Mohon tunggu...
Imansyah Rukka
Imansyah Rukka Mohon Tunggu... Jurnalis - Kemuliaan Hidup bukan hanya sekedar rutinitas namun bagaimana bisa mermanfaat bagi umat manusia dan alam semesta
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia - PPWI Sulawesi Selatan -- Jurnalis Koran Sergap, (sergapreborn.id), Jendela Indo News (Jendelaindo.com).

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

"Hargailah Alam Ini, Nak!"

28 September 2011   11:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:32 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_138023" align="aligncenter" width="500" caption="Alam tak pernah berbohong dengan apa yang diperbuat manusia dibuka bumi (foto iwan)"][/caption]

Dengan langkah gontai saya berjalan menuju ke bale-bale bambu rumah itu, yang tak jauh dari tampat saya turun dari bus angkutan umum. Sejenak beristirahat sambil menunggu perjalan berikutnya ke sebuah desa tepatnya berada di kaki gunung bawakaraeng. Tiba-tiba saja datang seorang laki-laki tua yang telah memasuki umur senja itu mendekap dan menghampiriku lalu menyapa

“Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh,…Hai anak muda mau kemana ki? Tanya bapak tua itu dengan logat khas ala makassarnya,

Waalaikum salam warrahmatullahi wabarakatuh..” , oh..iye saya mau ke Desa Tinggi Moncong disebelah sana Pak, dekat kaki gunung” jawab saya

Oh iye nak, maaf nak di?”, kalau bisa sebelum masuk ke daerah sini dan sekitarnya tolong beri salam buat dulu alam sekitar sini”. Banyak yang datang kesini berkunjung niatnya baik, namun di jalan sesat dan ada saja kendalanya. Sekedar tahu saja nak, Desa ini sangat terkenal dengan masyarakatnya yang sangat menjunjung tinggi adab dan etika, dan sangat menghormati alam dimana ia berada”. Jelas Bapak Tua itu penuh lembut

Wah, kalau begitu kebetulan sekali, saya ingin tahu dan pahami bagaimana manusia bisa benar-benar bisa menjunjung tinggi etika alam”, seperti halnya para petani disini yang kebanyakan hidup dalam bercocok tanam”. Tanya saya

Ohya Pak, maaf”, saya lihat Desa ini sangat hijau dan subur, kekeringan tidak terlalu berdampak dengan kehidupan penduduk disini. Dari tadi saya perhatikan sewaktu melintas beberapa desa nampak mulai dari sungai-sungai, pohon-pohon dan hewan-hewan disini tetap terjaga kelestarian ekosisitemnya.” Jelas saya

Ya itu tadi saya sudah katakan bahwa, rata-rata penduduk disini dengan adat dan etika yang turun temurun yang mereka dapatkan dari orang tua mereka, tetap mereka jaga dan pakai. Mereka tidak serta merta seenaknya mengolah alam disini tanpa etika dan aturan adat yang telah mereka pahami. Kerena bisa terjadi sesuatu, apakah itu tanda-tanda alam secara langsung maupun tidak langsung, contohnya sungai disini pernah juga mengalami kekeringan, karena adanya warga menebang hutan tanpa izin setelah di kontrak oleh seorang pengusaha dari kota. Bukan itu saja, warga tersebut sering terjebak oleh padinya yang terus diserang hama tikus dan wereng. Jadi ada saja akibatnya”, imbuh Bapak Tua tersebut.

Kalau begitu, pada intinya manusia itu semua sama ya pak, dimanapun kita berada harus senantiasa menghormati dan menghargai alam disekitar kita. Karena ketika alam itu kita hargai, serta merta ia akan memberikan respon balik yang positif kepada kita”. Tanya saya dengan umpan balik

Ada yang perlu anakku ketahui, sekali lagi saya jelaskan bahwa, dalam Alquran sendiri jika kita memaknai secara tersurat maupun tersirat isi Alquran, sangat banyak ilmu yang kita bisa jiwai dalam kita tersebut. Rasulullah SAW sendiri menurunkan Alquran sebagai kitab suci yang terakshit itu tak main-main dengan sebuah perjuangan dan perjalanan spiritualnya dengan tingkatan maqam yang tinggi, beliau Sang Pembawa Kebenaran tidak sia-sia memberikan gambaran kepada umatnya hingga saat sekarang ini, ya..seperti yang kita bahas siang ini, yakni bagaimana alam semesta itu harus dipahami dan dihayati dalam kehidupan sehari-hari bahwa manusia atau kita ini adalah bagian dari alam itu juga. Mungkin alam semesta adalah satu kesatuan yang besar sedangkan kita manusia adalah satu kesatuan yang kecil.

Luar biasa dengan apa yang dijelaskan oleh Bapak tua itu, jika direnungi ada benarnya. Meskipun tubuhnya sudah tua renta namun wajahnya yang diliputi sinar kekaguman itu begitu tulus dan ikhlas memberikan wejangan kepada saya bagaimana kita tetap menjaga alam semesta ini.

Ya memang jika hubungkan dan tarik sebuah garis baik itu vertikal dan horisontal maka kita akan menemukan sebuah benang merah mengapa alam semesta yang kita huni saat ini semakin memberikan efeknya yang lebih banyak respon negatif kepada manusia karena manusia kebanyakan atau pada umumnya sudah jauh dari etika dan estetika. Saya berpikir dan menukik jauh kedalam diri saya bahwa masih beruntung diantara sekian manusia pastilah ada yang bisa tetap meberikan keseimbangan itu. Masih banyak sufi-sufi di bumi nusantara ini yang memang diberikan tugas oleh Allah untuk tetap menjaga alam nusantara ini.

Ohya ada satu yang perlu saya ulaskan, bapak tua tadi sempat bercerita tantang makna Surat Alfatiha. Kalau bisa saya dianjurkan untuk memaknainya satu persatu ayatnya. Contoh yang paling nyata jika kita mau mengkaji secara tersurat dalam Alquran, yakni surat Alfatiha, yang masing-masing bunyinya

“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”.

Rasakan betapa besar kasih sayang Allah kepada kita semua, bayangkan semua nikmat yang telah kita terima dariNya. Nikmat udara yang kita hirup, nikmat penglihatan, nikmat pendengaran, nikmat sehat. Apakah kita sudah berterima kasih padaNya??. Rasakan kasih sayang dan sifatnya yang maha pengasih serta pemurah. Rasakan getaran dihati anda, hingga timbul dorongan untuk menangis. Silahkan menangis jika dorongan itu memang kuat. Jangan tahan tangisan anda.

Ayat 2: “Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam”

Rasakan betapa mulianya Allah, betapa Agungnya Dia , hanya Dialah yang berhak dipuji. Dialah Tuhan penguasa Alam semesta yang maha mulia dan Maha terpuji. Rasakan betapa hina dan tidak berartinya kita dihadapan Dia. Lenyapkan semua kesombongan diri dihadapaNya. Rasakan getaran yang dahsyat didada anda…

“Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”

Rasakan seperti pada ayat pertama

“Yang menguasai hari pembalasan”

Bayangkan seolah olah anda berada dihapan Allah di padang Mahsyar kelak. Dia lah penguasa tunggal dihari itu. Bagaimana keadaan anda dihari itu? Rasakan dan hayati ayat tadabbur yang anda dengar. Biarkan airmata anda mengalir . Menangislah dihadapan Allah pada hari ini , disaat pintu taubat masih terbuka. Jangan sampai anda menangis kelak dihari berbangkit ketika pintu taubat telah tertutup

“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan”

Inilah pengakuan anda bahwa hanya Dia yang anda sembah, dan hanya padaNya anda mohon pertolongan. Buatlah pengakuan dengan tulus dan iklas.

“Tunjukilah kami jalan yang lurus”

Mohonlah padanya agar ditunjuki jalan yang lurus. Jalan yang penuh dengan rahmat dan berkahNya. Dengarkan dan hayati kalimat tadabbur yang anda dengar

“(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”.

Bayangkan jalan orang orang yang telah mendapat nikmat , kebahagian dan kesuksesan sebagai karunia dari sisinya. Berharaplah untuk mendapat kebahagian seperti orang itu. Bayangkan pula jalan orang orang yang mendapat murka dan azabnya. Bayangkan pula jalan yang ditempuh orang yang sesat mohon agar dijauhkan dari jalan itu. (sufistik, tirtaamijaya, Juli 21, 2008 )

Seperti inilah bunyi Surat alfatihah yang jika dikaji secara tesirat lalu dihubungkan dengan alam semesta ayat demi ayat jelas memberikan sebuah refleksi dan kontemplasi dan menuntun menuju sebuah kesadaran tertinggi kita (meditatif) bahwa manusia seharusnyalah selalu mendoakan alam beserta segala isinya.

Hasil perenungan yang sempat dijelaskan oleh Bapak Tua itu adalah sebuah pesan-pesan spiritual dan memiliki makna religius yang paling dalam, paling tidak mengingatkan kita semua sebagai manusia bahwa marilah kita sebagai umat manusia selalu menghargai dan menghormati alam dalam hal sekecil apapun. Mulai dari kita memejamkan mata menuju peraduan hingga terbangun esok paginya, alam senantiasa hidup berdampingan dan berinteraksi dengan kita.

Terkait dengan kemarau panjang yang mengakibatkan kekeringan, inti sari dari cerita diskusi dengan bapak tua itu beliau memberikan sebuah wejangan bahwa ketika musim kemarau yang panjang tiba, orang-orang mempersoalkan kelangkaan air karena kekeringan, para petani di desa murung tiada henti, tak usahlah dijadikan keresahan. Apalagi konflik yang tiada guna. Secanggih apapun kepintaran manusia melalui teknologi-teknologinya percayalah ia tak akan mampu mengalahkan alam !”

Mengapa manusia harus resah dan berkerut wajah memikirkan dampak kemarau? Padahal kita telah diberikan sebuah penuntun yakni Alquran, seperti Iqra” bacalah dengan nama Tuhanmu , maksudnya Bacalah Alam semesta ini, bagaimana respon alam ini setelah engkau manusia memperlakukan alam itu, jika perlakuan itu baik dan positif maka hasilnya juga tentu positif dan begitupula sebaliknya. Dengan begitu, alam semesta selalu hidup harmonis dan berdampingan bersama kita dan masih banyak lagi respon itu.

Untuk itu marilah sama-sama kita mencoba untuk memaknai Surat Alfatiha, kita baca penuh penghayatan lalu kita amalkan, Insya Allah dengan energi Ilahi yang tersirat dalam ayat tersebut menjawab kegelisahan manusia yang juga kering kerontang akan kesejukan Nur Ilahi, sama halnya ketika bumi yang saat ini kita tempati, kering dan tandus akibat tak terhujani dengan doa-doa para manusia yang tak sadar akan pentingnya etika alam, setelah itu nyatakan dan buktikan hujan yang dirindukan oleh para petani dan seluruh manusia akan turun. Maka itu dimanapun kia berada, hargailah alam ini anakku”..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun