Mohon tunggu...
Imansyah Rukka
Imansyah Rukka Mohon Tunggu... Jurnalis - Kemuliaan Hidup bukan hanya sekedar rutinitas namun bagaimana bisa mermanfaat bagi umat manusia dan alam semesta
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia - PPWI Sulawesi Selatan -- Jurnalis Koran Sergap, (sergapreborn.id), Jendela Indo News (Jendelaindo.com).

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Kisah Kompasianer yang Diterima Jadi Wartawan Nasional (1)

22 September 2011   02:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:44 1681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Kisah tiga bulan yang lalu tepatnya Juli 2011, Salah satu Media Nasional Agribisnis yang fokus pada bidang peternakan dan perikanan membutuhkan seorang kontributor – wartawan untuk area Sulawesi Selatan. Sebelum mendengarkan kisah ini, saya yakin bagi yang suka berkunjung ke Toko Buku Gramedia, pasti pernah melihat Majalah Trobos yang terpajang disana. Setidaknya mata anda pernah terpintas pada majalah yang disampulnya tertulis TROBOS. Sebuah majalah nasional yang tidak asing lagi bagi kalangan pelaku peternakan dan perikanan di Indonesia. Mulai dari elit birokrat ditingkat struktural Kementerian pertanian dan Kementerian kelautan dan perikanan yakni Menteri, hingga kalangan para pengusaha dan pebisnis yang bergelut dalam usaha peternakan dan perikanan masuk dalam segmen pembaca majalah ini. Alasannya cukup jelas, karena Trobos adalah salah satu media yang memberikan informasi yang sangat up to date  seputar perkembangan dunia peternakan dan perikanan yang meliputi budiya, tataniaga, market dan sebagainya.

[caption id="attachment_136496" align="aligncenter" width="503" caption="Inilah hasil liputan reportase saya soal flu burung di Sidrap sulsel beberapa waktu lalu (foto Imansyah Rukka)"][/caption] Ceritanya begini, disaat saya membeli majalah tersebut, terdapat iklan lowongan yang bertuliskan bahwa media tersebut membutuhkan seorang kontributor untuk area Sulawesi Selatan dengan kualifikasi persyaratan sebagai berikut : Minimal Sarjana S1 Peternakan dan Perikanan, memahami dunia jurnalis dan reportase. Calon pelamar tulisannya minimal pernah dipublikasikan di media baik lokal maupun nasional. Dan persyaratan yang paling terakhir adalah pelamar harus membuat tulisan dalam bentuk opini dan mengirimkan ke redaksi sesuai dengan tema yang telah ditentukan. Kira-kira begitu persyaratan dan kompetensi dalam lamaran tersebut.

Dengan bekal pengalaman dan pengetahuan yang pas-pasan dalam bidang jurnalis apalagi meliput sebuah berita, saya pun beranikan diri untuk mencoba masukkan lamaran. Meski persyaratan yang dibutuhkan terbilang berat namun saya berpikir “ saya bisa !”. Bagi saya inilah sebuah kesempatan pertama untuk mencoba, lebih baik saya gagal seribu kali dari pada saya tak pernah mencoba sekalipun” itulah falsafah saya. Dengan begitu, saya mempersiapkan semua persyaratan yang dibutuhkan media tersebut termasuk saya harus menulis sebuah artikel opini sebagai syarat penilaian calon palamar.Untungnya basic ilmus saya adalah peternakan ditambah beberapa tulisan saya yang sudah pernah termuat di harian lokal kota makassar dan juga beberapa di Kompas cetak edisi Makassar.

Hanya dengan modal itulah barangkali saya beranikan diri melamar menjadi wartawan. Sempat terbayang dalam imajinasi jika saya benar-benar menjadi kuli tinta bisa berkeliling kemana-mana menggali informasi yang up to date seputar agribisnisn peternakan dan perikanan di wilayah sulsel. Ohya, memang sejak saya masih mahasiswa di Fakultas Peternakan Unpad Bandung, adrenalin jurnalis saya sudah mengalir deras karena sewaktu di Bandung dulu teman-teman saya kebanyakan berasal dari pegiat filsafat yang suka menulis tentunya tidak lepas dari mereka sering membaca buku-buku dari penulis-penulis filsafat terkenal. Dan saat itu saya memperhatikan kebanyakan dari mereka penuh dengan inpirasi-inspirasi yang sangat luar biasa. Dan secara positif saya pun sempat berinteraksi di dalam kelompok mereka.

Ternyata memang benar, lingkungan sangat berkorelasi positif dengan minat seseorang semua itu membawa manfaat yang besar bagi saya pribadi khususnya dalam bidang jurnalis. Ditambah lagi dengan kehadiran Kompasiana selama ini sebagai salah satu media sosial terbesar di Tanah air. Setelah saya berganung di blog shop milik kompas grup ini, begitu banyak saya mendapatkan ilmu tentang bagaimana membuat sebuah opini dan reportase yang baik. Inilah dasar pemikiran saya mengapa saya berani dan yakin untuk melamar mejadi wartawan di Majalah Trobos tersebut. Terus terang saya tidak pungkiri sejak dulu selalu mencari kesempatan untuk menjadi wartawan meskipun itu freelace.

Dan disuatu siang, tepatnya tanggal 20 juli 2011 lalu saya menerima telpon dari Jakarta. Dalam percakapan tersebut saya berbicara dengan Pak Pandu Meilaka.

“Selamat siang, ini dengan Pak Imansyah Rukka ya” saya pun spontan menjawab, Ya benar pak, sambung saya”. Dengan nada ceria

Saya Pandu, redaksi pelaksana (redpel) dari Majalah Trobos”. Terang Pak Pandu

Ia melanjutkan, “ohya, setelah kami pertimbangkan dengan HRD lamaran dan tulisan opini Pak Imansyah yang telah masuk ke meja redaksi, maka kami memutuskan bahwa anda diterima sebagai wartawan dan kontributor majalah Trobos”, jelas Pak Pandu

Untuk itu kami langsung memberikan tugas kepada anda sebagai tugas liputan di wilayah sulsel”, dan selanjutnya untuk urusan soal fasiltas staf dan kontrak kerja, nanti Pak Yerry dari HRD Trobos yang akan menghubungi Pak Imansyah lebih lanjut.” Jelas Pandu yang saat ini adalah redaksi pelaksana majalah Trobos, tambah pak pandu.

Usai percakapan melalui telpon itu, tak tahu bagaimana melukiskan keceriaan saya kala itu. Senang dan bahagia sekali rasanya. Namun bagaimanapun senangnya, saya langsung sadar bahwa itu semua anugrah dari Tuhan, puji Syukur Alhamdulillah padamu Ya Allah”, Subhanallah ! semoga apa yang kamu berikan hari ini tetap menjadi berkah dan rahmat bagi saya. Saya yakin bahwa ini adalah amanah yang berat dan tanggung jawab karena jauh hari sebelumnya saya sadar bahwa apapun tugas dan tanggung jawab yang diberikan oleh orang, saya harus menjalani dengan penuh loyalitas dan integritas yang tinggi.

Apa bedanya dengan aktifitas saya selama ini sebagaiseorang aktifis petani yang hingga saat ini masih memimpin sebuah NGO di Sulsel bernama “Petani Center”, tak ada bedanya dalam tuntutan sebuah tanggung jawab. dan tergantung bagaimana menjalaninya dengan penuh semangat. Saya selalu yakin bahwa Tuhan selalu memberikan yang terbaik bagi saya jika setiap saat saya selalu mengingat dan bersyukur kepadanya. Saya juga yakin bahwa Tuhan Maha mengetahui aktifitas apa yang selama ini saya lakukan, subhanallah !. dengan begitu semakin bertambahlah keyakinanku padaMU Ya Tuhan.

[caption id="attachment_136497" align="aligncenter" width="480" caption="petani rumput laut sedang panen, adalah liputan yang tak luput dari bidikan saya sebagai wartawan Trobos (foto Imansyah Rukka)"][/caption]

[caption id="attachment_136499" align="aligncenter" width="498" caption="Meliput sebuah realitas petani rumput laut di Kab. Bantaeng sulsel adalah tugas saya sebagai jurnalis Trobos (foto Imansyah Rukka)"][/caption]

Hari demi hari dan bulan pun berganti, tak terasa kini sudah tiga bulan saya menjalani profesi saya sebagai seorang wartawan di Majalah Nasional Trobos. Ada yang membuat saya lebih semangat ketika saya pulang dari lapangan menjalani tugas reportase, tiba dirumah lalu melihat ada paket saya lihat pengirimnya adalah Kantor Trobos di Jakarta. Dengan rasa penasaran, saya langsung membuka bungkusan kotak kecil itu dan selembar surat dalam amplop yang tertutup rapi. Saya pun membuka bungkusan kecil itu ternyata isinya adalah ID Card berlogo Trobos lengkap dengan foto saya begitu juga surat kontrak kerja saya selama 3 bulan pertama yang dimulai dari Juli – September 2011.

Mencermati surat kontrak kerja tersebut secara seksama, ternyata tanpa disadari saya sudah menjalani profesi saya sebagai wartawan selama 3 bulan. Ada yang saya lupakan, terlintas orang terdekat yang selama ini telah memberikan support kepada saya siang dan malam, siapa gerangankalau bukan istri tercinta. Tiba-tiba perasaanku penuh sesak memikirkan Dia bersama anak-anak ku yang jauh disana. Kuambil segera telepon genggamku lalu menghubunginya bahwa saya sudah resmi diterima sebagai wartawan Trobos, surat kontraknya sudah saya terima dari Jakarta. Melalui percakapan itu keluar ucapan rasa syukur yang tak terhingga kepada Allah. Kesempatan itu pula saya juga memberikan secercah haparan kepadanya bahwa hidup itu memang penuh dengan teka teki dan misteri. Realitanya ya seperti ini” ungkapku kepada istriku.

Bagi saya berpisah sementara waktu bersama istri dan anak-anak, adalah hal yang sudah biasa. Sebaliknya menjadi tidak biasa ketika saya diterima sebagai wartawan resmi Majalah Trobos. Karena bagaimanapun saya harus bisa membagi waktu, antara tugas dan keluarga. Semua itu tidaklah mudah. Disatu sisi saya harus berada di Makassar menjalani aktifitas saya sebagai aktifis NGO, disisi lain saya harus pulang berkumpul bersama mereka di Jakarta. Perang batin pun terjadi dan terus bergejolak dalam diri saya.Meski sebelumnya aktifitas saya memang kebanyakan di Makassar Sulsel berkecimpung dalam membina, melindungi dan mendampingi petani. Namun persoalannya, kini saya mendapatkan amanah dan tugas baru lagi yakni sebagai seorang wartawan. Sebuah tugas yang boleh saya katakan berat, karena semakin menjauhkan saya dari keluarga. Terkadang dalam pekatnya malam, beban itu selalu hadir menghantuiku. Bayang-bayang kebersamaan berkumpul bersama istri dan anak-anak tercinta semakin menguasaiku. Tidak !! saya harus mengambil keputusan yang tepat demi rumah tangga saya. Tak lama keputusan itu saya dapatkan setelah kurenangkan dengan sandaran utuh kepada Allah. Ok lah, saya siap jalani semuanya dan apapun itu saya harus berani mengambil sikap, bahwa saya lakukan semua itu hanya karena Allah semata. Titik !!! itulah sebuah konsekwensi hidup yang harus saya jalani. Yang jelas pekerjaan apapun yang kita jalani ada sebuah nilai pengabdian dan ketulusan yang terkandung di dalamnya, termasuk bekerja sebagai wartawan.

Seperti halnya, ketika saya mendapatkan tugas pertama untuk meliput seputar kasus wabah flu burung yang merebak di wilayah Sulsel beberapa waktu lalu, dimana dalam kasus tersebut sempat menjadi perhatian publik dan Pihak Kementerian Pertanian. Bagaimana tidak sedikitnya 180.000 ekor unggas mati secara mendadak diwilayah Kabupaten Sidrap Sulsel . Setelah saya membaca draf peliputan yang di kirim via email,dengan siaga satu tanpatengok kiri kanan saya langsung turun ke lapangan. Sesuai dengan arahan dan petunjuk dari redaksi pelaksana dan topik peliputan yang ada, sudah terpikirkan beberapa nara sumber yang harus saya temui untuk melakukan wawancara terkait tugas liputan kasus flu burung tersebut. Disinilah tantangan pertama saya menjadi seorang menjadi jurnalis atau wartawan pemula. Saya percaya, bahwa tak ada orang yang langsung bisa menjadi profesional jika tak diawali dengan pemula.

Selanjutnya, tugas reportase pertama sudah selesai saya lakukan. Setibanya dirumah, sejenak kutarik nafas ini untuk menghalau segala keletihan karena seharian dilapangan. Tak lama, kuambil BlackBerry tipe Curve 8310 yang sudah kumal itu, dan kuambil buku catatanku untuk untuk mendengarkan hasil rekaman dari beberapa nara sumber yang terpercaya. Ohhhh...sepertinya ada yang terlupakan pikir saya , sepertinya kurang bergairah kalau tugas ini jika tak dilengkapi dengan kopi. Kebetulan saya masih punya stok kopi toraja asli. Saya langsung ke dapur untik membuat kopi yang siap menemani saya hingga semalam suntuk. Beginilah nasib jika istri jauh, padahal jika saja dia ada disini tak akan seperti ini. ahhh lagi-lagi godaan itu muncul ketika sedang di dapur mengaduk kopi yang telah dicampur air panas.

Malam itu waktu telah menujukkan pukul 22.00 Wita waktu Makassar, tiba-tiba saja sang istri tercinta menelpon menanyakan kabar dan aktifitas saya seharian tadi. Saya katakan kepadanya bahwa alahamdulillah, semuanya berjalan lancar. Begitu ia selalu memberikan saya support tiada henti agar semua tugas saya berjalan sukses. Meskipun dalam hati kecil dan rasa yang terdalam, ia menelpon hanyalah karena sebuah kerinduan kepada saya sebagai seorang suami dan kepala rumah tangga yang idealnya harus berada diitengah-tengah mereka. Terasa apa yang mereka rasakan. Tapi dengan begitu saya semakin tertantang. Tantangan itulah yang membuka inspirasi saya untuk memulai tugas saya untuk membuat reportase.

Malam semakin larut, tak terasa tulisan reportase saya mengenail kasus wabah flu burung tadi hampir selesai. Sejenak kunikmati secangkir kopi yang telah kubuat beberapa jam lalu. Kuambil sebatang rokok yang terletak di meja lalu kusundut dan kunikmati dengan penuh rasa. Sugesti saya selalu merasakan bahwa dengan merokok, selain sebagai teman setia dalam tugasku juga bisa menambah kenyamanan berinspirasi dalam mengekspresikan kata demi kata hingga menjadi kalimat demi kalimat yang ilmiah. Kebetulan Majalah Trobos lebih bernuansa ilmiah dan populer dalam bidang agibisnis peternakan dan perikanan. Maka itu saya harus lebih banyak mengulasnya dengan penuh inspiratif tanpa meninggalkan kesan ilmiahnya. Seperti halnya berbagai tulisan hasil dari para wartawan Trobos yang sudah-sudah termuat dan saya baca di Majalah tersebut, baik itu reportase dan opini, saya baca beberapa kali untuk jadikan pijakan sebagai bahan perbandingan sekaligus referensi buat saya ke depannya bagaimana menulis dengan baik dan terstruktur. Jika saya fokus maka suatu saat akan saya petik hasilnya.

Udara di Kota Makassar malam itu semakin dingin terasa. Kini jam dinding di kamar saya telah menunjukkan pukul 01.30 wita. Mata saya terasa lelah dan ngantuk. Saya putuskan besok saja baru saya saya lanjutkan sekaligus mengirim ke meja redaksi karena batas waktu yang diberikan masih tinggal 2 hari lagi. Hal ini juga adalah penilaian jika saya mengirimkannya tepat waktu. tentunya setelah semuanya selesai di edit dengan teliti.Ternyata tanpa terasa reportase yang saya sudah ketik malam itu berjumlah 7 halaman yang terdiri 2400 karakter lebih, luar biasa semangatku malam itu. Namun saya tetap komitmen kepada diri sendiri bahwa menjadi wartawan itu haruslah objektif. Setidaknya tulisan hasil reportase yang saya buat bisa memberikan gambaran yang benar-benar bisa dipahami oleh pembaca yang sifatnya informatif yang up to date. Selanjutnya saya pun bergegas menuju pembaringan untuk beristirahat agar besok saya bisa fit kembali.

Esok hari tepat pukul 8.30 pagi, saya melanjutkan kembali tugas saya untuk memeriksa secara cermat dan penuh ketelitian. Indah sekali nuansa pagi itu, sambil mencicipi kopi hangat yang baru saja saya buat. Bait demi bait, saya baca satu persatu dengan penuh konsentrasi. Sudah 5 kali saya mengulang-ulang membaca tulisan itu. Saya rasa cukup. Sepertinya redaksionalnya sudah sistematis dan terstruktur. Untuk mempersingkat waktu, saya membuka email lalu mengirimnya segera ke alamat meja redaksi. Ternyata menjadi wartawan itu ada seni dan tantangan tersendiri. Baik itu suka maupun duka.

(bersambung)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun