Mohon tunggu...
Iman Suwongso
Iman Suwongso Mohon Tunggu... Penulis/Wartawan -

Ketika angin berhembus kutangkap jadi kata.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Aset Desa

9 April 2017   14:27 Diperbarui: 9 April 2017   22:30 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inventarisasi Aset Desa (Dok: Pribadi)

Waktu sore hari, sehabis hujan lebat, Sam Jack sudah di Djoglo, membaca koran sisa pagi. Saya agak kaget. Ia tidak berkunjung ke Djoglo cukup lama. Pasti karena “tugasnya” sebagai pendamping desa partikelir. Pasti akan membawa oleh-oleh yang banyak, cerita tentang desa-desa yang ia kunjungi.

Tidak salah. Saya yang baru bangun istirahat siang siap mendengarkannya.

Ceritanya, ia habis pindah-pindah dari satu desa ke desa lain di kaki gunung Putri Tidur. Mereka lagi demam menata aset desa. Demam, bukan hanya kemrungsung tapi juga meriang. Mereka ingin cepat-cepat menata yang namanya aset desa, tapi juga tak begitu memahami bagaimana menata aset desa.

“Aset desa disini sangan luar biasa Pak. Ada tanah bengkok, ada tanah eigendom, ada sumber air.” Kata Carik Desa, ditirukan Sam Jack.

“Terus?” tanya Sam Jack.

“Masih banyak.”

“Apa?”

“Masih banyak, pokoknya.”

“Dimana letaknya tanah eigendom? Berapa luasnya?” korek Sam Jack.

“Wah, itu yang tahu Kepala Dusun. Apa kita lihat kesana?”

“Kemana?”

“Ke TKP (tempat kejadian perkara, maksudnya lokasi. Hihi...). Biar ditunjukkan Pak Kasun.”

Sam Jack dan Carik Desa berangkat ke rumah Pak Kasun. Laki-laki kurus itu sedang menyemprot burung kenari, rupanya belum mandi dan masih memakai sarung. Mudah-mudahan kehadiran Sam Jack tidak ada burung yang lepas.

Sam Jack diperkenalkan kepada Pak Kasun oleh Carik Desa. Habis perkenalan, Carik Desa memberikan intruksi-intruksi pada Pak Kasun. Pak Kasun hanya melongo, sambil duduk memangku semprotan burung.

“Laksanakan ya Pak Kasun!” tegas Carik Desa.

“Siap!” Jawabnya sambil berusaha bersikap tegak. Sayangnya air dalam semprotan burung tumpah ke sarungnya.

“Waduh! Burung saya kesiram.”

“Makanya, mandikan burung sampean dulu sebelum memandikan burung kenari.”

“Siap, laksanakan.”

Habis ganti pakaian, Pak Kasun mengajak Sam Jack berangkat. Pak Kasun dan dan Sam Jack berangkat ke TKP, Carik Desa juga berangkat, entah kemana. Katanya rapat di kecamatan.

Di TKP, Pak Kasun menunjukkan lokasi tanah eigendom. “Itu, Pak, tanah eigendomnya.”

“Batasnya mana?” tanya Sam Jack.

“Kira-kira itu, Pak, yang ada pohon trembesi besar.”

“Batas tumurnya mana?”

“Kira-kira...kira-kira mana ya?”

Serba kira-kira. Sam Jack merasa cukup, tidak perlu diteruskan. Ia tahu yang bakal dihadapi serba kira-kira. Karenanya, Sam Jack langsung mampir ke rumah Kepala Desa. Kepala Desa sedang tidak ada di rumah, yang ada Bu Kepala Desa. Ia minta pesannya bisa disampaikan kepadanya untuk diteruskan kepada Kepala Desa.

Saat Sam Jack akan menyampaikan pesan, Bu Kepala Desa me-nyetopnya. Ia memanggil seseorang. Dan, seorang perempuan remaja datang. Bu Kepala Desa memperkenalkan dia, asistennya.

“Sekaligus diperbantukan membersihkan rumah. Saya minta dia yang nulis, biar kelihatan sungguhan, alias pro.... Pro apa?”

“Profesional.” Potong Sam Jack sambil tertawa kecil.

“Betul. Prosepional. Ayo nduk, tulis yang dikatakan bapaknya ini.”

Sam Jack menahan tawa. Ia sampaikan pesan, agar Kepala Desa mengundang tokoh masyarakat untuk rapat membahas tentang aset desa.

“Pelan-pelan saja Pak ngomongnya, tulisan saya gederik...”

Sam Jack tertawa meledak. Bu Kepala Desa ikut tertawa.

Rapatpun dilaksanakan. Tokoh masyarakat yang hadir cukup lengkap. Disamping Kepala Desa, perangkat, BPD, PKK, pemuda, LPMD. Masih banyak lagi.

Rapatnya luar biasa. Hanya memilih dan menetapkan TIM inventarisasi aset desa butuh lebih satu jam. Karena, sangking  semangatnya, bermunculan pendapat yang menyimpang dari tujuan membentuk TIM.

Seorang tokoh masyarakat berpendapat. “Aset desa ini penting. Harus dilindungi dengan peraturan desa, agar tidak disalah-gunakan, agar tidak hilang.”

Yeah, luar biasa pendapatnya.

“Saya minta sekarang juga dibuatkan perdes agar mereka bisa jalan untuk mengatur aset.” Sambungnya.

Tapi sambungan itu, bikin Sam Jack klemun-klemun. Dikiranya, bikin perdes kayak goreng tempe menjes, sekarang dipesan sekarang jadi. Perdes itu butuh isi. Isi perdes aset desa itu dasarnya ya adanya aset desa itu. Lha, desa ini asetnya masih belum jelas. Volumenya berapa, letaknya dimana, statusnya kayak apa, masalahnya apa, semua masih kira-kira. Mau bikin perdes kayak apa? Apa bunyinya jadi Tentang Kira-kira Aset Desa dan Kira-kira Pengelolaan Aset Desa, apa begitu?

Tetapi si-tomas ngotot. Mungkin malu kalau salah. Ketua BPD menengahi, tidak berhasil. Rapat deadlog,rapat buntu. Rapat diakhiri jam satu malam, ditunda sampai ada undangan lagi.

“Itu, salah satu masalahnya. Tampaknya sederhana tapi rumit, tampaknya rumit tapi sederhana.” Sam Jack, ngakak. “Sampean bisa apa coba kalau begitu.” Lanjut Sam Jack, seperti biasa, suaranya menggelegar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun