Mohon tunggu...
Imansyah Rukka
Imansyah Rukka Mohon Tunggu... Jurnalis - Kemuliaan Hidup bukan hanya sekedar rutinitas namun bagaimana bisa mermanfaat bagi umat manusia dan alam semesta
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia - PPWI Sulawesi Selatan -- Jurnalis Koran Sergap, (sergapreborn.id), Jendela Indo News (Jendelaindo.com).

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pentingnya Konsep Keseimbangan Di Sektor Pertanian

4 Agustus 2010   07:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:19 1136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Persoalan substansi dalam sektor pertanian adalah terletak pada orang-orang yang berada dalam lingkup sektor tersebut. sejauhmana tingkat kepekaan mereka dalam mengeluarkan kebijakan dalam pengambilan keputusan yang bermafaat bagi sektor pertanian secara luas. Disinilah peran pemangku kepentingan (stake holder) sangat dibutuhkan dalam memberikan kontribusinya dalam pembungunan di sektor yang terbilang andalan ini. Salah satunya tidak terlepas dari kapasitas dan kapabilitas dalam memaknai aktifitasnya masing-masing. Mulai dari kegiatan hulu (on farm), sampai kepada hilir (off farm). Dalam mata rantai kegiatan sistem pertanian tersebut tentunya terkait erat bagaimana menyelaraskan kegiatan-kegiatan tersebut ke dalam konsep kaidah-kaidah alam agar tidak berdampak negatif pada ekosistem yang ada. Salah satunya adalah keseimbangan yang harus dipahami oleh semua pelaku pertanian. Konsep keseimbangan inilah yang bisa memberikan semua jawaban atas berbagai ketidak semibangan yang terjadi selama ini yang menyebabkan sektor pertanian terus mengalami keterpurukan. Letaknya sejauh mana tingkat kesadaran dan kepekaan mereka untuk memahami bahwa usaha pertanian tidak lepas dari alam, dan menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan.

Jika direnungi lebih dalam, bahwa berbagai kebijakan di sektor pertanian yang telah di gelontorkan oleh pemerintah dalam hal ini Departemen Pertanian adalah hasil dari pemikiran-pemikiran yang rasional dan intelektual dari pejabat pertanian itu sendiri. Mereka masih berkutat pada rasionalitas dibanding dengan kecerdasan spiritual mereka. Di akui disinilah letak sulitnya jika kita analisa secara holistik kekeliruan dan kekisruhan yang terjadi pada sektor pertanian khususnya. Makanya alam semesta dan sektor pertanian terasa sulit untuk bangkit karena persoalan yang sangat substansial ini belum di temukan pemecehannya. Meskipun para pejabat dilingkup pertanian mulai dari tingkat Deptan hingga ke tingkat desa, syukur sekali jika ada yang paham persoalan yang tengah saya bahas ini. Sekali lagi persoalannya memang sangat kompleks. Karena menyangkut sumberdaya manusia yang berkepentingan dalam sektor pertanian ini.

[caption id="attachment_215692" align="aligncenter" width="300" caption="kerusakan lahan pertanian adalah dampak dari akibat tidak adanya keseimbangan dari sistem pertanian konvensional"][/caption]

[caption id="attachment_215703" align="aligncenter" width="300" caption="lahan pertanian yang selaras dengan alam adalah satu kesatuan dalam konsep keseimbangan"][/caption]

Sumberdaya manusia pertanian beragam kapasitas dan kapabilitasnya. Termasuk visi misi dan motifnya. Namun mereka semua akan bertemu di satu titik nantinya. Yakni hasil. Tetapi apakah hasil itu nantinya sudah memberikan keseimbangan dalam kehidupan? Sejauhmana manfaat dari hasil tersebut baik itu positif maupun negatif. Misal kita ambil contoh beberapa waktu lalu : Departemen Pertanian mengeluarkan kebijakannasional “Peningkatan Produksi Beras Nasional” (P2BN), yang telah di canangkan di beberapa daerah propinsi di Negeri kita. Jika program nasional ini di analisa memang sangat layak (feasible) bagi peningkatan kesejahteraan petani sekaligus bisa memenuhi kebutuhan pangan nasional. Namun faktanya, setelah program tersebut berjalan dan selesai dilakukan yang ada hanyalah kerugian para petani bahkan berimbas pada kerusakan lahan, tanah dan air. Belum lagi dana yang digunakan berasal dari hasil uang rakyat. mereka hanya berkutat pada kemauan yang emosional (ego intelektual) dengan hitungan di atas kertas. Tanpa mempertimbangkan hitungan dampak alam atau keseimbangan. Lantas pertanyaannya : Beginikah kualitas kerja para pejabat atau pengambil kebijakan di lingkup pertanian yang rata-rata lulusan Doktor dan sebagian Professor?

Artinya pola pikir dan paradigma pejabat pertanian mulai dari tingkat pusat (Deptan) sampai tingkat daerah ( Dinas Propinsi, Kab/kota) adalah sama dan terstruktur secara hirarki yakni tidak memikirkan dampak apa yang terjadi setelah program gerakan ini dicanangkan olehnya. Bukan jaminan bahwa mereka telah melakukan studi sampai S3 sekalipun tanpa pernah menemukan konsep keseimbangan dalam dirinya. Sekarang kita kembali ke masalah anggaran dalam program heboh itu. Lalu, berapa uang yang habis digunakan dalam pembelian sarana produksi pertanian “saprodi”, seperti : pupuk, perstisida, alisintan, dsb. Ironisnya, malah petani mendera kerugian dalam program ini dikarenakan berbagai masalah iklim seperti banjir, hama tikus, penyakit tanaman, yang berakibat petani mengalami gagal panen. Disinilah letak rumitnya jika mengandalkan kebijakan pemerintah hasil dari ego intelektual tanpa dilandasi kecerdasan spiritual. Semakin rumit dan kusut jika tidak ada upaya dan kemauan yang keras dari pihak pemerintah untuk menemukan inti permasalahan yang mendera sektor pertanian selama ini.

Jika pemerintah mau jujur dan terbuka, ada sebuah konsep yang bisa untuk menemukan penyelasaian permasalahan tersebut agar tidak berlarut-larut. Konsep tesebut berada dalam program pemberdayaan petani yang akan di gagas (LSM Petani Center ) kedepan.Konsep ini sangat jelas dimana kita melakukan pembekalan kepada para petani sebagai pelaku langsung di lapangan. Yakni bagaimana mereka melakukan usahatani atau bercocok tanam dengan memahami kaidah-kaidah alam. Termasuk perlakuan penggunaan pupuk dan pestisida yang selaras dengan alam. Ringkasnya bagaimana memberikan metode pemahaman dalam usaha taninya dengan sebuah metode keseimbangan antara kecerdasan intelektualdan kecerdasan spiritual para petani. Selama ini petani terus menerus hanya direcoki dengan berbagai program pemerintah yang tidak jelas hasilnya “outcomes”. Jika para petani telah memahami konsep keseimbangan tersebut, saya yakin program kebijakan yang ditawarkan pemerintah setidaknya bisa dilakukan dengan baik tentunta dengan ramah lingkungan. Ada semacam posisi tawar yang interaktif antara petani dan pemerintah dan begitupula antara petani dan alam semesta.

Selanjutnya konsep inilah yang bisa mengantisipasi tantangan global dalam sektor pertanian di Negara kita. Ketika kedaulatan pangan menjadisebuah isu global sangat menghawatirkan, dimana Negara-negara di dunia termasuk Indonesia melalui para ahli pertaniannya yang khusus menangangi masalah pangan, terus berpikir bagaimana mengantisipasi kekurangan pangan dengan pertambahan penduduk dunia yang terus meningkat tidak berbanding lurus dengan tingkat konsumsi. Mereka terus mengulir otak untuk menemukan format dan konsep yang akan di jadikan sebuah “blue print” dalam menjawab tantangan globaliasasi tersebut. Semua itu adalah akumulatif dari hasil pemikiran kecerdasan intelektual mereka. Tanpa ada pemahaman keseimbangan di dalam hasil pemikiran tersebut. Semua kembali ke dalam konsep keseimbangan yang ada dalam diri manusia, yakni kecerdasan spiritual. Terkadang saya merenung cenung, mengapa mereka sejauh itu untuk mencari dan menemukan konsep keseimbangan itu? apakah mungkin karena mereka tak paham ataukah sudah saatnya dunia dan alam semesta (mutlak) melewati sebuah involusi akibat dari ulah manusia sendiri? Semuanya bisa terjawab dengan melakukan hasil ekperimen di laboratorium yang ada dalam diri kita masing-masing. Selanjutnya hasil esperimen tersebut adalah hasil temuan yang sangat empirik tentunya di topang oleh kaidah-kaidah ilmiah yang ada. Itulah yang akan memberikan keseimbangan dalam sektor pertanian yang telah terjerumus ke dalam berbagai kerusakan akibat kebijakan yang tidak tepat. Bagi saya, tak ada kata terlambat untuk memulai. Dan saat ini konsep tersebut telah dipraktikkan secara parsial di beberapa titik lokasi di Sulsel dan terbukti secara signifikan bisa memberikan keseimbangan dalam ekosistem pertanian yang ada di areal lahan pertanian tersebut.

Tulisan terkait :

LSM Petani Center Menjawab Tantangan Global Di Sektor Pertanian

Ada Apa Dengan Surplus Beras Sulsel ?

Destruksi Sistemik Melanda Petani Kita

Surplus Beras, Benarkah Tercapai ?

Kedaulatan Pangan, Benarkah Untuk Rakyat ?

Nilai Subsidi Pupuk Petani Banyak Kebocoran

HKTI, Buktikan Kiprahmu Kepada Petani

Pangeran Petani Untuk Negeri Agraris

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun