Desa Martasari.

Fakta lainnya dilapangan menunjukkan, kegiatan perkebunan PT Mamuang juga melakukan okupasi dengan menguasai kebun-kebun milik warga seluas sekitar 2750 hektare termasuk diantaranya milik warga Kecamatan Rio Pakava, Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah.  Kisruh ini sudah terjadi sejak tahun 1997 silam. Para petani yang bermukim sebagai transmigrasi di Desa Rio Pakava Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, yang memiliki lahan sekitar 500 - 600 hektar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun