Uro-Uro mengingatkan saya pada masa anak-anak, yang hidup di Jawa. Saat itu kerap dilakukan di ladang-ladang atau padang rumput ketika menggembala. Mereka sedang uro-uro, nggandang,berdendang untuk membunuh waktu. Lantunan berkumandang di tengah kesunyian padang, dan desir angin. Dendang menggema ditangkup kesunyian; menyayat dan mistis.
 Uro-Uromenyuguhi saya suasana itu. Dengan syair yang hanya mendendangkan dua kata: sekar gadung(bunga gadung).
Demikian halnya komposisi lainnya, sarat nilai tradisi. Saya menyaksikan, dalam kehidupan sehari-hari Eko, sejak kecil di tempatnya tinggal Dusun Glagahdowo Desa Pulundowo Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang, berkembang kuat nilai-nilai tradisi itu.
Dalam hal seni tradisi itu, Eko telah mengalami pewarisan alami dari lingkungan dan keluarganya. Karenaya, kalau sempat mendengarkan album Potrojoyo, dan telah diunggah dalam media sosial youtobe, Eko terasa tidak ada keraguan menyuarakan nilai tradisional. Ia, anak muda yang telah berusaha menterjemahkannya dalam media musik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H