Baru-baru ini independent woman kembali diperbincangkan oleh warganet, dari kalangan masyarakat sampai pada influencer sekalipun. Independent woman kembali diperbincangkan indikator dan eksistensinya oleh warganet. Lalu sebenarnya apa definisi dari independent woman dan apa faktor adanya independent woman?
Independent woman dapat didefinisikan sebagai wanita yang mandiri. Independent woman memiliki kendali dengan dirinya sendiri, arti mandiri pada independent woman tidak hanya mandiri dapat melakukan semua sendiri tapi juga secara finansial dan emosional.
Jika kita melihat definisi dari independent woman kita dapat mengambil kesimpulan bahwa independent woman tidak hanya dilihat dari satu aspek saja. Independent woman tidak hanya dilihat dari kebutuhan finansial yang terepenuhi atau emosional intelejen yang baik, karena pada dasarnya kedua itu harus saling melengkapi. Namun, pada kenyataannya masyarakat banyak yang menganggap wanita dengan finansial cukup atau dengan gaji yang cukup sudah dapat dikatakan dengan independent woman. Mengapa masyarakat mengklaim independent woman dengan mudah padahal indikator lainnya belum terpenuhi?
Wanita sudah lahir dengan paradigma dan stereotipe yang memberatkan sejak zaman dahulu. Adanya stereotipe dan paradigma tersebut lahirlah fenomena yang disebut dengan 'glass ceiling' atau dalam bahasa Indonesia dapat diartikan dengan 'langit-langit kaca'. Fenomena glass ceiling dapat dipahami bahwa adanya batasan yang diperoleh wanita saat ingin mencapai titik tertinggi, puncak keemasan. Menurut Powell (Muslim & Surya Perdhana, 2017) Istilah glass ceiling sendiri adalah sebuah hambatan transparan yang mencegah wanita untuk sampai ke posisi atas perusahaan.
Dapat diambil kesimpulan bahwa fenomena glass ceiling adalah bentuk ketidaksetaraan dalam dunia kerja yang menyebabkan wanita sendiri merasa tertekan, merasa terpojokkan untuk mencapai fase kejayaannya. Wanita lebih sulit untuk mencapai posisi-posisi yang tinggi dan lebih berperan di perusahaan. Secara pengertian, glass ceiling sendiri merujuk pada bagaimana peran wanita dalam dunia pekerjaan, namun kondisi dari glass ceiling sendiri dapat dirasakan tidak hanya pada pekerjaan tatapi pada peran wanita lainnya. Lalu apa sebab fenomena glass ceiling timbul?
   Penyebab dari fenomena glass ceiling muncul adalah sebagai berikut:
- Stigma masyarakat pada wanita
Stigma masyarakat pada wanita sudah ada sejak zaman dahulu. Dimana wanita memiliki hakikat seperti menstruasi, menyusui, hamil, merawat suami dan anak. Hal tersebut memang menjadi kewajiban wanita. Namun, perempuan dianggap merepotkan dalam dunia kerja karena memerlukan cuti hamil dan melahirkan. Stigma tersebut alih-alih menjadi hal positif malah menjadi hal negatif karena perempuan diperlakukan secara diskriminatif.
- Beban ganda wanita
Semakin berkembangnya zaman, banyak wanita yang mengejar karir, membantu perekonomian keluarga dan menghidupi keluarga. Namun, di satu sisi wanita memiliki peran lainnya yaitu menyeimbangkan kesibukannya di luar dengan peran terhadap keluarganya. Beban ganda ini yang menjadi pertimbangan lembaga atau perusahaan itu sendiri. Faktanya, perusahaan akan lebih tertarik untuk merekrut wanita yang belum menikah dan belum memiliki anak karena tidak memiliki hal lain yang harus diprioritaskan selain perusahaan.
- Paradigma perempuan sendiri
Paradigma atau pandangan perempuan terhadap dirinya sendiri menjadi salah satu hal yang dapat mempengaruhi terjadinya glass ceiling terjadi. Paradigma perempuan dengan dirinya adalah faktor yang penting, bagaimana perempuan melihat potensi dirinya, bagaimana perempuan melihat kelemahan dirinya, dan bagaimana keinginan perempuan untuk merubah dirinya. Perempuan memiliki banyak hal istimewa, namun bagaimana perempuan dapat mengelola akan mempengaruhi perubahan pandangan dunia pada dirinya.
Sebab-sebab dari timbulnya fenomena glass ceiling di atas pada dasarnya dapat dihilangkan. Fenomena glass ceiling sendiri tidak dapat dihilangkan dari salah satu pihak saja, tetapi semua pihak harus saling merubah hal tersebut.
Masyarakat harus mengubah pola pikirnya mengenai stigma-stigma perempuan. Masyarakat tidak boleh menggeneralisasi perempuan, karena hakikatnya semua perempuan memiliki potensinya masing-masing. Perusahaan atau lembaga harus membuka banyak peluang untuk perempuan, menumbuhkan banyak jaringan yang ramah untuk perempuan. Tidak hanya dari faktor eksternal saja, wanita juga harus menumbuhkan kesadaran dirinya untuk melawan glass ceiling tersebut. Menanamkan pada dirinya bahwa wanita dapat membuktikan pada dunia ia bisa merubah stigma terhadap wanita. Wanita tidak boleh merasa kecil diri dan takut untuk melawan glass ceiling.
Dari fenomena glass ceiling inilah yang membuat independent woman mulai tergerak untuk terbebas dari batasan langit-langit kaca tersebut. Keinginan wanita untuk keluar dari batasan dan mencari kebebasan tersebut yang membuat hal-hal sesederhana mendapatkan gaji menjadi kebanggaan bagi wanita. Bagi wanita sendiri, hal tersebut menjadi sebuah pencapaian-pencapaian kecil yang mana wanita memberikan afirmasi positif setelah berjuang melawan glass cailing dengan menyebut dirinya independent woman. Dengan afirmasi tersebut wanita harus lebih memiliki tekad yang tinggi dalam mengupgrade diri untuk mencapai kebebasan langit-langit kaca.
Reference
Muslim, M. I., & Surya Perdhana, M. (2017). Glass Ceiling: Sebuah Studi Literatur. Jurnal Bisnis STRATEGI *, 26(1), 28--38. file:///C:/Users/HP/Downloads/17224-42462-3-PB.pdf
Perempuan Di Birokrasi, K., Glass, F., Pada, C., Republik, K., Febriyanti, I. A., Putri, A. G., Kanti, Y. S., Ummah, A., Febriyanti, A., & Ghaisani Putri, A. (2024). Keterwakilan Perempuan di Birokrasi: Fenomena Glass Ceiling Pada Kementerian Republik Indonesia. In JSGA: Journal Studi Gender dan Anak (Vol. 11, Issue 1). https://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/jsga/article/view/10430/5038
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H