Sepulang sekolah Rara tidak langsung masuk rumah. Ia membuka sepatu di teras dan meletakkan tasnya di kursi. Ia melongok ke buah jambu yang menggantung di ranting kemarin. Tidak kelihatan. Barangkali tertutup oleh daunnya.
Masih berseragam Rara memanjat pohon jambu. Ia terbengong ketika kakinya sudah menginjak dahan teratas. Tangannya gemetaran. Matanya melotot. Jambu yang menggantung di ranting itu sudah tidak ada.
Rara meraih ranting itu. Buah jambunya hanya menyisakan tangkai yang tetap melekat pada ranting.
“Pasti ada yang mencuri.” Bisik Rara geram.
Di rumah yang suka jambu hanya Rara dan Ibu.
“Ibu tak mungkin memanjat pohon jambu ini. Jambu ini hanya bisa dipetik dengan cara memanjat. Kalau menggunakan galah pasti patah dengan rantingnya.” Pikir Rara.
Lantas siapa yang mengambil buah jambu Rara?
Rara mengingat-ingat wajah teman-temannya yang patut dicurigai. Satu per satu. Dan ia menemukan satu nama.
“Johan!” katanya geram. “Dia memang suka bikin ulah di kampung. Dan lagi, kemarin waktu aku memanjat pohon jambu ini Johan melintas bersepeda. Bahkan ia sempat meledekku.”
“Awas, kamu Johan.” Bisik Rara sambil menuruni pohon jambu.
Saat kaki Rara sudah menjejakkan kaki di tanah, Johan melintas bersepeda dan meledek Rara.