Kasus korupsi di Indonesia semakin hari semakin banyak dan semakin beragam modus operandinya dan bukan kebetulan kebanyakan kasus tindak pida korupsi dilakukan oleh para kader partai politik. Saya pun berpikir apakah semua orang yang berkecimpung di dunia politik hanya mementingkan jabatan dan uang? Wajar juga banyak orang yang akhirnya antipati terhadap politik karena berpikir untuk apa membela atau menjadi simpatisan satu partai politik ketika ada salah satu kadernya yang melakukan korupsi. Korupsi sendiri memang menjadi musuh utama di Indonesia, bahkan di dunia korupsi dijadikan Extra ordinary crime atau kejahatan luar biasa yang pemberantasannya memerlukan cara-cara yang luar biasa juga.Â
Kalau saya ingat-ingat hampir semua partai kadernya melakukan korupsi dan jujur sebenarnya harapan baru untuk perubahan ada di partai baru yang dulu terlihat idealis yaitu Partai Nasdem besutan Surya Paloh. Dengan kader yang mayoritas pemuda dan pemikiran-pemikiran idealis dan kritik yang kerap dilontarkan Surya Paloh terhadap pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat itu membuat saya tercengang. Masih ingat di pikiran saya bagaimana para kader Nasdem menolak kenaikan harga BBM karena jika dinaikan maka penderitaan rakyat akan semakin menjadi. Masih ingat pula para kader Nasdem sering mengkritik pemerintah dan seolah benar-benar mejadi antitesa pemerintahan SBY-Boediono saat itu.
Namun harapan dan kekaguman saya terhadap partai ini pun berangsur sirna ketika Nasdem masuk dalam jajaran dan koalisi pemerintahan. Salah satunya adalah mendukung kenaikan BBM dan setuju merevisi undang-undang KPK yang dinilai banyak kalangan akan melemahkan lembaga antirasuah tersebut. Kekecewaan saya makin mendalam ketika Sekjen Nasdem Patrice Rio Capella ditetapkan menjadi tersangkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan kasus pemberian hadiah atau janji dalam proses penanganan perkara bantuan daerah, tunggakan dana bagi hasil, dan penyertaan modal sejumlah badan usaha milik daerah di Provinsi Sumatera Utara. Seperti dilansir Kompas.com, atas perbuatannya, Patrice dijerat Pasal 12 huruf a, huruf b, atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi .
Mungkin bukan hanya saya saja yang kaget mendengar berita ini karena saya yakin banyak orang kaget konsistensi para kader Nasdem ini. Tidak tahu sudah kepalang malu, Surya Paloh pun sampai mengumpat akan membubarkan Nasdem karena sekjennya terjerat kasus korupsi. Namun bukan itu sebenarnya yang saya bahas tapi apakah semua partai baru akan bernasib sama seperti Nasdem? Yang idealis di awal untuk menarik simpati rakyat dan menjadi pengkritik pemerintah agar seolah membela rakyat?
Pasca pilpres 2014 setidaknya ada tiga partai baru yang menghiasi belantika perpolitikan tanah air yaitu Partai Perindo yang dikomandoi CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo, Partai Idaman yang dipelopori ‘Si Raja Dangdut’ Rhoma Irhama dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang diketuai mantan presenter cantik Grace Natali. Lalu apakah mereka akan bernasib sama dengan Nasdem? Memang belum terlihat karena Pemilu pun masih tahun 2019 mendatang.
Saya pun mencoba menelisik dan meneliti bagaimana pendekatan ketiga partai ini kepada rakyat. Sejauh ini yang terlihat sepak terjangnya adalah Perindo dan Hary Tanoe sedangkan Idaman dan PSI hanya mendeklarasikan partainya saja dan belum membuat kepengurusan partai. Awalnya saya berpikir bahwa semua partai akan memakai cara yang sama yaitu menjadi pengkritik pemerintah dan terlihat seperti pahlawan karena membela rakyat, tapi ketika saya melihat sosok Hary Tanoe dan sepak terjangnya saya seperti menarik ucapan saya kembali karena cara-cara yang dipakai berbeda dengan partai-partai lain. Hal itu terlihat ketika Hary Tanoe masih duduk di DPP Nasdem menjadi Ketua Dewan Pakar. Saat itu Hary Tanoe tidak banyak mengkritik pemerintah tapi lebih mengeluarkan pendapat yang santun dan rasional, bukan hanya sekedar janji. Banyak kalangan juga menilai bahwa sosok Hary Tanoe ini adalah kunci dari keberhasilan Nasdem saat meraih 7 persen suara di Pemilihan Legislatif 2014 lalu.
Saat ini Perindo berada di luar pemerintah, sebenarnya wajar saja jika kritik demi kritik dilayangkan Hary Tanoe untuk mendapatkan simpati rakyat namun saya melihat dia tidak melakukan cara seperti itu. Dia lebih memilih untuk terjun langsung ke kampung-kampung dan mendengar keluhan warga lalu mencarikan solusinya. Meskipun berada di luar pemerintahan, Hary Tanoe kerap diminta pendapat dan sarannya oleh Presiden Jokowi. Sebagai seorang politisi bisa saja Hary menolak untuk memberikan saran namun yang saya lihat Hary sedang memberikan pelajaran politik yang baik kepada rakyat dimana jika tujuannya adalah membangun bangsa dan menyejahterakan rakyat maka tidak perlu memandang siapa yang harus kita bantu dan keuntungan apa yang didapat dari membantu tersebut.
Menurut saya pribadi sikap negarawan seperti itu yang jarang dimiliki oleh para politisi di Indonesia. Dikutip dari berbagai media Hary sampai mengadakan pertemuan dengan para ekonom untuk membahas krisis ekonomi dan mencari solusi yang menerpa Indonesia saat ini dimana nilai tukar Rupiah merupakan yang paling buruk semenjak krisis moneter 1998 silam. Bak gayung bersambut, Presiden Jokowi pun menerapkan saran-saran Hary Tanoe dalam empat paket kebijakan ekonomi yang telah dirilis beberapa waktu lalu diantaranya meningkatkan dan memberikan kemudahan investor dan memajukan perekonomian rakyat.
Namun apa yang diminta Hary Tanoe atas saran-sarannya tersebut? Tidak ada!! Di berbagai kesempatan dirinya hanya mengatakan bantuannya tersebut demi kepentingan rakyat dan bukan kepentingan dirinya atau partainya. Saya pun berpikir bisa saja pemikirannya itu disimpan dan digunakannya sendiri untuk menarik simpati rakyat tapi dia tidak mau karena secara tidak langsung Hary ingin memperlihatkan kepada kita bahwa persatuan adalah di atas segalanya dan dengan persatuan bangsa ini bisa besar.
Dari gambaran di atas terlihat jelas bagaimana perbedaan pendekatan Perindo dan Nasdem dalam meraih simpati rakyat dimana Perindo membuktikan kepentingan bangsa di atas segala-galanya. Partai baru yang tidak banyak janji dan tidak menyerang lawan politiknya hanya demi mencari simpati rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H